Bagian Dua Puluh Sembilan

421 73 9
                                    


Setelah situasi menegangkan karena kedatangan Yoon Gwinam yang ingin membunuh Cheongsan terlewati, mereka kembali bisa bernafas lega. Malam semakin larut saat mereka melingkari api unggun yang semakin kecil, mengobrol di dekat satu sama lain. Mereka mencari selimut tambahan karena malam menjadi lebih dingin.

Joonyeong mencoba memperbaiki kacamatanya, tapi tentu usahanya hanya sia-sia. Dia merutuk dalam hati karena sekarang penglihatannya buruk apalagi sudah malam, gelap memperburuk penglihatannya.

"Jika berhasil keluar dari sini, kita harus buat api unggun dan mengobrol seperti ini lagi," kata Namra sesaat setelah obrolan menjadi lebih dalam. Dia berharap waktu untuk mengenal lebih dekat satu sama lain seperti ini bisa terjadi lagi di masa depan. Tanpa situasi seperti ini tentunya. "Kuharap kita bisa melakukannya."

"Baiklah."

Namra menoleh saat Onjo menyetujuinya. "Jika ada yang menyalakan api... kita harus berkumpul," tambah Onjo dengan tulus. Dia juga menghargai momen ini, meskipun dengan apa yang baru saja terjadi antara dirinya dan Cheongsan, Onjo merasa momen ini menghadirkan kehangatan ke hatinya.

"Rasanya aneh melihat kita semua akur," celetuk Gyeongsu melihat semua ekspresi teman-temannya yang tampak tak seperti biasanya.

Dia masih mengingat bagaimana mereka tidak terlalu peduli satu sama lain, kecuali benar-benar teman dekat. Beberapa hubungan rival dan permusuhan, lalu—

"Astaga. Jangan merusak suasana." Musuh terbesar Gyeongsu baru saja mengomentarinya.

Mereka bertatapan satu sama lain, dengan sama-sama kesal. Gyeongsu mencebikkan bibirnya karena ternyata gadis itu masih sama saja, "Kenapa aku lagi? Kamu itu kenapa sih?"

Nayeon selalu bersikap seperti itu seakan-akan tidak hampir menciumnya di ruang siaran sebelumnya.

"Kalian sebaiknya berpacaran saja," kata Woojin blak-blakkan.

"Kamu gila?"

"Kamu sinting?"

Gyeongsu dan Nayeon berkata bersamaan sambil menatap tajam ke arah Woojin. Nayeon mempertanyakan keputusannya untuk duduk di samping Gyeongsu saat ini. Mereka harusnya mempertimbangkan kemungkinan adu mulut yang tak akan berakhir.

"Tunggu, apa itu?" Perkataan Hanna membuat semua orang terdiam. Mereka melihat ke arah gadis itu dengan bingung dan penasaran.

"Apanya yang apa?" Daesu bertanya balik, berusaha mencari jawaban di wajah serius Hanna.

"Kalian tak dengar sesuatu?" Kini giliran Namra yang melihat ke arah mereka.

Dia juga mendengarnya. Suara sayup-sayup yang mendekat. Deru mesin dan angin. Namra bertatapan dengan Hanna yang duduk di seberangnya. Mereka mencoba menebak-nebak sumbernya.

"Dengar apa?" tanya Suhyeok khawatir sambil menatap Namra. Tidak ada apapun selain suara kayu yang terbakar juga desisan zombie di lapangan. Malam ini masih terdengar sunyi.

"Ada yang datang ke sini lagi?" tanya Hyeryeong sambil memasang posisi siaga.

Hanna menoleh menatap langit dan Namra segera mengikuti arah pandangnya. "Ada yang datang."

"Siapa?"

Cheongsan mencoba untuk mencari tahu maksud kedua gadis itu. Tapi yang dia lihat hanya langit gelap, tak ada suara mencurigakan.

"Aku tidak melihat apapun," gumam Cheongsan sambil mencari-cari lagi. Butuh waktu beberapa detik sebelum ia terkesiap, menyadari sesuatu, "Sebentar."

"Ada suara helikopter," lanjutnya saat ia melihat sebuah titik cahaya dari kejauhan. Semakin mendekat dan dia bisa melihatnya.

Attack On SchoolWhere stories live. Discover now