Bab 10: Pertengkaran

39 9 0
                                    

╔═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╗
~ HAPPY READING ~
╚═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╝


≪━─━─━─━─=== • ✠ • ====─━─━─━─━≫

Tak terasa satu bulan telah terlewati, dan selama itu pula, Ana masih terus berbalas pesan dengan Irwan. Bahkan ia sudah mulai mempunyai rasa padanya. Namun, tetap ia harus menjaganya dari Mukhlis.

Bahkan saat itu, Mukhlis bekerja berjualan nasi goreng. Sehingga pulangnya selalu malam, dan Irwan juga pagi sampai sore bekerja, maka dari itu, Ana hanya bisa ada waktu dengan Irwan malam hari.

Setiap malam, Ana selalu berusaha membagi waktu untuk Irwan dan juga Mukhlis. Bahkan ia lebih memprioritaskan Irwan. Karena menurutnya, Mukhlis sudah mulai tak bisa menghargainya lagi. Justru Irwan yang selalu membuatnya tertawa.

Akhirnya, sering terjadi cekcok di antara Mukhlis dan Ana karena Mukhlis merasa Ana Sudah jarang memberikan waktu untuknya. Ana berpikir, untuk apa ia berusaha memberikan waktu jika keberadaannya saja tak pernah dihargai lagi.

Bahkan setiap awal video call, Mukhlis selalu mulai menyibukkan diri dengan bermain game. Ana pun mulai terbiasa tak mempermasalahkan itu. Ia beralasan berpura-pura tidur. Beberapa menit kemudian, tiba-tiba ia mematikan sambungan WiFi dan beralasan trouble. Padahal, ia ganti menghubungi Irwan.

Ana mempunyai dua aplikasi WhatsApp. Satunya ia gunakan untuk Mukhlis, satunya untuk Irwan. Meskipun Mukhlis sudah mempunyai keduanya, namun ia masih tetap menggunakan nomor yang satunya.

Sampai tibalah suatu malam Ana pernah ketahuan online di WhatsApp satunya. Akhirnya anda mencari alasan segala macam sampai Mukhlis percaya. Dari situ Ana mulai berpikir, bagaimana caranya supaya aman selingkuh.

Akhirnya ia membeli sebuah kartu SIM baru, kemudian ia mengkloning aplikasi WhatsApp-nya, sehingga ia bisa menyembunyikan aplikasi tersebut yang digunakan untuk chatting-an dengan Irwan yang baru dan Muklis tidak bisa menemukannya.

Suatu hari, mereka pun pergi ke Stadion Kanjuruhan. Mereka duduk di taman belakang. Di situ, Ana sudah mulai terlihat tidak nyaman bersama dengan Mukhlis, terlebih saat Mukhlis kembali membahas tentang rencana kuliah Ana.

Ia tetap melarang Ana untuk ikut organisasi apa pun. Ia hanya tetap menyuruh Ana untuk fokus belajar saja tanpa ikut kegiatan satu pun. Bahkan jika ada event-event apa pun Ana juga dilarang untuk ikut.

Awalnya Ana mengatakan 'iya'. Namun ia kembali bercerita bahwa ekonomi keluarganya sedang tidak baik-baik saja. Ia bermaksud ikut mencari kerja paruh waktu, namun Mukhlis dengan terang-terangan melarangnya.

Ia mengatakan bahwa ia akan membantu biaya kuliah Ana. Tetapi Ana berpikir, Mukhlis saja penghasilannya masih belum cukup untuk dirinya sendiri. Bagaimana untuk membantu Ana?

Ana berkali-kali menyuruh Mukhlis untuk mengutamakan keluarga Mukhlis daripada Ana, namun Mukhlis bersikeras. Dia terlalu terobsesi pada Ana, sehingga ia lebih mengutamakan Ana. Karena tak ada pilihan lain, Ana pun terpaksa menurutinya.

Sampai akhirnya, Mukhlis benar-benar membatasi sekali ruang lingkup Ana. Awalnya, Ana merasa baik-baik saja ketika berbicara. Namun ada satu hal yang membuat Ana sensitif dan seolah benar-benar membuatnya tidak bisa menerima keputusan Mukhlis, yaitu soal hubungan intim.

Akhirnya, Ana memutuskan untuk mengatakan apa yang ia pendam pada Mukhlis.

“Oke, sekarang gini. Kamu ngelarang aku buat ini itu. Aku bisa nurutin semua mau kamu asalkan kamu juga nurutin kemauan aku biar adil,” tegas Ana.

ALANA: Bad Girl VS Bad Boy [End]Where stories live. Discover now