BAGIAN 18 - Ketika Semua Berjalan Tak Seperti Biasa

32 2 0
                                    

Arion memandang keadaan toko fotokopi seberang café. Sudah beberapa hari sejak acara makan malam, dia tak bertemu dengan si pemilik. Pesan juga teleponnya tak dibalas. Ada apa gerangan? Apakah gadis itu sakit? Atau ada sesuatu yang penting menimpanya? Dia pun berniat menemui Andin ketika istirahat makan siang nanti. Tetapi, tak butuh waktu lama, gadis yang dia tunggu sudah keluar dari toko. Dengan membawa tote bag andalan, Andin berjalan ke arah kampus.

Arion melihat jam tangannya, memastikan kalau istirahat makan siang memang belum tiba. Dia menautkan alis. "Tumben banget jam segini Andin udah ke kampus."

Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, dia pun menitipkan konter depan dan meja kasir pada karyawan terdekat. Setelah membuka celemek, dia langsung melesat keluar café. Tindakannya meninggalkan kerutan tipis di dahi masing-masing karyawan. Beberapa detik kemudian, Andin berhasil Arion ikuti dengan berjarak sepuluh meter di depannya. Hilir mudik penghuni sekitar kampus yang lebih banyak pejalan kaki. menyembunyikan keberadaan Arion.
Dalam sekilas pandang, masjid kampus pun terlihat. Namun, Andin tak pergi ke sana. Melainkan berbelok di jalan masuk kampus sebelum masjid. Setelah menyeberang jalan, Andin menyapa dan berbicara sebentar dengan satpam yang menyambutnya ramah. Terlihat kalau mereka sudah saling kenal. Lalu satpam itu mengangguk dan membiarkan Andin masuk.

Tanpa pikir panjang, Arion juga ikut menyeberang dan mengangguk sekilas pada satpam. Dia masih berjalan di antara para mahasiswa yang juga memiliki tujuan sama. Tak sabar, Arion pun mempercepat langkah dan kini berada satu meter di belakang Andin.

"Hei, Andin!" Panggil Arion di sela perjalanan, tangannya terulur mencolek pundak gadis berhijab itu.

"Astaghfirullah!" Andin tersentak dan sontak berbalik sembari mengelus dada. Dia terkejut luar biasa.

"Sorry, ngagetin kamu lagi ya?" Arion menarik tangannya dari bahu Andin dan menggaruk belakang kepala. Dia menyeringai. Sepertinya dia harus mengurangi kebiasaannya memberi kejutan model begini pada Andin.

Andin tampak mengerjap beberapa kali sebelum sadar siapa orang yang baru saja menyapanya itu. "Mas Arion..." dia begitu gemas. Ingin sekali menggetok kepala lelaki di depannya. Selalu muncul tiba-tiba macam tuyul.

Arion tetap meringis. "Sorry." katanya lagi tak enak hati.

"Kenapa Mas ada di sini? Ada keperluan di kampus?" tanya Andin kemudian.

Arion menggeleng. Alasan apa yang harus dia lontarkan? Tidak mungkin kalau dia mengaku menguntit Andin sejak dari toko, kan? "Ehm kebetulan lewat terus kelihatan kamu."

Andin tak mungkin lekas percaya. Dia mengamati lelaki di hadapannya dengan saksama.

"Kamu lagi ngapain di sini? Bukannya belum masuk jam istirahat siang?" tanya Arion lagi mengalihkan pembicaraan.

"Oh... ini. Saya mau makan. Belum sempat sarapan tadi." Andin memperlihatkan tote bag-nya. "Sekalian nunggu dhuhur. Mas mau gabung?" Ajaknya.

Apa Arion tak salah dengar? Andin mengajaknya makan bersama? Satu bekal berdua, gitu?

"Ayo Mas, sekalian." Andin bersiap melanjutkan perjalanan.

Tulang pipi Arion refleks terangkat tinggi. Hampir dia akan berseru kegirangan, untung saja bisa dia tahan. Arion mengangguk dan mengikuti Andin. Sejenak dia lupa pada tujuan awal mengapa dirinya mengikuti Andin. Dia akan menanyakan itu nanti saja. Dia tak ingin merusak atmosfer romantis yang tiba-tiba menghiasi sekeliling.

Mereka pun berjalan beriringan melintasi jalanan beraspal yang ditutupi oleh kanopi pohon-pohon besar. Andin membawa Arion ke salah satu pohon yang begitu rindang. Banyak bangku juga meja panjang dari kayu yang memang disediakan di sana. Tampak juga beberapa mahasiswa mengisi bangku panjang di beberapa sisi. Arion terus membersamainya. Wangi jasmine khas Andin, terhirup jelas di indra penciuman Arion. Membuat dia memejamkan mata sejenak, menikmati aroma segar dan lembut itu.

A-KU & A-MUWo Geschichten leben. Entdecke jetzt