Epilog

31 2 0
                                    

╔═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╗
~ HAPPY READING ~
╚═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╝


≪━─━─━─━─=== • ✠ • ====─━─━─━─━≫

Al pun terdiam sesaat, lalu ia kembali angkat bicara dan menjelaskan.

“Iya, aku akui ini semua emang salahku. Gak masalah kalau kamu nyalahin aku. Kamu benci sama aku, kamu memaki-maki aku, aku terima. Aku akui kalau emang ini salahku, salahku kenapa dari awal maksa kamu buat nerima aku sebagai pacar kamu dan maksa buat berhubungan. Maaf juga karena kejujuranku ke orang tuaku malah ngejadiin hubungan kita harus berakhir kayak gini. Aku tahu kamu juga sakit hati sama aku.”

“Iya, terlebih kita udah melakukan hubungan itu. Dan sekarang kalau kita putus, gimana kita kedepannya? Orang gak akan tahu kalau kamu udah pernah berbuat apa belum. Tapi aku sebagai perempuan ada bekasnya kalau aku udah nggak suci lagi, dan aku nggak tahu apa ke depannya masih ada yang mau nerima aku atau enggak,” terang Ana dengan raut wajah kecewa.

“Ada kok, pasti ada. Semua cuma masalah waktu, kamu cuma perlu sabar,” ucap Al berusaha menenangkan Ana.

“Iya, tenang aja. Kalau masalah sabar aku udah terbiasa sabar, kok. Bahkan aku udah kenyang makan sabar. Sekarang aku udah nggak tau harus gimana lagi. Aku udah benci sama kamu, aku benci banget sama kamu. Kamu jahat, kamu jahat banget!” sarkas Ana dengan nada sedikit meninggi.

“Iya, aku terima semua maki-makian kamu. Kamu luapin semuanya nggak papa.” Al terlihat pasrah mendengar semua ucapan yang tak mengenakkan dari Ana.

Ana pun terlihat menangis tersedu-sedu dan tak dapat menahan air matanya. Beruntunglah hari itu bukanlah hari libur, sehingga alun-alun kota Malang sangat sepi, dan tak ada yang mengetahui bahwa Ana tengah menangis.

Al pun lalu memeluk Ana erat sambil mengusap rambutnya.

“Udah, ya, kamu yang tenang. Meskipun hubungan kita putus, anggap aja kita nggak putus. Kita masih tetap bisa komunikasi kayak biasanya, bedanya kita nggak ada hubungan, dan planning kita buat jalan-jalan ke tempat wisata yang udah kita rencanain sebelumnya tetap bakal kita kunjungi. Hanya karena hubungan kita berakhir, bukan berarti semua rencana yang udah kita susun itu kita batalin juga. Kita bakal jadi teman,” ucap Al sanbil menatap Ana.

Ana hanya mengangguk.

“Ya udah, kalau gitu kamu yang kuat, ya. Aku bakal terus nemenin kamu sampai kamu bisa benar-benar ikhlas dan bisa move on dari aku. Kalau kamu kangen atau kamu pengen keluar sama aku, kamu tinggal bilang. Selagi aku bisa bakal aku turutin. Tapi kalau kamu udah bisa hilangin perasaan kamu ke aku, gantian aku yang sedikit jaga jarak dari kamu, karena aku juga butuh move on. Setelah itu, kita tetap jadi teman. Cuma kita nggak sedekat biasanya, nggak yang setiap hari harus video call atau komunikasi. Tenang aja, setelah ini aku nggak bakal pacaran lagi. Aku mau fokus kerja sampai akhirnya nanti udah waktunya aku dipertemukan sama jodoh aku,” jelas Al.

“Iya, aku juga nggak bakal pacaran lagi setelah ini. Aku mau fokus kuliah dan mengejar karir aku. Ya udahlah, semua yang terjadi di hubungan kita anggap aja yang terbaik buat kita. Pasti ada hikmah di balik ini. Kita nggak boleh jadi musuh karena kita pernah saling mengisi kehidupan satu sama lain. Mungkin memang kita belum berjodoh. Semoga kelak nanti kita sama-sama dipertemukan dengan jodoh yang lebih baik lagi dari aku maupun kamu. Makasih ya, buat waktunya yang singkat ini, buat semua yang udah kamu lakuin ke aku. Perjuangan kamu begitu berarti bagi aku. Aku nggak akan pernah lupain kamu. Maaf ya kalau di hubungan kita yang singkat ini aku udah banyak salah sama kamu, banyak nyusahin kamu, belum bisa bahagiain kamu,” jawab Ana berusaha berpikir dewasa.

“Semua yang aku lakuin ke kamu karena aku sayang sama kamu. Kamu nggak ada salah, kok. Ini semua murni kesalahan aku, harusnya aku yang minta maaf. Setelah ini kita jangan sampai asing lagi. Terima kasih juga untuk waktu yang singkat dari kamu. Seenggaknya udah berhasil ngebuat hari-hariku kembali berwarna, kembali bersemangat, bisa merasakan cinta lagi yang lebih besar,” ucap Al serasa menggenggam tangan Ana.

Ana pun mengangguk sambil menangis, begitu juga dengan Al. Mereka menghabiskan waktu hingga sore hari. Mereka tak menyangka jika hubungan mereka yang baru terjalin dua bulan lebih akan berakhir secepat ini.

Bahkan mereka tak pernah menyangka, jika kebahagiaan yang mereka rasakan akan terasa singkat. Namun mau bagaimana lagi? Mungkin ini sudah menjadi takdir yang harus mereka terima dan mereka jalani.

Mereka percaya bahwa apa yang terjadi adalah yang terbaik, dan pasti ada hikmah di balik ini semua. Mereka menganggap mereka bukanlah jodoh, dan kelak mereka akan dipertemukan dengan seseorang yang jauh lebih baik lagi.

Entahlah, apakah masih ada harapan sekecil apa pun di hati mereka bahwa suatu saat keluarga Al akan bisa berubah pikiran, mereka pun juga tak tahu. Yang mereka tahu, semua telah terjadi. Mereka harus bisa dipaksa ikhlas menerima semua.

Kini hubungan mereka bagaimana senja, yang hanya memberikan keindahan sesaat, lalu menghilang ditelan kegelapan malam.

Ya Allah, terima kasih untuk kebahagiaan sesaat yang kembali kau berikan.

Terima kasih banyak untuk semua kisah yang telah kamu ukir di hidup aku. Yang awalnya aku mau menjadi lebih baik lagi, namun ternyata aku harus menjadi seorang bad girl. Dan sekarang entahlah, bagaimana aku akan menjalaninya? Entah aku akan merubah hidupku, atau aku akan menjadi seorang bad girl selamanya. Aku tak tahu. Yang aku tahu, aku bahagia pernah mengenalmu.

╔═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╗
• • B E R S A M B U N G • •
╚═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╝

Sampai di sini dulu yaa...
Gimana ceritanya? Kalau bagus, jangan lupa untuk vote, comment, and share yaa.... Karena itu gratis.
See you next part😍...

Salam
Eryun Nita

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 28 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ALANA: Bad Girl VS Bad Boy [End]Where stories live. Discover now