5. Pendekar Kelana

10.4K 1.7K 417
                                    

Delilah selalu yakin dirinya pintar membaca pikiran orang. Bang Joko yang tersenyum kesemsem setiap dirinya datang membeli bubur karena menyukai pemandangan paha mulusnya akibat sudah terlalu lama ditinggal istri, Bu Sisi yang sok galak menagih uang kos padahal sedang berusaha menyembunyikan kegundahannya akibat anaknya yang hamil luar nikah, atau Seno si tetangga kamar sebelah yang pura-pura alim padahal gemar mengintip pakaian dalam di tiang jemuran. Semua orang mengira diri mereka pintar menyembunyikan semuanya, pandai berpura-pura, tapi Delilah tahu dirinya lebih pintar.

Termasuk pagi-pagi begini, saat Rexy Satria tahu-tahu memintanya keluar menemuinya di mobil.

Rex sudah menanti di dalam mobil sejuknya yang beraroma mewah dan sangat bukan Stella jeruk, duduk menatap kosong jalanan di depan dengan latar belakang musik Lana Del Rey yang Delilah yakin tidak disukai Rex dan hanya diputarnya karena suruhan pacar.

Kemudian mobil melaju pelan membawa mereka meninggalkan tempat kos.

Delilah duduk menatap Rex. Belum juga pria itu buka suara, ia sudah bisa membaca semuanya.

"Aku serius waktu bilang aku mau mengakhiri ini. Jadi tolong, jangan hubungi aku lagi."

Sudah diduga. Delilah mengernyit kesal. Kemarin pria ini masih begitu plin-plan, meminta hal yang sama darinya—pisah—lalu tahu-tahu berubah pikiran dan luluh hanya karena pelukan dan air matanya.

Sial. Delilah sedang tak punya stok air mata. Dan ia sedang tidak dalam mood memeluk siapa pun.

"Kemarin kamu juga ngomong hal yang sama, terus berubah pikiran. Kali ini ada apa lagi yang bikin kamu minta pisah lagi? Ketauan pacar kamu?" Sungguh Delilah tak sudi menyebut nama itu. Kelana Mahesa. Seakan dengan menyebut nama itu, ia mengakui ada sosok anak-kaya-manja-yang-terlahir-terlalu-beruntung di antara hubungannya dengan Rex.

Delilah pernah melihat sosok itu langsung. Satu kali. Saat anak Pak Pranoto Mahesa itu tahu-tahu datang ke Juanda Tower untuk menemui Rex. Dari caranya memasuki pintu lobi, berjalan melintasi meja resepsionis tanpa repot-repot membuat appointment, lalu caranya berbincang dengan sekuriti dan caranya tersenyum saat Rex turun menyambutnya, membuat Delilah muak luar biasa.

Delilah tidak tahu ternyata ia bisa membenci seseorang yang bahkan tidak ia kenal.

Sebenarnya kalau dilihat-lihat, sosok itu tidak memiliki kelebihan yang luar biasa seperti kata orang. Anak-anak resepsionis sering berbisik bahwa Pak Rexy Satria memiliki pacar yang 'wah'; cantik, kaya, ramah.

Cuih! Delilah tidak melihat semua itu selain 'kaya'.

Cantik? Standar. Wajahnya terlalu sederhana untuk perempuan yang katanya anak Pak Pranoto Mahesa yang miliuner itu. Dengan uangnya yang tidak berseri, seharusnya perempuan itu bisa berusaha lebih untuk merias wajahnya agar terlihat cantik. Bukannya tipis-tipis polosan begini. Caranya berpakaian juga biasa saja, mungkin perempuan itu sadar bahwa memang tidak ada yang bisa ditonjolkan dari anggota tubuhnya. Ya, tidak heran Rex berpaling hati.

Ramah? Entahlah. Perempuan itu tidak menyapa anak-anak di meja resepsionis. Hanya karena bibirnya tersenyum pada Pak Sekuriti dan pada Rex, tidak berarti ia ramah.

Baik? Please. Semua orang kaya PASTI ingin terlihat baik di hadapan manusia jelata. Mana mungkin mereka sudi menampakkan borok-borok mereka pada dunia?

14Where stories live. Discover now