Bab 3: Gagal Kemah

71 8 0
                                    

╔═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╗
~ HAPPY READING ~
╚═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╝


≪━─━─━─━─=== • ✠ • ====─━─━─━─━≫

Dua bulan kemudian, akan diadakan acara perkemahan tingkat SMAA se kabupaten Malang, tak terkecuali sekolah Ana. Sebagai anak yang aktif dan juga berprestasi, tentunya Ana menjadi anak pertama kali yang dipilih oleh sekolah untuk menjadi anggota dalam perkemahan tersebut.

Tentu saja Ana yang mempunyai hobi di bidang pramuka sangat senang. Ia sangat menyukai perkemahan. Ia sudah mempunyai harapan besar sedari masuk SMA untuk bisa ikut kemah lagi.

Akhirnya, penantian Ana selama dua tahun lebih kini terbayarkan, karena ia akan ikut perkemahan tingkat kabupaten bersama teman-temannya.

Setelah semua guru telah menyebutkan nama calon anggota yang akan ikut, semua dikumpulkan di aula untuk mengikuti rapat dan juga membahas tentang jadwal latihan.

Saat itu, Ana terpilih untuk mengikuti lomba cerdas cermat. Ia dengan senang hati menerima pembagian tugas lomba itu.

Selesai pembagian, semua siswa diperbolehkan pulang. Saat itu, Ana sudah mempunyai janji untuk pergi bersama Mukhlis sepulang sekolah.

Setelah mereka bertemu, akhirnya mereka pergi sebentar. Saat di jalan, Ana menceritakan bahwa ia terpilih untuk ikut perkemahan tingkat kabupaten bulan depan.

Mendengar hal itu pun Mukhlis bukannya mendukung justru kembali melontarkan kalimat-kalimat yang kurang mengenakkan di hati Ana. Ia kecewa dan juga marah dengan keputusan Ana yang menerima penunjukan dirinya untuk ikut sebagai anggota pramuka.

“Kamu ini gimana, sih?! Udah dibilangin kalau ada kemah jangan ikut kok masih tetap aja!” ucap Mukhlis dengan nada sedikit tinggi.

Karena masih di jalan, Ana pun tak menjawab. Ia hanya bisa diam saja dan juga menangis sepanjang jalan. Sampai akhirnya beberapa waktu kemudian mereka telah tiba di rumah Mukhlis.

Bukannya ke ruang tamu, Mukhlis justru mengajak Ana untuk mengobrol di dapur. Karena saat itu, ayah Mukhlis sedang tidur. Mereka takut jika di ruang tamu nanti akan terdengar.

“Kamu itu gimana, sih? Aku dari awal udah bilang kalau ada paskibra atau ada kemah kamu tuh jangan ikut. Pokoknya sekiranya itu berbaur sama banyak orang, aku tuh nggak suka.  Nanti kalau ada yang suka sama kamu, gimana? Kalau ada yang mau nyakitin kamu, gimana?” oceh Mukhlis dengan nada kasar sambil duduk di depan meja makan.

“Ya tapi kan kemah itu hobi aku dari SD. Bahkan aku sebelum masuk SMA udah nyiapin beli tas yang besar supaya bisa digunain buat kemah. Dan sekarang aku udah ditunjuk pertama sendiri, masa aku mau tiba-tiba mundur? Gimana coba ngomongnya?” jelas Ana berusaha membela diri.

“Itu urusan kamulah. Dari awal aku udah bilang kalau kamu ada kemah jangan ikut. Buktinya apa? Kamu awal ditunjuk juga nggak menolak, kamu mengiyakan. Bahkan sampai ikut rapat. Emang ya, omongan aku tuh sekarang udah nggak pernah kamu anggap lagi. Kamu tuh anggap aku nggak sih sebagai pacar kamu? Kamu harusnya nurut sama aku. Aku tuh pacar kamu. Aku tahu mana yang terbaik buat kamu. Apalagi sekarang juga musim hujan, takutnya kalau kamu kemah terus kita juga nggak tahu tempatnya tuh di mana. Kalau sampai sakit gimana? Ini juga demi kebaikan kamu tahu nggak?” omel Mukhlis lagi sambil mengisap rokoknya.

“Ya terus aku harus gimana? Bantu nyari alasan, dong!” pinta Ana sambil terlihat putus asa ketika duduk di depan meja makan.

“Itu derita kamu! Aku udah dari awal ngelarang, kamu tetap melanggar. Sekarang ya terserah kamu mau nyari alasan apapun itu. Yang penting kamu mundur. Kalau kamu nggak mundur, kamu tahu sendiri kan resikonya apa?” ancam Mukhlis lagi dengan ekspresi wahah acuh.

Mendengar kata-kata Mukhlis, Ana semakin menangis menjadi-jadi.

“Gak usah nangis. Aku paling malas liat cewek nangis nanti. Kalau ayah aku denger, ayahku bakal marah-marahin aku. Nanti dikiranya aku ngapa-ngapain kamu. Udah diam!” perintah Mukhlis dengan nada tinggi.

Mendengar bentakan Mukhlis yang seperti itu dengan nada tinggi, membuat Ana semakin sakit hati. Tiba-tiba, ia mendengar bahwa ayah Mukhlis keluar dari kamarnya. Dengan cepat Ana langsung mengusap air matanya.

Kemudian saat ayah Mukhlis mengampiri mereka, Ana pun menyalaminyax kemudian berbasa-basi. Setelah ayah Mukhlis pergi, Ana kembali diam.

“Kenapa diam aja? Udah tau kan harus ngapain?” tanya Mukhlis dengan tatapan benci.

Ana mengangguk perlahan. “Iya aku tahu. Aku bakal mundur,” ucap Ana dengan sedih dan terpaksa.

“Oke pinter. Gitu dong baru pacar aku,” rayu Mukhlis sambil tersenyum.

Setelah dirasa keadaan sudah aman, Mukhlis segera mengajak Ana pergi ke ruang tamu.

“Mau ngapain lagi, sih? Aku mau pulang, ini udah mau sore,” ucap Ana.

“Kita main bentar aja,” ajak Mukhlis dengan santai.

Ya! Rumahnya yang masuk gang dan di kanan kirinya meskipun ada tetangga, namun rumahnya terletak di sudut komplek, membuat rumahnya jarang sekali ada orang yang berlalu lalang di depan rumahnya. Sehingga saat ia bermain bersama Ana pun tidak akan ketahuan.

“Nggak, aku nggak mau! Aku mau pulang,” tolak Ana tiba-tiba.

“Kok kamu sekarang udah berani nolak aku? Kamu tahu kan resikonya kalau kamu menolak ajakan aku?” ancam Mukhlis lagi sambil memegang erat tangan Ana.

Akhirnya dengan terpaksa, Ana kembali melayani Mukhlis. Meskipun dengan keadaan hatinya yang sudah sangat hancur karena apa yang dia inginkan telah dilarang, kini ia harus melakukan perbuatan dosa itu bersama Mukhlis.

Pastinya, ini bukan yang kedua kalinya, tetapi sudah merupakan yang kesekian kalinya. Karena hampir setiap minggu Mukhlis selalu mengajaknya.

Terbayang betapa hancurnya hati Ana. Tubuhnya rusak. Dirinya sekarang dihancurkan oleh lelaki yang tak kenal dosa seperti Mukhlis. Lelaki yang sangat brengsek juga jahat.

Ia terlalu jahat untuk gadis yang baik dan juga polos seperti Ana. Namun mau bagaimana lagi. Ana terpaksa menurutnya. Karena ia tahu apa yang akan Mukhlis lakukan jika ia menolak.

Akhirnya beberapa hari kemudian Ana memberanikan diri untuk berbicara empat .ata bersama wali kelasnya. Ia mengatakan bahwa ia bermaksud mengundurkan diri dari perkemahan itu dengan alasan yang masih sama, yaitu dia mempunyai riwayat darah tinggi yang sering kambuh jika kelelahan.

Karena masalah kesehatan, wali kelasnya pun juga tak berani untuk memaksa Ana ikut. Sehingga dengan berat hatix wali kelasnya pun menerima keputusan Ana dan berusaha mencari Pengganti secepatnya.

Ana terlihat lega karena yang diminta Mukhlis telah dituruti. Itu berarti dia Aman. Namun dengan berat hati ia harus merelakan kembali hobinya meskipun sangat berat.

Kenapa Mukhlis sekarang jadi berubah, ya? Padahal dulu pas awal pacaran dia ngedukung banget apa yang aku suka. Kenapa sekarang semua yang aku suka dilarang? Kenapa dia jadi gini? Apa aku masih kuat ya kalau ke depannya gini terus? tanya Ana dalam hati sambil meneteskan air mata.

╔═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╗
• • B E R S A M B U N G • •
╚═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╝

Sampai di sini dulu yaa...
Gimana ceritanya? Kalau bagus, jangan lupa untuk vote, comment, and share yaa.... Karena itu gratis.
See you next part😍...

Salam
Eryun Nita

ALANA: Bad Girl VS Bad Boy [End]Where stories live. Discover now