"Aku ngerasa lagi kejebak di dunia lainn," keluh Sasya.

Suasana kelas XI MIA 1 DAN XI MIA 2 begitu berbeda.

Kemudian, Sasya menjatuhkan kepalanya di atas meja, menjadikan lengannya sebagai bantalan.

Sasya mengedip-ngedipkan matanya berulang kali. Ia tidak salah melihatkan? Pemuda yang duduk di samping jendela itu adalah Varen---teman satu tempat kerja dengan Agam yang Sasya temui kemarin.

"Raka, cowok yang duduk di barisan nomor tiga dari depan... namanya Varen Sagara?" ujar Sasya memastikan.

Raka berdehem pelan tanpa mengalihkan matanya dari buku pelajaran.

"Dunia kok sesempit ini yaa?" gumam Sasya.

Sasya meregangkan badannya yang pegal-pegal. Dan, Sasya baru teringat kalau ia belum berterima kasih pada Varen yang membantunya kemarin.

"Agam nggak simpan nomornya Varen?" Sasya terus mencari kontak Varen di ponsel Agam.

Sasya membuka grup kelas XI MIA 1, hasilnya nihil. Sasya tidak tau yang mana nomor milik Varen. Niatnya, Sasya ingin bertanya pada Raka. Namun, sepertinya Raka masih serius belajar. Sasya tidak mau mengganggunya.

"Kenapa Agam nggak punya nomor Varen? Mereka nggak temenan?" tanya Sasya di dalam hati.

***

Bel pulang sekolah telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Para siswa dan siswi SMA Bina Bangsa berhamburan meninggalkan sekolah unggul di kecamatan itu. Termasuk Agam.

Hari ini, Agam akan pulang bersama Adnan. Tapi, Abang sepupunya belum juga ada tanda-tanda kedatangannya.

Hati Agam terasa panas seolah sedang di bakar saat melihat dua remaja sedang bercanda tawa di parkiran sekolah.

Kedekatan antara Bora Bonita dan Niko Danendra lebih dari seorang teman sekelas.

"Ada hubungan apa mereka?" tanya Agam pada dirinya sendiri.

Sepengetahuan Agam, sejak ia menjadi Sasya dan masuk ke kelas XI MIA 2. Agam tidak menangkap hal yang mencurigakan dari Bora dan Niko. Lagi pula, Bora tekenal akan keramahannya.

"Mereka nggak ada apa-apanya kan?" pilu Agam.

Baru sebentar Agam melayang, kini ia seolah di tenggelamkan ke dasar laut yang paling dalam.

"Niko sama Bora pulang bareng?" kaget Agam.

Sang ketua OSIS melajukan motornya melewati Agam yang masih mematung. Di atas motor, Niko dan Bora masih asik mengobrol. Kali ini, Agam terabaikan.

"Agam!!" Sasya sedikit melompat saat tiba di hadapan Agam dengan cengiran khas Sasya.

Tidak ada respon dari Agam. Sasya pun menelaah ekspresi yang terpasang di raut wajah Agam. Lalu, Sasya menoleh ke sekelilingnya.

"Kenapa? Baru lihat hantu?"

Agam enggan menanggapi pertanyaan tidak penting Sasya.

Sasya menarik napasnya perlahan. "Aku nggak maksa kamu buat bantuin balikkin jiwa kita lagi." Sasya menjeda ucapannya, kemudian melanjutkan, "Besok... Kamu mau ya, ngajarin aku naik motor?"

Agam terkekeh sinis, "Kamu? Emangnya bisa?"

"Makanya aku mau belajar. Sumpah ya, Gam. Susah banget kalau nggak bisa naik motor. Aku udah ngerasainnya sendiri," celoteh Sasya.

Rasakanlah!Where stories live. Discover now