❇Bagian 12➖Kehadirannya ❇

6.2K 700 16
                                    

Aku pikir, kami akan segera bertemu kembali setelah sampai rumah. Ternyata, ini sudah tiga hari lamanya, ia tak juga menampakan dirinya.

Terkadang, aku merasa menyesal, tidak membawanya pulang pada hari itu. Tapi, jika pun aku membawanya, untuk apa?

Bunga yang dia berikan pun, masih tetap segar seperti baru dipetik. Aku menyimpannya di sebuah vas bunga, di dalam kamar. Tujuannya, sih, biar kamarnya wangi. Tapi, anehnya yang ini tidak berbau sama sekali. Padahal setauku, bunga ini memiliki bau, meski baunya tidak sekuat bunga lain.

Tidak apa-apa, tidak berbau juga, jadi penghias kamar pun, juga bagus.  Kamarku jadi terlihat segar.

Setelah mengetahui bahwa aku benar-benar hamil, aku sedikit menjaga pola makan, dengan banyak mengkonsumsi makanan yang berprotein tinggi, serta makanan yang memiliki kandungan asam folat.

Meski kehamilanku sebagai aib, tapi aku ingin anakku lahir dengan baik. Dia harus sehat.

Berhubung, perutku tidak terlalu besar, aku memanfaatkan waktu tersebut untuk melakukan aktivitas harianku seperti biasa, kuliah, serta berbaur bersama teman-teman.

Di ruang kelas.

Saat ini aku ada kelas, dan tengah menunggu dosen hadir.

Dosen itu kadang seperti itu, ya. Kalo dia yang telat, rasanya gak kenapa-napa. Tapi kalo sebaliknya, pasti banget, deh. Di suruh jangan ikut pelajaran dia.

Gak adil!

Waktu terus berjalan, dosen pun telah memberikan materinya, dan teman-teman yang pun ada yang fokus belajar, dan yang malas-malasan. Dan aku salah satu orang yang malas-malasan.

Entah lah, bawaanya tuh pengen rebahan terus. Males ngapain-ngapain.

Setelah berjuang melawan rasa malas, akhirnya kelas selesai, dan waktunya untuk pulang. Sehubung waktunya bertepatan dengan jam makan siang, aku mengajak teman-teman untuk makan siang bersama.

"Jang, makan apa hari ini?," tanyaku pada yang tengah bercanda bersama Kiko. Kami sedang dalam perjalanan keluar dari area kampus.

"Seblak!"

"Gak ah, seblak mulu. Ganti yang lain, bosen"

"Eh, kemaren aja, nangis-nangis kepengen seblak"

"Hari ini lagi gak mau"

"Ramen," ujar Dean yang berjalan beriringan bersamaku.

"Ramen?," kataku memikirkan kembali saran dari Dean.

Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya aku bisa memutuskan.

"Boleh, deh"

Lalu, kami berempat meluncur menuju sebuah restoran ramen yang enak sesuai yang disarankan oleh Dean.

Dean itu punya selera kuliner yang bagus. Setiap ada kedai baru, pasti dia akan menyuruh kami untuk mencobanya. Sehingga, referensi kuliner dia cukup bagus.

Setelah berkendara menggunakan mobil milik Ujang, kami tiba di lokasi.

Di jam makan siang seperti ini selalu rame. Sehingga kami tidak bisa memilih tempat duduk sesuai dengan keinginan kami.

Duduk di kursi yang tersisa, kamu mulai memesan makanan, dengan minuman yang lebih dulu disajikan.

Bagus, kebetulan lagi haus.

Pada saat aku sedang menyeruput minuman, sambil melihat sekeliling, tanpa sengaja, aku melihat dia yang tengah duduk seorang diri di barisan paling belakang.

Melihat dia yang selalu muncul dengan cara yang tak terduga, membuatku jadi tersendak oleh minuman sendiri.

Kok bisa ada di sini?

Apakah ini sebuah kebetulan, atau memang dia berniat datang menemuiku di sini?

Entah apapun, itu gelisah ketika melihatnya.

Dia juga sedang melihat ke arahku.

Di lihat dari mejanya, dan itu masih kosong. Seperti belum memesan sesuatu. Jika manusia biasa, datang ke tempat seperti ini dan tidak memesan makanan mereka. Mereka akan mengusir kami. Sedangkan dia...

"Eh, Ko. Liat deh. Ke orang yang duduk di sana?," kataku pada Kiko yang kebetulan duduk di sebelah.

Lalu, dia melihat ke arah meja yang ku tunjukkan.

"Ke orang yang mana?," kata dia, mungkin banyaknya orang, membuat Kiko bingung orang yang ku maksud itu yang mana.

"Itu cowok yang rambutnya gondrong!"

Dari banyaknya orang, laki-laki yang berambut panjang, hanya dia.

"Gak ada, gilak!," kata dia yang berakhir memaki.

Gak ada? Pikirku yang mungkin sama  seperti pertama kali melihatnya di kampus, hanya aku saja yang bisa melihatnya.

Setelah hanya aku saja yang bisa melihatnya, secara mendadak aku merasakan kegelisahan. Tak tenang rasanya.

Meja yang diisi olehnya pun, terlihat tak tersentuh sama sekali, sepeti berada dalam dua dunia yang berbeda. Dia bagaikan punya dunianya sendiri.

Teman-teman yang lain pun, menanyakan kembali apa yang aku katakan barusan. Dan mereka bertanya-tanya akan orang aku tunjuk barusan.

"Siapa sih?"

"Cowo siapa, sih?"

"Lu punya kenalan cowo?"

"....."

Dari setiap pertanyaan yang terlontarkan, aku hanya menanggapinya dengan sebuah kebohongan.

"Apaan sih, gue barusan becanda. Kan siapa tau gitu, mata lo rabun jadi salah liat"

Setelah itu, tidak ada lagi yang membahas tentang hal itu. Lalu, kami membahas tentang hal lain. Seperti setelah ini kami berencana untuk mengunjungi tempat lain.

Aku yang sadar betul, bahwa kebersamaanku bersama teman-teman tidak akan lama lagi. Karena setelah ini, aku harus segera mengasingkan diri. Aku tidak ingin mereka tahu akan keadaan diriku yang sebenernya. Dan aku juga harus segera memikirkan mencari pekerjaan paruh waktu. Untuk melahirkan aku membutuhkan biaya lebih. Sedangkan kiriman dari orangtua tidak cukup untuk itu.

Lalu, aku melihat lagi ke arahnya. Dan, kami saling memandang satu sama lain.

Heh, liat. Kamu enak cuman bisa ngehamilin doang. Sedangkan diriku yang hamil, harus memikirkan hal lain. Batinku berkata yang diarahkan kepadanya. Agar dia tahu, bagaimana kehidupan seorang manusia yang tak semudah hidup di dunianya. Di dunianya tidak membutuhkan uang, teman atau jenis sosial lainnya.

Sungguh tidak adil, bukan?

Jika pun takdir tetap menuliskan untuk diriku tetap hamil meksi sebagai laki-laki, alangkah baiknya laki-laki itu juga manusia. Dengan begitu aku bisa meminta pertanggungjawaban berupa finansial, ataupun berupa hal lain. Misal, setelah anak ini lahir, aku bisa menyerahkan anak ini padanya. Sedangkan hantu, dia tidak memiliki kemampuan untuk melakukan keduanya.

Dasar Brengsek! Banjingan..! Keparat..!

Aku merasa sengsara sekarang....

Aku tak lagi melihat ke arahnya, karena setiap kalinya melihat ke arahya, aku selalu merasakan dua perasaan sekaligus, dan itu sangat melelahkan.

Aku kembali ikut bergabung bersama teman-teman membicarakan hal lain. Dan pada saat yang bersamaan, untuk sekian kalinya, aku masih saja melihatnya. Namun kali ini, meja itu kosong. Dia sudah tidak ada.

Melihat meja yang kini kosong, entah kenapa aku merasa ikut kosong. Rasanya suasana di sini berubah menjadi tidak menyenangkan. Seolah-olah dia pergi membawa semua zat yang ada di tempat ini.

Pukul 7 malam, aku baru tiba di rumah. Dan pada saat itu rumah dalam keadaan gelap. Lalu, aku segera berjalan menuju tempat saklar lampu. Namun, pada saat aku akan menyentuh saklar lampu, seseorang menciumku dalam gelap.

Dari rasa bibirnya, aku sudah menebak siapa itu, siapa lagi kalo bukan dia, Caraka.

Pada awalnya, aku memang terkejut. Dan berusaha untuk menghindar akan tetapi,  orang itu betenaga kuat, dan seolah-olah telah menghipnotisku untuk menikmati setiap ciuman yang dia berikan.

••••••••••

𝐓𝐨𝐮𝐜𝐡 𝐌𝐞 (𝐌𝐢𝐭𝐨𝐬) 𝐌-𝐏𝐫𝐞𝐠Where stories live. Discover now