IX. Bagas dan Rambut Barunya

170 47 175
                                    

"Pak Ahmad!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Pak Ahmad!"

Nadanya ceria. Caranya berlari juga begitu riang, sampai rambutnya sedikit memantul ketika langkahnya dibawa mendekati pria berumur yang berdiri di tengah-tengah koridor kelas sebelas itu. Persis seperti seorang anak yang menyambut kepulangan ayahnya setelah ditinggal bekerja seharian penuh.

Pak Ahmad tersenyum hangat. Menunggu dengan sabar anak murid petakilan yang tetap disayangi itu. Memilih menunda langkah menuju ruangannya demi seorang Bagaskara Adyatma.

Bagas nyengir lebar. Menyugar rambutnya ke belakang yang langsung ditangkap baik maksud dan tujuannya oleh guru BK itu. "Sudah potong rambut?"

"Udah dong Pak. Gimana, ganteng 'kan?"

"Begitu dong. Kan bagus kelihatannya. Bapak juga ndak capek minta kamu potong rambut lagi. Kalo sudah begini kamu tambah ganteng!" Puji Pak Ahmad sambil merangkul bahu Bagas untuk berjalan beriringan.

"Saya sebenarnya tetep ganteng gimanapun keadaannya, Pak. Tapi saya potong rambut ada alasannya, Pak!" Bagas berujar bangga. Menepuk-nepuk dadanya sambil tersenyum.

"Apa alasannya?" Pak Ahmad bertanya dengan antusias. Selalu begitu. Bukan hanya pada Bagas, tapi pada semua muridnya. Bahkan meskipun murid yang paling sulit diatur sekalipun.

"Sebentar lagi Bagaskara Adyatma ini lulus Pak. Saya mau ninggalin kesan baik buat adik-adik kelas yang saya cintai dan ayomi itu, Pak. Saya mau dikenang sebagai murid teladan. Ya, walaupun di awal saya nakalnya nauzubillah," jelasnya dengan senyum manis.

"Alhamdulillah.. bagus itu. Bapak senang kamu mau berubah. Itu tandanya kamu sudah dewasa dan mau berkembang menjadi pribadi yang lebih baik. Bapak bangga sama kamu, Gas."

"Saya juga bangga sama diri saya sendiri, Pak."

Pak Ahmad mengangguk. Bangga sekali karena merasa sudah mampu merubah anak muridnya yang kelewat tengil ini. Akhirnya Bagas mau memotong rambutnya yang kelewat panjang itu. Bahkan sudah bisa dikuncir, sebelum Bagas memutuskan untuk memotongnya.

Sekitar lima menit mengobrol dengan Bagas, Pak Ahmad menyadari sesuatu. Koridor kelas tempat keduanya berjalan tampak sepi. Hanya ada mereka berdua, dan fakta bahwa Bagas berada di koridor kelas sebelas padahal dia anak kelas dua belas.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu disini? Bukannya jam belajar sudah mulai lima belas menit yang lalu?"

Bagas nyengir. Kepalanya digaruk dengan kikuk.

"Saya dikeluarin dari kelas sama Bu Rima, Pak. Ketiduran tadi. Hehe~"

"Astagfirullah, Bagas... Nyesel banget Bapak muji kamu tadi. Kelakuan kamu ini lebih sesuatu daripada Ganendra!"

"Maaf"

☘️☘️☘️

Hari ini mereka bertamu ke rumah Kevin. Membahas tentang tempat nongkrong mereka agar tidak terus-menerus berpindah-pindah. Kalau kata Bagas, udah kayak orang jaman prasejarah, suka nomaden.

GanendraWhere stories live. Discover now