Enam

209 26 5
                                    

Lisa dan Jeonghan duduk bersisian di sebuah taman kota yang temaram. Hari sudah cukup malam. Jalanan sudah tampak sepi. Mereka hanya berdiam diri, memikirkan hal rumit dalam masa muda mereka.

"Lisa, lo pulang deh. Ini udah malem banget loh," Jeonghan akhirnya memecah keheningan di antara mereka.

"Aman kok, lagian kalo gue balik sekarang, lo gimana?" Lisa menoleh pada Jeonghan yang menatapnya lembut.

"Gue ini cowok, Sa. Lagian gue udah biasa kayak gini." Jeonghan memang sering pulang di atas jam dua dini hari, demi menghindari orang tuanya. Biasanya ia akan bersembunyi di taman kota yang tak terlalu jauh dari komplek perumahannya. Lalu ia akan berjalan pulang, tanpa suara.

"Dan besok lo sekolah, Sa. Lo ga mungkin bolos lagi kan?"

"Yang lebih ga mungkin bolos tu harusnya Lo Han. Kan lo yang kelas dua belas, persiapan UN lu.." Lisa berusaha bercanda.

Jeonghan tertawa sembari menyentil dahi Lisa. Sepertinya, itu akan menjadi kebiasaannya mulai hari ini. Entah mengapa, itu menyenangkan.

"Udah gue bilang, panggil gue kakak, Lalisa."

"Nyenyenye," Lisa mencebik kesal. Dia sudah nyaman dengan panggilan Jeonghan, rasanya aneh tiba-tiba menjadi kakak.

"Han, kalau ada apa-apa, telfon gue ya," Lisa menatap mata Jeonghan dengan tatapan serius.

Jeonghan menelusuri arti tatapan Lisa, dan ia hanya mengangguk. Jeonghan tersenyum tipis. Ia tidak sedang berusaha sok tegar. Tapi nyatanya, ada rasa lega di hatinya. Secara tidak langsung, semua memang karena kehadiran Lisa. Yah walaupun sebenarnya tak ada yang dilakukan Lisa. Seolah semesta memang menggiringnya untuk sampai pada titik ini.

"Gak tau kenapa, sekarang gue jadi takut buat pulang,"

Lisa pun menatap Jeonghan, ia tak mengerti apa maksud kalimat Jeonghan barusan.

"Biasanya, gue ngerasa, dengan senang hati menyambut kematian. Karena itu artinya gue bakalan ketemu Jisoo lagi," ucapan Jeonghan terjeda sebentar. Lisa masih menunggu kalimat selanjutnya dari Jeonghan.

"Meskipun gue babak belur karena dipukulin Ayah, dan udah terlalu mati rasa sama cacian Ibu, gue gak terlalu takut,"

"Tapi sekarang, gue takut, Sa.." Jeonghan menunduk. Ia merasa lemah sekarang.

"Mau pulang ke rumah gue aja?" jawab Lisa akhirnya. Persetan dengan mulut tetangga deh. Kalaupun digrebek ya terima nasib aja? Ini demi nyawa seseorang!

"Nanti kita digrebek, terus dipaksa nikah, gimana?" jawab Jeonghan bercanda.

"Yaudah, tinggal nikah aja. Enak, nikah gratis. Biaya MUA sekarang agak ga ngotak sih." Lisa balas bercanda. Alhasil mereka berdua tertawa.

"Oh, jadi lo mau nih nikah sama gue? Ya, gue emang ganteng sih," Jeonghan jadi semakin menyebalkan di mata Lisa.

Lisa lantas merotasikan matanya, ia jengah. "Dah lah, bentar ya, gue telfon tante gue dulu sebentar," Lisa pun membuka Hp dan segera melakukan panggilan. Maaf tante, ganggu malem-malem, ini darurat. Batin Lisa.

***

Lisa sudah terlelap di dalam kamarnya. Kali ini, Jeonghan memaksa untuk tidur di sofa ruang tamu. Berbekal bantal dan selimut yang malam sebelumnya Lisa pakai. Lisa sendiri tidak menyarankan Jeonghan untuk tidur di dalam 'gudang' yang sebelumnya ia tempati, rasanya kurang layak. Sofa terasa lebih baik.

Mata Jeonghan masih menerawang, menatap atap rumah Lisa seolah ada pertunjukan seru di sana. Hingga ia mendengar pintu depan terbuka.

"Eh... Ini ya yang namanya Jeonghan?"

Jeonghan segera duduk, ia mengangguk sembari tersenyum ramah. Ini pasti tante Lisa, begitu pikirnya.

"Kenalin, aku tantenya Lisa. Tante ganggu tidur kamu kah?" tanya sang Tante sembari meletakkan barang-barangnya di meja dapur. Ia sengaja bergegas pulang setelah mendengar cerita singkat dari Lisa. Selama ini, keponakannya sangat mandiri dan dewasa. Lisa tidak akan merepotkannya malam-malam begini jika tidak dirasa penting. Maka, ia memutuskan untuk segera kembali ke Jakarta.

"Engga kok, tante. Saya memang belum tidur." sahut Jeonghan ramah.

Sang tante tersenyum, "Mau minuman hangat, nak? Tante bawa bandrek instan nih dari Bandung,"

Jeonghan melihat tante Lisa telah menyiapkan dua mug dan dua bungkus bandrek instan. Ugh! Itu bukan menawarkan namanya.

"Lisanya mana Han?" tanya si tante sembari mengaduk minuman instan itu.

"Udah tidur tante,"

Si tante menghampiri Jeonghan dengan dua cangkir bandrek di tangannya, "ngobrol sama tante sebentar boleh?"

Sekali lagi, ini semacam perintah bagi Jeonghan. Mana bisa ia menolak di situasi ini kan? Alhasil, ia hanya mengagguk sopan.

"Lisa udah cerita sekilas soal kondisi kamu, maaf kalau pembicaraan ini akan membuat kamu merasa kurang nyaman. Gimana pun, tante masih orang asing buat kamu. Tapi, tante rasa, gak bijak kalau tante biarin kalian berdua sendiri di sini. Jadi tante putusin buat cuti dulu."

"Maaf tante," sekarang Jeonghan jadi merasa sangat merepotkan keluarga Lisa.

Sang tante hanya menggeleng dan tersenyum. "Gak ngerepotin kok," ucap sang tante seolah tahu apa yang Jeonghan pikirkan.

"Menurut kamu, kamu mau bawa masalah ini ke profesional atau engga?" tanya sang tante ramah.

Jeonghan terdiam. Ia tak pernah berpikir ini sebumnya. Apakah ia cukup berani? Apa yang ia inginkan? Sejujurnya, Jeonghan juga tak tahu. Ia hanya merasa takut pulang. Tapi sampai kapan? Apakah ia harus melaporkan ini?

"Santai aja, Han. Kita mulai dari konsultasi dulu aja ya. Gak apa-apa kalau kamu belum siap untuk ke jalur hukum. Paling tidak, kita harus memastikan kamu aman dulu. Jangan sampai, ini jadi senjata orang tua kamu untuk menuduh kami nyulik kamu," ucap sang tante berusaha bercanda.

Sekali lagi, Jeonghan hanya mengangguk dan tersenyum.

"Diminum, Han. Keburu dingin nanti." Dan Jeonghan kembali mengangguk sambil meminum bandrek instan di tangannya.

***


"Woahhh, tante beneran pulang?" sapa Lisa heboh begitu melihat sang tante sibuk di dapur. Lisa sendiri terlihat telah siap dengan seragam sekolahnya.

"Jadinya tante cuti kerja nih? Maaf ya tante, jadi ngerepotin gini,"

"Ugh, anak gadis ini masih aja cerewet," ucap sang tante sambil tertawa, "duduk sini, kita sarapan,"

Jeonghan hanya diam saja melihat interaksi keduanya. Ia duduk dengan tenang di sebrang Lisa. Lisa terlihat imut saat sedang manja-manja ke tantenya.

"Lo ga sekolah lagi hari ini, Han?" tanya Lisa melihat Jeonghan belum mengenakan seragam sekolahnya.

"Engga, seragam gue aja ada di rumah," jawab Jeonghan cuek.

"Ah ya, astaga, gue lupa lagi. Yah gimana UN lo?"

"Yaudah sih, nanti tante beliin dulu seragam barunya. Lagian kayanya ini masih awal semester deh." Jawab tante Lisa menyudahi protes Lisa. "Kamu makan ini yang tenang, berangkat ke sekolah, belajar yang rajin, okay?!" Tambah tante Lisa berusaha menghentikan repetan panjang Lisa.

"Tante pergi dulu ya ke rumah Pak RT, kalian berdua baik-baik di rumah,"

Keduanya hanya mengangguk, sama-sama sibuk mengunyah makanan dari tante Lisa. Ini adalah sandwich paling enak sedunia. Jeonghan rasa, ia akan sangat senang jika bisa makan masakan tante Lisa tiap hari. Karena beneran seenak itu.

****************

Senja (Lisa & Jeonghan) Where stories live. Discover now