BAGIAN 23 - Mencari Pokok Permasalahan

29 2 0
                                    

Kenan masih menatap gulungan desain di meja drafter yang harus dia cek dan ricek. Kepalanya pening hingga tak ingin menerima telepon dari siapapun.

Ada dua peristiwa yang mengambil alih pikirannya saat ini. Selain masalah Arion, satu hal lagi adalah perihal pengumuman yang Tere sampaikan selepas Arion dan Andin pulang dari rumah keluarga perempuan itu. Pikirannya pun kembali pada adegan di hari cerah itu seusai makan siang bersama.

Ting! Ting! Ting!

Tere membunyikan gelas dengan sendoknya. Semua orang yang mengobrol di beranda halaman belakang rumah Tante Sita, memfokuskan perhatian mereka.

"Pertama-tama, terima kasih buat para tante dan para om yang udah mau ngadain acara ini untuk nyambut kedatanganku," Tere menyeringai sebelum melanjutkan kalimatnya. "Aku bersyukur banget masih dikelilingi keluarga yang care dan sayang seperti kalian. Meski emang berat menjalani kehidupan di sini sendiri tanpa orang tua, kehadiran kalian selalu menjadi penyemangat buat aku untuk terus meraih mimpi. Terima kasih banget untuk dukungannya semua."

Terlihat para tante menatap haru dan bangga. Para om mengacungkan ibu jari. Sementara Kenan memandang tanpa ekspresi. Dia sedikit antisipasi. Dia tahu gelagat Tere yang seperti ini. Pasti ada hal serius yang ingin disampaikan.

"Untuk itu, di momen yang berbahagia ini, aku ingin mengumumkan sesuatu..." Benar saja, seusai mengucap kalimat itu, Kenan menegakkan punggung. Apa lagi yang akan gadis ini lakukan?

"Aku iseng-iseng apply untuk ambil beasiswa spesialis dan coba tebak?" Tere memberi jeda, menimbulkan tanda tanya pada ekspresi semua orang, selain Kenan tentunya. "Aku keterima!" dia terlihat senang.

Semua om dan tante bersorak serta menyelematinya. Beberapa ada yang bangkit dari kursi lalu memeluk Tere. Gadis itu benar-benar bahagia. Tapi tidak dengan Kenan, dia masih diam di kursinya. Tak ada pergerakan sebelum salah satu om menanyakan di mana kampus tujuan Tere.

"NYU! (New York University)." jawab Tere histeris dan refleks membuat bahu Kenan terkulai lemas di sandaran sofa.

Dia tidak siap dengan kabar itu. Tere mengambil sekolah spesialis di Amerika, otomatis mereka akan berpisah jarak lagi. Kenan tidak mau dengan perpisahan itu. Dia belum mampu dan selamanya tak akan pernah siap.

Belum usai memikirkan rasa akan kehilangan yang akan dia hadapi setelah ini, kejadian setelah penjemputan Arion di rumah Andin kembali menyita perhatiannya. Bagaimana bisa adiknya berbuat bodoh dan ceroboh seperti itu? Teringat dengan jelas saat kepalan tangannya mendarat sempurna di rahang Arion, tepat ketika sang adik berjalan sempoyongan keluar dari kamar dan menemuinya di ruang makan rumahnya.

"You're idiot! Gue nggak habis pikir! Dengan tololnya lo datang ke sana sambil mabuk?!"

Buagh!

Satu hantaman mendarat lagi di bahu Arion. Baru kali ini Kenan begitu marah. Sejak dulu, meski tak terhitung berapa kali adiknya membuat masalah, dia selalu berusaha untuk tetap tenang dan menyelesaikan dengan kepala dingin. Tapi kali ini, Arion benar-benar kelewatan.

"Punya otak dipake, Ar! Lo udah merusak nama baik lo sendiri kalau gitu caranya!" Kenan mondar-mandir sembari mengatur napasnya agar tak semakin tersulut. Meski rasanya dua pukulan tadi belum cukup untuk menyadarkan Arion atas kebodohannya.

"Ini yang nggak pernah gue suka dari lo. Emosi boleh, tapi lo juga harus pikir panjang. After effect dari perbuatan lo!" Kenan berhenti dan menatap tajam wajah Arion yang memandang meja. "Kalau udah begini, lo mau ngomong gimana ke Pak Wahab? Beliau orang yang nggak gampang percaya dengan orang lain. Di saat lo udah berhasil mendapatkan itu, lo hancurkan semua!"

A-KU & A-MUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang