V. More Important Than Everything

169 45 99
                                    

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.


Sekitar jam sembilan malam, selepas berjamaah di mushola, anak-anak mendatangi rumah Ganendra. Tidak ada tujuan yang pasti, hanya menghabiskan waktu bersama dengan mengobrol ringan atau bercanda gurau?

Ganendra sendiri tidak masalah kalau teman-temannya ingin bermain di rumahnya. Malah bagus, karena dia anak tunggal, jadi butuh teman. Dan kebetulan ada mereka berempat yang kemana pun Ganendra melangkah, disitu ada mereka.

"Gue bingung.... " Keempat remaja yang lain menatap Bagas.

"Apanya yang bikin bingung, sih, Bang?"

"Kan, tadi ada ulangan keagamaan, nih. Terus pertanyaannya, apa perbedaan dari fakir sama miskin. Gue jawab, lah. Semuanya sama-sama ga punya uang. Pas gue ngumpul ke depan, Pak Hanan bengong sambil ketawa-ketawa liatin jawaban gue. Kan gue jadi bingung... Habis tu, pas dibagiin hasilnya, jawaban gue salah. Makin bingung dah, apa tempat salahnya coba? Kan, bener, fakir sama miskin itu nggak punya uang."

"Tolol banget Bang Agas...." Kepalanya didorong oleh Kevin. Bagas tidak marah, malah planga-plongo sambil menggaruk tengkuknya.

"Gimana, ya, Gas? Lo itu seinget gue waktu SMP nilainya bagus mulu. Apalagi masalah agama. Secara bonyok lu itu religius dan bersahaja. Kenapa jadi begini, woi? Otak pintar lu dikemanain?" Sekali lagi, Bagas menggaruk tengkuknya.

Memang benar, apa yang dikatakan Ganendra. Dulu dia selalu mendapat nilai terbaik, selalu masuk tiga besar. Tapi semenjak masuk SMA dia jadi jarang belajar. Terlampau asyik dengan dunia pertemanan sampai lupa untuk sekedar membuka buku sebelum tidur.

Teman-temannya tidak salah. Memang dasarnya, Bagas saja yang tidak mau belajar. Kevin maupun Kenzo selalu meluangkan waktunya untuk sekedar mengerjakan tugasnya sebelum bermain.

Terutama Kenzo. Selain dia memang rajin, Kenzo juga punya Ganendra yang selalu mengingatkannya untuk belajar.

' Jangan lupa belajar. Tugasnya dikerjain dulu sebelum tidur. Kalo lo ga ngerjain tugas, gue nggak beliin caramel macchiato lagi.' Itu kata Ganendra hampir setiap harinya.

"Gue juga bingung, Bang.. "

"Kayaknya kebanyakan nonton porno nih anak. " Kepala Bagas ditepuk-tepuk Arsen. Tidak... Itu terlalu keras untuk sekedar tepukan.

"Astaghfirullah... Bagas nggak kayak gitu Kak Asen... " Tangan Arsen dipindahkan dari atas kepalanya.

"Asen..Asen. Nama gue Arsen, ya!" Yang lain tertawa. Lucu, Arsen yang pendiam dan cukup sabar selalu bisa tersulut emosi karena sifat tengil Bagas.

"Jadi gimana? Bedanya fakir sama miskin, teh apa?"

"Fakir tuh, yang benar-benar nggak ada tunjangan hidup sama sekali. Ada, tapi kayak besar pasak daripada tiangnya. Terus kalo miskin itu, bisa dibilang fifty fifty lah, ya. Pendapatan cuma cukup untuk biaya hidup sehari-hari."

GanendraOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz