4. SACI - Sarekat Islam Dibekukan

361 50 30
                                    

Maaf ya update telat, saya kemarin mempersiapkan seminar ujian Kampus Mengajar dan baru saja selesai hari ini. Alhamdulillah 😁. Sebelum baca, jangan lupa VOTE & ramaikan lapak ini dengan Komentar postif yang membangun. Jangan biarkan lapak sepi serta share SACI ke orang terdekat supaya makin banyak juga readers yang teredukasi🥰🦉.

°°°

"Siapa yang kasih masuk orang gila ke rumah saya?!"

Seluruh pasang mata di ruangan itu serentak menatap Alaska. Semuanya melotot kaget, tak terkecuali pria tua yang ia bentak. Melihat reaksi orang-orang yang begitu, mendadak perasaan Alaska tak enak. Matanya pun ikut melotot, menoleh kaku ke Sabina di sampingnya.

"Sabina... Kenapa orang-orang di sini melotot ngeliat saya?" tanya Alaska penuh penekanan.

"Orang-orang kaget, Meneer berani bentak Ayah Meneer sendiri." jawab Sabina enteng.

Bagaikan ada petir tak kasat mata menyambar jiwa Alaska. Alaska terdiam kaku. Tak berani menoleh ke pria yang baru saja ia bentak. Padahal kemarin ia sudah membaca silsilah keluarga Hans, namun malah membuat kesalahan sebelum mulai. Masalahnya wajah pria di depannya tak mirip dengan wajah Gubernur-Jenderal Idenburg yang ada di foto. Mungkin karena foto yang ada di buku sudah usang. Ditambah lagi foto di zaman ini belum bewarna. Oleh sebab itu, Alaska sulit mengenali wajah Gubernur-Jenderal Idenburg di dunia nyata.

"Kenapa kamu gak bilang ke saya?" Alaska bertanya lagi. Terselip nada kesal sekaligus malu dalam nada bicaranya.

"Meneer ndak tanya saya dulu, main nyelonong saja marah-marah."

Alaska menggigit bibir bawahnya. Semakin kesal setelah mendengar jawaban Sabina. Tapi sebenarnya yang dikatakan Sabina benar. Salahnya karena datang langsung mengamuk. Namun Alaska pun punya alasan kuat dibalik itu. Ia tak suka melihat kekerasan terlebih kepada perempuan.

"Mijn zoon, waarom praat je zo tegen je vader? (Anakku, kenapa kau bicara begitu dengan Ayahmu?)

Seorang perempuan paruh baya tiba-tiba mendekat ke Alaska. Rambutnya pirang bergelombang dan kedua bola matanya bewarna biru langit. Warna biru muda yang tampak cerah dipandang. Saking cerahnya, Alaska seolah bisa berkaca ketika perempuan itu menyentuh wajahnya.

Melihat raut khawatir yang perempuan itu tunjukkan persis seperti Mamanya setiap kali ia pulang telat, Alaska sudah dapat menebak siapa gerangan orang ini. Seulas senyum tipis lantas terbit di bibir Alaska.

"Yang satu ini, pasti Ibunya Hans."

°°°

Seusai kejadian memalukan itu, Alaska langsung meminta maaf kepada Ibunda Hans dengan alibi bahwa tadi ia sedang melakukan akting untuk menakut-nakuti Pribumi. Semata agar dipandang hebat. Mendengar alasan Alaska, amarah Idenburg hilang seketika. Ia lantas memeluk Anaknya bangga. Namun mendapatkan perlakuan demikian membuat Alaska berpikir jika keluarga Hans sinting. Mereka malah mendukung tindak kekerasan.

Kini keluarga kecil itu tengah berkumpul bersama di meja makan. Berhubung kedua orangtua Hans datang di saat Alaska hendak sarapan, alhasil Alaska turut serta menjamu mereka. Sekalian menguatkan karakter seorang Anak kepada orangtua.

"Bagaimana lukamu, Nak? Vader (Ayah) dengar, kau ditembak?" tanya Idenburg disusul oleh istrinya.

"Apakah lukanya serius?" Catharina menatap Alaska khawatir di seberang sana.

"It's okay, Dad, Mom. I'am okay, i'am fine, i'am very nice. Trust me!" Alaska terkekeh sembari meraba dada kirinya yang terdapat luka tembak di sana.

Saksi CintaWhere stories live. Discover now