Bab 14: Bunuh Diri (?) dan Pertolongan

51 8 0
                                    

╔═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╗
~ HAPPY READING ~
╚═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╝


≪━─━─━─━─=== • ✠ • ====─━─━─━─━≫

Sesampainya di tempat yang Ana tuju, ia langsung turun dari motor lalu menaiki sebuah pembatas jembatan. Ana berpegangan pada tiang beton yang ada di sana.

Ana sengaja meninggalkan ponselnya dan ia letakkan di motor. Ia benar-benar ingin mengakhiri hidupnya malam itu juga tanpa membawa tas dan juga ponselnya saat terjun ke bawah.

Saat Ana telah memejamkan mata dan mengambil napas dalam-dalam, tiba-tiba terlihat tiga orang lelaki dari kejauhan tengah melihat aksi Ana.

“Eh, Ris! Itu bukannya si Lia, ya?” tanya seorang lelaki bernama Hendri.

“Iya bener, itu si Lia. Loh, ngapain dia manjat pagar jembatan kayak gitu?” tanya Riski.

“Eh, coba lu lihat lebih jelas lagi. Kayaknya Lia mau bundir,” kata Irul.

“Ha! Ya udah, buruan kita samperin sebelum terlambat!” ajak Hendri sambil berlari bersama kedua temannya.

Akhirnya ketika orang lelaki tersebut yang ternyata adalah teman Ana langsung berlari menghampiri Ana.

Baru saja Ana akan melepaskan pegangannya dan mencoba terjun ke bawah, tiba-tiba ada yang menarik tangannya.

“Lia! Jangan lakuin ini!” ucap lelaki tersebut sambil menarik tangan Ana dengan kuat. Sehingga, Ana pun langsung tertarik ke belakang dan jatuh ke dalam dekapan lelaki tersebut.

“Loh! Bang ... Hendri! Ngapain di sini? Kok ada Bang Rizki sama Bang Irul juga?” tanya Ana sambil menatap Hendri dan kedua temannya.

“Harusnya aku yang tanya, kamu ngapain di sini malam-malam? Pakai acara mau lompat dari jembatan lagi,” tanya Hendri lagi.

“Iya, Li. Harusnya kamu kalau ada masalah itu cerita sama kami. Kamu kan tahu kita udah deket banget. Bahkan kami udah nganggep kamu kayak adik kami sendiri. Tolong jangan kayak anak kecil dengan ngelakuin hal bodoh kayak gini,” peringat Riski terlihat iba melihat Ana.

Tanpa menjawab, Ana justru menangis dalam dekapan Hendri. Akhirnya Hendri yang tak tega pun memeluk Ana dengan erat.

“Mungkin kamu butuh waktu buat cerita. Sekarang kamu boleh nangis dulu dipelukan aku, kamu tenangin diri dulu, kamu luapin semua emosi kamu. Aku bakal nunggu sampai kamu tenang, kok,” ucap Hendri sambil membelai kepala Ana dengan lembut.

Riski yang melihat itu pun hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia tak menyangka jika Hendri–teman yang ada di depannya sekaligus sudah seperti kakaknya sendiri pun ternyata masih bisa sebucin itu sama cewek.

Sedangkan terlihat rasa iri dalam hati Irul melihat kemesraan Ana dan juga Hendri.

Sesaat kemudian saat Ana telah tenang, akhirnya Hendri pun mengajak mereka semua untuk pergi ke kafe di daerah tersebut sambil menanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada Ana.

Akhirnya Hendri yang semula berboncengan dengan Riski pun menyuruh Riski dan Irul untuk menaiki motor sendiri-sendiri. Sedangkan Hendri membonceng Ana menggunakan motor Ana untuk pergi ke kafe.

Ana yang merasa putus asa tak tahu harus berbuat apa pun hanya bisa menuruti kemauan teman-temannya tersebut yang sudah seperti kakak baginya. Karena Ana tahu, mereka lebih dewasa darinya dan bisa memberikan saran yang terbaik. Setelah itu, mereka pun berangkat ke kafe bersama-sama.

Sesampainya di kafe, Hendri memesankan minuman dan makanan, lalu mencari tempat duduk yang berisi satu meja untuk empat orang.

Sambil menunggu pesanan datang, Hendri, Irul, dan juga Riski pun menanyakan mengapa Ana sampai mau berbuat hal seperti tadi. Mereka lebih akrab memanggil Ana dengan nama Lia.

ALANA: Bad Girl VS Bad Boy [End]Where stories live. Discover now