❇Bagian 20➖Saat Malam❇

4.8K 538 17
                                    

Selesai memancing ikan, dilanjutkan dengan membakarnya.

Ada Dean dan Aldo yang lagi nyiapin pembakaran, yang masih menggunakan arang terpurung kelapa. Ada Ujang yang baru aja selesai bersihin ikan. Untuk Kakek sendiri, dia —kami biarkan untuk duduk santai saja. Biar, kami yang muda ini melakukannya. Sedangkan aku sendiri, aku pun sedang duduk di depan pembakaran sambil memegang kipas.

"Mundaran, elah! Muka lo kebakaran, entar," kata Dean padaku —yang sedang membuat arang terbakar dengan sempurna.

Aku yang sangat berantusias, tidak memperhatikan keamanan —hingga tubuhku terlalu condong ke arah pembakaran.

"Hehe..." Aku tertawa garing. Lalu, mengangkat kursi, tanpa keluar dari kursi itu sendiri. Namun, pada saat aku akan memindahkan kursi ke belakang, seseorang membantuku dari belakang.

"Makasih," kataku, ketika melihat orang itu ternyata sepupu Aldo, Janu.

"Iya," katanya menjawab, tersenyum, dan setelah itu dia langsung pergi menemui Aldo dan juga Dean di pembakaran.

"Udah beres belum, Bang?," samar-samar aku mendengar perbincangan mereka.

"Bentaran"

Di sini hanya aku yang tidak memegang pekerjaan apapun, hingga bosan rasanya duduk diam seperti ini tanpa melakukan apapun.

Akhirnya aku memutuskan untuk kipas-kipas diriku sendiri, sambil senderan di bantahan kursi.

Aduh, seger banget!

Kipas-kipas kayak gini, di tengah-tengah keindahan rumah yang masih mempertahankan keindahan alamnya, ini adalah kenikmatan yang tiada duanya.

Aku benar-benar menikmati saat-saat seperti ini.

Satu hal yang menjadi kebiasaanku setelah hamil adalah, aku sering mengusap perut dalam keadaan apapun. Rasanya benar-benar nyaman.

Dalam perasan seperti ini, tiba-tiba jadi teringat dia. Kira-kira sedang apa dia sekarang? Apakah dia tahu, aku ada di sini? Tapi, ku rasa dia tahu keberadaanku.

Melihat ke arah sebuah pohon yang menjulang tinggi dari kejauhan, tiba-tiba, aku jadi ingin pulang.

Namun, beberapa detik kemudian, aku menepiskan semua perasaan seperti itu, karena, bukan kah aku sendiri yang menginginkan jalan-jalan seperti ini. Lantas, kenapa sekarang aku harus berubah pikiran.

Aneh!

Ketika sedang bergelut dengan hal-hal yang tak berguna, Ujang memanggilku untuk segera membantunya membakar ikan.

"Yang, sini! Kipasin ni ikan!"

Melihat teman-teman yang terlihat begitu menikmati jalan-jalan kami sekarang, betapa pecundangnya diriku, jika merasa ingin pulang.

"Iya, tunggu bentaran!," kataku, segera menghampiri mereka —ikut membantu membakar ikan.

Kami membakar ikan penuh dengan penuh sorak gembira —canda tawa, serta kekompakan dalam mengerjakan pekerjaan.

Setelah selesai membakar ikan, dilanjutkan dengan makan bersama di pekarangan rumah beralaskan tikar. Ada beberapa makanan juga yang disiapkan oleh Kakek.

Kami benar-benar menikmati acara jalan-jalan kami. Hingga sore hari, langit sudah mulai gelap. Atmosfer pun, mulai terasa berbeda.

Kami yang sedang berada di ruang televisi, sedang mengobrolkan —Apakah kita akan menginap, atau pulang saja? Di perjalanan, kami memang sudah sepakat akan menginap, karena melihat kondisi yang tadi. Tapi sekarang, keadaan sudah jauh berbeda, dan kami pun tidak membawa pakaian ganti.

𝐓𝐨𝐮𝐜𝐡 𝐌𝐞 (𝐌𝐢𝐭𝐨𝐬) 𝐌-𝐏𝐫𝐞𝐠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang