Tujuh

209 27 3
                                    

Di sekolah, kegiatan belajar Lisa berjalan seperti biasanya. Tidak ada hal spesial yang terjadi selain Rose, teman sebangkunya yang menceritakan jika ia baru saja resmi berpacaran dengan kakak tingkat yang bernama Kak Jimin. Lisa pun tak tahu, yang mana Kak Jimin itu. Hingga saat istirahat pertama Lisa diperkenalkan dengan pacar baru temannya itu.

"Nah, ini Lisa kak, yang kemarin aku ceritain penasaran sama Kak Jeonghan sampe dihukum guru itu," celoteh Rose pada pacar barunya itu. Lisa pun melotot mendengar apa yang diucapkan oleh sahabatnya.

Sedangkan yang bernama Kak Jimin itu hanya tertawa menanggapi cerita pacarnya yang cukup ember itu. Lisa memberi tatapan mengancam pada Rose, yang malah ditanggapi dengan tawa saja oleh dua pasangan baru di hadapannya.

"Mendingan jangan sama Jeonghan dek, itu anak udah kayak kutub berjalan. Dingin banget, tak tersentuh," ucap Jimin akhirnya.

Lisa mengalihkan pandangannya pada sosok kakak tingkat yang ada di samping sahabatnya itu. Kegiatan makan siomay yang tadinya nikmat, langsung terhenti. "Kak Jimin kenal sama Kak Jeonghan?" tanya Lisa penasaran.

Yang ditanya hanya mengangguk, "Gue sekelas sama dia. Malahan kami udah sekelas sejak kelas sebelas sih, jadi gue cukup familiar sama dia," Jimin meneguk es teh manis di depannya sebelum melanjutkan, "dan selama kami sekelas, bahkan gue belum pernah ngobrol sama dia. Kalau ada tugas kelompok pun, dia bakalan milih ngerjain sendiri semuanya, teman sekelompoknya cuma terima beres hasilnya. Yah, dia memang cukup jenius anaknya." Tambah Jimin menceritakan hal yang ia tahu tentang Jeonghan.

Siomay di piring Lisa kini benar-benar terabaikan oleh pemiliknya, Lisa sendiri menjadi termenung, ia mengingat kebersamaannya dengan Jeonghan kemarin. Sebegitunya Kakak tingkatnya itu menjauhi manusia?

"Lisa, jangan bilang lo beneran naksir Kak Jeonghan?" tuduh Rose melihat ekspresi murung Lisa.

"Hah?! Enggak.." ucap Lisa sedikit berteriak. Ia cukup terkejut dengan reaksinya yang terkesan berlebihan. Lisa yakin, Rose akan semakin mencurigainya naksir Kakak kelas super beku itu. Dan benar saja, dua sejoli di hadapannya kini mentertawakan kekonyolannya.

Sejujurnya Lisa sendiri tidak tahu apa yang ia rasakan. Benar jika ia merasa tertarik, tapi rasa itu tidak diikuti debaran halus seperti layaknya orang jatuh cinta. Entah apa, rasanya hanya, Jeonghan telah menariknya, dan semesta merestui dengan melibatkannya pada permasalahan pemuda itu. Itu saja, tidak ada hal lainnya.

***

Jeonghan kini sedang berada di sebuah ruangan bersama dengan tiga orang dewasa lainnya. Mereka adalah Tante Lisa, seorang psikiater, teman Tante Lisa, dan yang terakhir adalah seseorang dari Komisi Perlindungan Anak. Sedari pagi, Jeonghan telah disibukkan dengan bertemu beberapa orang, seperti pak RT, dokter untuk visum juga ia sempat diajak ngobrol sebentar oleh psikiater, sahabat tantenya Lisa. Kepalanya terasa penat. Ini adalah rekornya berbicara dengan orang asing sebanyak ini. Rasanya ia ingin melarikan diri. Keinginannya untuk pulang telah memuncak. Namun, ia masih tahu diri untuk tidak kabur. Bagaimana pun, Tante Yuri, nama tantenya Lisa, melakukan ini semua demi dirinya, untuk kebaikannya sendiri.

Apakah Jeonghan tidak merasa takut? Tentu saja ia takut. Orang tuanya sendiri, sebenarnya bukan orang sembarangan. Ia sendiri merasa tidak yakin jika ia bisa melawan kedua orang tuanya. Namun, Tante Yuri meyakinkannya, jika ini hanyalah langkah pencegahan. Menurut Tante Yuri, Jeonghan membutuhkan perlindungan hukum. Mereka memang belum melaporkan kedua orang tua Jeonghan atas permintaan Jeonghan sendiri. Karena yang Jeonghan inginkan hanya rasa aman. Tidak ada hal lainnya. Dan Tante Yuri mengerti.

Saat mereka akhirnya sampai di rumah dengan satu kantong berisi pakaian juga seragam baru untuk Jeonghan, Lisa sudah duduk gelisah di ruang tamu. Anak cantik itu segera memberondong tantenya dengan berbagai pertanyaan. Jeonghan ingin tertawa rasanya melihat Lisa yang menurutnya menggemaskan. Perasaan penat yang sedari pagi menggelayutinya, mendadak menguap setelah ia melihat Lisa. Entah kenapa ia merasa senang saja bisa melihat Lisa lagi.

"Kita makan siang dulu ya, anak cantik," Tante Yuri menyerahkan satu kantong yang terdapat merk salah satu restoran di Jakarta, "Tante laper banget ini," tambahnya.

***

"Gimana tadi?" tanya Lisa pada Jeonghan yang duduk di hadapannya.

Tante Yuri telah undur diri ke kamar Lisa untuk mengerjakan beberapa pekerjaannya yang terpaksa ia bawa ke Jakarta demi menyelesaikan masalah di rumahnya. Mungkin ini akan berlangsung hingga beberapa hari ke depan, mengingat mereka berdua tidak bisa di tinggal.

"Tadi adalah rekor gue ngomong sama orang lain terbanyak semenjak meninggalnya Jisoo, dan selain sama lo" jawab jeonghan.

"Kemana aja emangnya?" tanya Lisa masih ingin tahu.

"Banyak," jeonghan menghela nafas, "ketemu Pak RT, laporan kalau gua bakalan di sini sampai belum tahu kapan," jawabnya sedikit mengajak Lisa bercanda. Anak itu terlihat serius sekali, hingga Jeonghan merasa gemas sendiri melihat wajah serius Lisa yang menurutnya imut.

"Ih, serius dulu, Han," protes Lisa tak terima diajak bercanda. Menurutnya, permasalahan Jeonghan bisa jadi sangat serius. Lisa ingin tahu,

"Terus gue ke dokter juga buat visum," Jeonghan terdiam sebentar, "Kata Tante, itu buat bukti seandainya orang tua gue bertindak ke keluarga kalian," kini Jeonghan tersenyum lembut pada Lisa.

"Gue juga ketemuan sama Tante Yoona," tambah Jeonghan, "lo kenal?" tanya Jeonghan. Lisa hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Dia minta gue konsul rutin ke dia seminggu sekali," Lalu Jeonghan menatap Lisa, ada kilat jahil di  matanya, "Padahal buat gue, cukup ketemu sama lo, rasanya beban hati gua langsung ilang loh," canda Jeonghan kembali mencoba mencairkan suasana.

Lisa pun mencubit lengan Jeonghan cukup keras. Ia merasa ini bukan saatnya bercanda. Yah, Lisa sudah mulai berani melakukan kontak fisik. Entah sejak kapan mereka menjadi sedemikian dekat. Jeonghan sendiri, entah bagaimana sudah berani menggombal seperti tadi. Hubungan mereka seolah semakin didekatkan oleh semesta tanpa mereka berdua sadari.

"Tapi gue serius, Sa. Nanti saat sesi konsul sama Tante Yoona, lo dampingi gue ya.." pinta Jeonghan penuh harap. Lisa kembali mengangguk.

"Gue takut, Sa. Orang tua gue bukan orang sembarangan. Kalau musti harus ke ranah hukum, gue gak percaya diri.."

Lisa menghembuskan nafas. Ia sendiri juga merasa tak tenang. Ia khawatir. Mereka hanyalah anak-anak. Selama ini, Lisa sudah sangat merasa bersalah pada Tante Yuri karena dirinya, Tante Yuri merelakan masa mudanya untuk merawatnya. Padahal, seharusnya pada usia Tante Yuri sekarang, harusnya ia telah sibuk membangun keluarga kecilnya sendiri. Dan kini ia harus menambah masalah Tante Yuri dengan Jeonghan. Lisa tak keberatan untuk membantu Jeonghan, sungguh, ia hanya merasa bersalah pada tante tersayangnya saja.

"Kita hadapin ini bareng-bareng ya, Han.." Kini Lisa menatap Jeonghan dengan tatapan yang jauh lebih serius dari sebelumnya.

"Panggil gue kakak, Haiss.." Jeonghan kembali menyentil dahi Lisa pelan.

"Ishhhh..." gerutu Lisa.
***********

Senja (Lisa & Jeonghan) Where stories live. Discover now