Kriettt....

Pintu kayu itu berderit terbuka. Jantung Arshan rasanya tidak bisa berdetak dengan tenang menunggu seseorang yang akan segera ia lihat. Dia memejamkan mata sambil berdoa, semoga itu Shayra. Dia berjanji besok tidak akan marah-marah jika benar itu Shayra dan keadaannya baik-baik saja.

"Arshan?"

Arshan membuka mata dan menangkap seorang wanita pucat yang penuh luka dan juga perban di kepala, kaki, lalu tangan yang diperban dan diikat seperti orang yang mengalami patah tulang, sedang dituntun oleh Bibi tadi.

"Shayra," gumamnya dengan mata yang berkaca-kaca tanpa tahu kenapa. Sedetik kemudian, dia langsung berlari ke arah Shayra dan memeluknya erat sekali. Shayra sampai mundur beberapa langkah karena terkejut, tidak siap, juga bingung.

"Arshan?" Shayra dengan suaranya yang bingung bertanya, matanya mengedip tidak mengerti menatap wajah Arshan, seakan memastikan pria yang memeluknya ini sungguhan Arshan atau bukan. Seingatnya, Arshan selalu membencinya, tapi Arshan ini mengapa memeluknya? Mata Arshan baik-baik saja dan tidak mengira dia adalah Ilisha, kan?

"Kau baik-baik saja? Apa yang sakit? Bagaimana kau bisa jatuh ke jurang itu?" tanya Arshan sembari mengurai pelukan. Nada bicaranya juga terdengar khawatir.

Shayra benar-benar tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi sekarang ini. Saking bingungnya, ia bahkan tidak bisa mengatakan apa-apa.

"Tangan dan kakinya terkilir, Nak, tapi kami tadi sudah membawanya ke puskesmas," ucap wanita yang menolong Shayra tadi.

"Terkilir?" ulang Arshan. Kedua tangannya bergerak menggenggam tangan Shayra yang hanya diperban sedikit dan tidak diikat.

"Shayra!"

Shayra spontan menarik tangannya kembali dan melihat ke sumber suara. Ahana dan Mahira keluar dari van dan berlarian ke arah mereka. Setelah sampai, Ahana langsung memeluk Shayra sambil menangis. Mahira yang juga terisak hanya berdiri di sebelah mereka.

"Sayang, bagaimana keadaanmu? Bagaimana kau bisa jatuh ke jurang itu? Kau baik-baik saja, kan?" Rentetan pertanyaan itu keluar dari mulut Ahana yang wajahnya masih berlinang air mata.

"Shayra, kau tidak apa-apa 'kan, Nak? Kau baik-baik saja?" Gantian Hars yang bertanya dengan tak kalah khawatir dari Ahana.

"Shayra," Dan sekarang Kavi yang mendekat. Semua orang benar-benar mengkhawatirkan Shayra.

"Ma, Pa, Kavi, tenang, Shayra baik-baik saja. Kalian tidak perlu khawatir," ujar Shayra.

"Tapi kau terluka sebanyak ini, bagaimana ini bisa terjadi? Siapa yang melakukan ini?" isak Ahana.

"Ma," Shayra dengan tangannya yang hanya diperban sedikit dan tidak diikat, mengusap air mata di wajah sang ibu, "Shayra baik-baik saja, Shayra tidak apa-apa. Sudah, ya? Jangan menangis," hiburnya.

"Kau harus ke rumah sakit, Shayra. Luka-lukamu ini harus diobati," ujar Mahira.

Shayra buru-buru menggeleng. "Tidak perlu, Ma. Bibi dan Paman ini tadi sudah membawaku ke puskesmas. Aku baik-baik saja. Aku hanya ingin pulang ke villa sekarang."

"Tidak, Shayra. Kau harus ke rumah sakit," kata Kavi mendukung penuh Mahira.

Shayra menatap Kavi dan berdecak kecil. "Kavi, please. Kaluna juga pasti menungguku, kan? Aku mau kembali saja ke villa," putusnya.

Mahira dan Kavi akhirnya mengangguk dan menyerah. Yang penting Shayra sudah baik-baik saja, sisanya bisa diurus nanti.

Aryan yang sejak tadi diam pun mendekat pada sepasang suami-istri paruh baya itu, lantas mengeluarkan sebuah amplop tebal berwarna cokelat.

Dear, Mr. A (Completed)Where stories live. Discover now