PROLOG

29 7 1
                                    

WELCOME TO MY FIRST STORY

⚠️SEMOGA NGERTI ALURNYA⚠️

KALAU GAK SUKA SILAHKAN SKIP

PENASARAN? WAJIB STAY

_____

HAPPY READING!!



Dua remaja laki-laki dengan almamater abu basah di tubuh mereka tengah duduk di kursi tunggu. Mereka terlihat serius sedang berbincang.

"Ntar kalau dia bangun, gak usah ngomong apapun. Lo diem aja!" tutur Fawwaz. Cowo bernama lengkap Fawwaz Alzam dengan kacamata bertengger di hidungnya dan mata sayu terlihat serius.

"Oke oke, siap. Kalau perlu gue bakal cosplay jadi patung. Tapi gak janji," jawab Savian dengan nada bercanda. Cowo yang duduk bersama dengan Fawwaz tengah fokus pada benda pipih di tangannya. Ia terlihat lebih acak-acakan daripada Fawwaz, di mana almamaternya tak terkunci dengan satu kancing dari seragam putihnya dibiarkan terbuka.

Fawwaz menghela nafas sebelum akhirnya ia berdiri untuk mengintip ruangan bernomor 237 di lantai 2 melalui jendela pintu, di dalamnya berbaring seseorang yang sedang diperiksa oleh dokter.

Savian Pradipta. Ia melirik temannya yang terlihat sibuk mondar-mandir. "Duduk napa, gak pusing tu kepala bolak-balik mulu?" tanyanya dengan rasa kesal melihat Fawwaz yang tak bisa diam.

Kegiatannya terhenti. Ia menuruti perkataan Savian untuk duduk kembali. Sekali lagi Fawwaz menghela nafas. Ia menyenderkan punggungnya pada kursi lantas menutup matanya. Tak ada yang bersuara. Savian sibuk dengan ponselnya sementara Fawwaz sibuk dalam pikirannya.

"Sa, lo pernah mikir gak sih, kalau Ilzam bakal pindah alam?" celetuk Fawwaz tiba-tiba, membuat Savian langsung menghadiahinya tabokan di bagian paha yang membuat Fawwaz mengaduh sakit.

"Situ ngomong apa?" tanya Savian heran karena perkataannya yang tiba-tiba. "Segitu ngarepnya lo dia pergi? Dia abang lo dodol."

"Tapi lo tau bener dia udah ngirim emak gue pergi, Sa."

"Nggak, Fa. Your eyes open, Lo gak berhak nentuin sesuatu yang lo sendiri gak liat kejadiannya." sanggah Savian cepat dengan memberi sedikit nada pada inggrisnya agar terdengar dramatis.

"Open your eyes, bego! Kebalik." koreksi Fawwaz, membuka matanya menatap Savian.

Fawwaz menghela nafas lagi. "Gue pernah mimpi dia mati, makanya gue nanya," kata Fawwaz untuk menjelaskan alasannya berkata demikian. Ia condongkan tubuhnya dengan kedua lengan bertumpu pada kakinya.

"Mimpi ya mimpi, gak usah ngarep lebih. Kalaupun dia bakalan pergi, ya udah jalannya," ucap Savian santai kembali fokus ke layar ponselnya.

"Tapi dia pergi, gue bakal sendiri dong," gumam Fawwaz kembali menyandarkan tubuhnya, menatap langit-langit rumah sakit, disana ia melihat beberapa bayang-bayang hitam menempel namun itu bukan kotoran. Fawwaz kembali meluruskan pandangannya dan tak lagi mendongak.

"Lo anggap gue apaan, Fa? Boneka pajangan? Gue udah rela nemenin lo kemari langsung setelah pulang sekolah, terus lo bilang bakal sendiri?" tanya Savian sambil mengerutkan keningnya saat mendengar gumaman Fawwaz.

"Iye iye, tau kok. Gak usah banyak nanya. Bang Il juga gak bakalan secepat itu perginya."

Ditengah percakapan mereka, seseorang keluar dari ruangan dengan jas putih, mengalihkan perhatian keduanya. Mereka langsung mendekatinya meski hanya beberapa langkah.

THE HIDDEN PUZZLEWhere stories live. Discover now