🖤 15; DEEP TALK

41 14 22
                                    

“Jangan menyerah ya, Jen. Jangan sedih lagi. Ada gue. Gue bakal ada di samping lo, apapun yang terjadi. Lo bisa cerita apa aja ke gue, dan gue janji bakal dengerin semua cerita lo. Jangan ngelakuin hal berbahaya lagi. Kasian tubuh lo, Jen.”—Lovela Angelina Cheryl.

____________

Lovela menepikan mobilnya di depan sebuah bar yang cukup terkenal di kota Jakarta. Heaven Club's namanya. Dengan perasaan cemas, dan panik, ia segera turun dari mobil hitamnya. Kedua langkah kakinya menapaki lantai dengan cepat. Ia berjalan terburu-buru memasuki tempat bising dan berbau asap rokok serta minuman keras itu. Beberapa kali tubuh mungilnya tertabrak tubuh orang.

Ketika sampai di depan sebuah konter minuman, Lovela bertanya kepada seorang lelaki yang berprofesi sebagai bartender di bar itu mengenai keberadaan Jendra dan teman-temannya. Untungnya lelaki itu mengenal mereka, sebab mereka adalah pelanggan VVIP Heaven Club’s. Lantas lelaki itu membantu Lovela mengantarnya ke sebuah ruangan khusus tamu VVIP yang terletak tidak jauh dari konter minuman tadi.

Sesampainya di depan ruangan VVIP, Lovela segera membuka pintu ruangan itu dan melangkah masuk ke dalam. Kedua matanya membelalak sempurna mendapati Jendra yang tertidur di atas sofa dengan penampilan yang sangat kacau. Kemeja hitam yang tiga kancingnya terbuka sehingga menampakkan dada bidangnya. Surai hitam legamnya yang berantakan. Wajahnya yang lebam-lebam dan terdapat luka gores di sudut kanan bibirnya serta di pipi kirinya.

Semua anggota inti VICTOR terdiam membisu menatap kehadiran Lovela di dalan ruangan yang biasa mereka gunakan untuk bersenang-senang.

“Ya ampun, Jen! Lo enggak apa-apa?” Lovela berlari kecil menghampiri Jendra yang sudah terlelap tak sadarkan diri.

“Bos engga papa, Neng. Dia cuma tepar aja gara-gara minum kebanyakan,” sahut Zidan yang menatap dua sejoli di depannya itu dengan sorot sedih.

“Kok, Jendra bisa mabuk gini, sih? Dia ada masalah apa?” tanya Lovela kepada teman-teman Jendra yang duduk di sofa panjang di hadapannya.

“Kita juga enggak tahu. Tiba-tiba Nicholas si bartender disini nelpon gue kalau Jendra mabuk parah engga seperti biasanya. Dia juga ngamuk-ngamuk sampe ngehajar orang lain yang enggak tahu apa-apa,” ujar Adinata, lalu menghela napas berat. Dalam hati ia sudah tahu alasan Jendra seperti ini. Iya apalagi alasannya kalau bukan karena habis berantem dengan papahnya?

“Mending kita bawa Jendra ke markas sekarang,” celetuk Reynan yang sedari tadi diam menyimak pembicaraan teman-temannya.

Lovela mengerutkan keningnya. “Enggak dibawa ke rumah Jendra aja?”

“Bokapnya bisa marah besar kalau tahu,” jawab Narendra, rautnya tetap dingin.

“Udah, Vel. Di markas jauh lebih aman, ada kita-kita juga, kok,” kata Rafif menenangkan Lovela.

Akhirnya Lovela menurut. Ia pun berusaha membangunkan Jendra dari posisi tidurannya. Adinata dengan sigap membantu Lovela untuk menarik tubuh Jendra agar bangkit berdiri, dan memapahnya bersama Lovela. Mereka semua pun keluar dari dalam ruangan VVIP. Banyak sekali orang-orang yang melihat ke arah mereka, tetapi mereka cuek saja. Sesampainya di lahan parkir Heaven Club’s, Lovela meminta Adinata untuk membawa Jendra masuk ke dalam mobilnya karena yang lain membawa motor. Adinata pun setuju.

Setelah mendudukan tubuh Jendra di kursi penumpang mobil Lovela, Adinata baru teringat jika ponsel Jendra masih ada di dalam ruangan. Ia pun memesan kepada Lovela untuk tetap di mobil dan izin pergi ke dalam bar lagi untuk mengambil benda pipih itu di sana. Namun, Lovela melarangnya, ia mengajukan diri untuk memgambilnya. Tentu saja Adinata menolak, tetapi karena Lovela bersikeras akhirnya mau tidak mau ia pun mengalah.

AL JENDRAWhere stories live. Discover now