6. As Autumn Brings Cold Wind

1.2K 204 17
                                    

Sedetik setelah headband dilepas, rambut hitam legam Dewa kontan turun menutupi area dahinya. Baru saja menyelesaikan satu set pertandingan tenis, wajah lelaki itu sudah dibanjiri peluh akibat semangat berkobarnya yang berambisi memenangkan enam game secara berturut-turut. Ia melangkah santai menuju taman kecil dengan tempat duduk dan meja berwarna senada yang mulai diisi oleh dua pria berumur 60-an.

Pembicaraan keduanya mengalir lancar bagai kawan lama yang baru bercengkrama lagi setelah beberapa waktu terpisah, sampai-sampai kehadiran Dewa tak dihiraukan. Padahal, Henry-ayahnya-baru saja berkenalan dengan si lawan bicara di salah satu acara amal yang diselenggarakan beberapa waktu lalu.

"Bagus, lho, mainmu."

Tersenyum tipis menanggapi pujian yang datang dari sang tuan rumah, Dewa membalas berbalut segan, "Thank you, Om. Saya masih sambil ngasah-ngasah juga ini."

Tak berbeda dari minggu-minggu sebelumnya, weekend Dewa kali ini dihabiskan dengan sebuah aktivitas olahraga yang kebetulan dilakukan bersama ayahnya dan kenalan baru sang ayah. Pria pemegang title founder dan chairman pada salah sebuah perusahaan industri media terbesar di Indonesia; menaungi stasiun-stasiun televisi swasta, jaringan radio, rumah produksi film, hingga media cetak dan digital tersebut, biasa Dewa panggil sebagai Om Karim.

"Wah, kalau begitu kamu kapan-kapan harus main sama anak tengah saya. Jago sekali dia." Pria itu memasang senyum meyakinkan.

Bertempat tinggal di bilangan Kebayoran Lama, Karim memang beberapa kali mengajak Henry dan dirinya untuk bermain tenis di rumah pria itu yang berada di Bukit Golf Pondok Indah. Akan tetapi, rencana tersebut sulit terealisasi akibat selalu bentroknya jadwal mereka. Padahal, kediaman Dewa dan sang ayah dari hunian Karim tidaklah begitu jauh dikarenakan ketiganya berwilayah di Jakarta Selatan. Anak dan ayah itu sama-sama memiliki hunian di kawasan Kebayoran Baru. Hal yang membedakan adalah, jika rumah tempat keluarganya menetap berada di Jalan Hang Lekir, maka apartemen tempat lelaki itu tinggal berlokasi di The Soluna Residences yang berdiri di sekitaran Jalan Dharmawangsa.

"Malah senang sekali si Dewa kalau ditantang begitu." Henry, mewakili Dewa, menanggapi tawaran sang tuan rumah.

Dengan air muka yang semakin cerah, Karim meneguk air mineral sembari menyorot Dewa penuh arti. "Anak perempuan saya yang itu seumuran kamu, Dewa. Baru saja selesai ambil Master di Columbia*."

Menanggapi dengan beberapa anggukan, Dewa kemudian mengajukan pertanyaan lanjutan guna berbasa-basi. Karim benar-benar sangat semangat membahas putrinya, sampai-sampai Dewa sedikit terpaksa menanggapi dengan sama semangatnya.

Berderai sisa-sisa tawa, Karim menatap Henry penuh misterius. Tak lama, kepalanya teralih pada Dewa. "Kamu sudah punya pasangan?"

Terdiam, laki-laki termuda yang ditanyai itu malah saling berpandangan dengan sang ayah. Seolah tengah berbicara melalui tatapan mata. Tak kunjung mendapat jawaban, Karim akhirnya kembali membuka suara. "Kalau belum, kamu boleh coba ngobrol-ngobrol sama anak saya."

Ini dia.

Telah memperkirakan kalimat tersebut akan menyapa gendang telinganya, Dewa menampilkan senyum hangat yang dilapis keyakinan utuh hingga menampilkan kedua lesung pipinya yang sedikit terlihat sedikit samar. "Saya sudah menikah, Om."

Mata Karim membulat lebar, tentu saja sangat terkejut. Menyadari hal tersebut, Dewa buru-buru memperjelas. "Ah, ya, only my family knows about this. Acaranya pun hanya dihadiri oleh anggota keluarga kami."

Sang ayah yang sedari tadi sunyi, mulai bergabung kembali dalam obrolan. "Kamu tahu putrinya Roy?"

Menanggapi pertanyaan Henry, Karim mengangguk singkat, kemudian bertanya untuk memastikan. "Roy Abraham Rafauri? Co-founder CSR Law Firm?"

A Sip of Her Pink DrinkWhere stories live. Discover now