Bab 8: Permulaan

38 7 0
                                    

╔═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╗
~ HAPPY READING ~
╚═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╝


≪━─━─━─━─=== • ✠ • ====─━─━─━─━≫

Satu bulan kemudian, hubungan Ana dan Mukhlis semakin tak baik-baik saja. Terlebih sejak peristiwa dari pantai kemarin membuat Ana semakin benci pada Mukhlis.

Bagaimana tidak? Mukhlis tahu bahwa Ana sangat menyukai pantai. Awalnya Mukhlis menjanjikan akan mengajak Ana ke pantai dan have fun di sana. Namun justru yang Ana dapatkan malah sebaliknya.

Bukannya ia bisa have fun sambil mengabadikan banyak foto, justru ia harus mengurusi Mukhlis yang mabuk hanya karena anggur merah itu.

Ibaratnya, Mukhlis telah menjanjikan kebahagiaan, namun justru memberikan duka. Atau bisa juga Mukhlis menjanjikan akan mengajaknya ke surga, namun justru berhenti di neraka. Betapa sedih yang Ana rasakan. Terlebih lagi karena make up-nya telah dibuang oleh Mukhlis.

Akhirnya untuk menghibur hati, Ana yang sedang sedih pun pergi ke kafe di Malang kota tanpa sepengetahuan Mukhlis.

Siang hari sekitar pukul sebelas saat Mukhlis sedang ada acara bersama keluarganya di Singosari, Ana berbohong bahwa ia sedang sibuk di rumahnya. Padahal ia pergi ke Malang kota untuk menghibur hatinya yang sedang sedih.

Sesampainya di kafe, Ana melihat kafe sangat ramai pengunjung. Padahal hari itu hari Sabtu. Hanya tersisa 1 meja dengan 4 bangku, di mana 2 bangku tersebut sudah ada perempuan seusia SMP.

Karena sudah sangat panas, Ana pun sudah malas mencari tempat lain untuk bersantai. Ia memutuskan untuk berbaur bersama dua perempuan tersebut.

Sorry, numpang nanya. Ini kursinya kosong, atau ada temen kalian yang booking?” tanya Ana kepada kedua perempuan tersebut.

“Oh, enggak kok, Kak. Ini kosong, duduk aja nggak papa gabung sama kami,” ucap salah satu perempuan yang terlihat lebih muda.

“Oke, thank you.” Ana pun duduk sambil tersenyum.

Tak lama kemudian, datang seorang lelaki seusia Ana. Ia terlihat sangat kepanasan. Lalu ia terfokuskan pada satu bangku yang kosong di sebelah Ana. Karena meja lain sudah penuh, sehingga ia terpaksa harus duduk di sebelah Ana.

“Boleh gabung, nggak? Soalnya udah ful yang lain. Kalau nggak boleh nggak papa, kok, aku bisa cari tempat lain,” ucap lelaki tersebut ketika tengah berdiri di depan Ana dan kedua perempuan tadi.

“Oh, iya boleh. Gabung aja nggak papa, kok. Nggak malu, 'kan? Soalnya ini cewek-cewek semua,” tanya Ana.

“Santai aja, kan cuma nyantai doang di sini, nggak macem-macem,” ucap lelaki tersebut sambil duduk.

Setelah memesan, belum sempat Ana menanyakan nama kedua perempuan itu, mereka berdua pamit untuk pergi.

Sorry, ya, kami udah lama banget di sini. Kak, pamit dulu, ya. Mau lanjut, ada acara soalnya.” Kedua perempuan tersebut terlihat beranjak dari tempat duduk.

“Eh, tapi kan, kita belum kenalan. Minimal kenalan kek, biar nambah temen,” canda lelaki tersebut di sebelah Ana.

“Oh enggak, deh, kalian berdua aja lanjut kenalan. Kami ada urusan. Thank you, ya, bye!”

Mereka berdua pun langsung pergi meninggalkan kafe tersebut, dan tentunya di meja tersebut kini tinggal Ana dan lelaki tersebut. Akhirnya mereka pun berkenalan.

“Oh ya, btw, nama kamu siapa?” tanya lelaki tersebut sambil menghisap rokoknya.

“Aku Ana. Kamu siapa?” tanya Ana balik sambil menatap wajah lelaki tersebut.

“Kenalin, aku Irwan. Kamu ngapain sendirian di sini? Pacarnya mana?” tanya Irwan sambil menjabat tangan Ana.

“Aku lagi pengen nyantai aja, sih, sendirian, soalnya nggak punya pacar. Kalau kamu?” Ana balik bertanya.

“Sebenarnya aku bukan asli orang sini. Rumahku sebenarnya di Riau. Aku di sini liburan, karena ayahku asli Tuban. Tapi ayahku nggak ikut, jadi aku ke sini sama teman-temanku, dan dua hari lagi aku pulang,” jelas Irwan sambil menyeruput kopinya.

Pantesan logatnya logat batak campur melayu, batin Ana.

“Kok cepet banget? Atau kamu mau sekolah, ya? Soalnya bentar lagi udah pada masuk anak-anak sekolah,” tanya Ana yang penasaran.

“Nggak, aku udah lulus tahun kemarin, tapi aku kelahiran 2004. Sekarang aku kebetulan ada cuti kerja selama 2 minggu, dan teman-teman aku pengen banget ke Jawa Timur. Ya udah aku ajak ke Malang, karena wisatanya di sini banyak,” tukas Irwan sambil tersenyum.

“Oh, gitu. Tapi sini Tuban jauh. Kamu jauh-jauh ke Malang cuma sebentar di sini?” Ana terlihat semakin penasaran.

“Enggaklah, kami nyari penginapan. Jadi dua hari lagi aku balik ke Tuban, terus balik lagi ke Riau dan lanjut kerja lagi. Soalnya setahun cuma dapat cuti dua kali,” tukas Irwan lagi.

“Oh gitu, ya?” Ana terlihat paham dengan penjelasan Irwan.

Irwan hanya mengangguk.

Setelah itu, mereka pun mengobrol lama sekali. Hingga tak terasa waktu sudah sore.

“Eh, udah sore, nih. Aku mau pulang dulu, ya. Thank you udah nemenin aku di sini,” pamit Ana sambil tersenyum.

“Oh, ya udah. Hati-hati, ya. Semoga di lain kesempatan kita bisa ketemu lagi,” ucap Irwan.

“Iya, semoga aja.” Ana pun tersenyum.

“Oh ya, boleh minta nomor WA-nya, nggak? Meskipun nanti kita nggak bakal ketemu lagi, seenggaknya bisa saling nyambung kontak di WA,” pinta Irwan sambil menyodorkan ponsel miliknya pada Ana.

“Boleh deh, kalau gitu.”

Akhirnya, mereka berdua pun bertukar nomor WhatsApp. Setelah itu, Ana pulang terlebih dahulu, sedangkan Irwan masih tetap berada di kafe itu sendirian.

╔═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╗
• • B E R S A M B U N G • •
╚═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╝

Sampai di sini dulu yaa...
Gimana ceritanya? Kalau bagus, jangan lupa untuk vote, comment, and share yaa.... Karena itu gratis.
See you next part😍...

Salam
Eryun Nita

ALANA: Bad Girl VS Bad Boy [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang