❇Bagian 11➖Perpisahan ❇

6.1K 706 17
                                    

Sama halnya dengan saat ini, kenapa dia suka sekali datang secara tiba-tiba seperti ini.

Terkadang, hatiku tersirap setiap kali melihatnya.

Berhubung dia satu-satunya orang yang ku kenal sekarang, aku memilih untuk duduk di sebelahnya. Tidak ada maksud lain, sungguh.

Jika dia adalah manusia biasa, saat kami saling mengenal, dan dipertemukan dalam keadaan seperti ini, mungkin kami akan saling menyapa satu sama lain. Sedangkan kami, senyumku yang telah ku siapkan untuk menyapanya, naik kembali. Dia tidak menunjukkan tanda-tanda pergerakan akan membuat sebuah sapaan.

Aku tidak jadi menyapa..

Berakhir dengan kami yang terlihat bagaikan tak saling mengenal.

Sudahlah, sepertinya aku harus segera terbiasa dengan kehadirannya yang sebagai hantu.

Bis pun, memulai perjalanannya, menelusuri jalanan kota, di setiap pinggiran jalan terdapat pohon yang sedang berbunga mekar, berwarna kuning cerah.

Sungguh, ini adalah pemandangan yang indah. Akan tetapi, orang yang berada di sebelahku, tak mengerti, bahwa diriku ingin duduk di deket jendela. Sehingga pandanganku harus terhalang oleh tubuhnya.

Andai saja keberanianku sebesar itu, ingin rasanya aku memukul kepala orang itu agar menundukkan kepala sedikit.

Tapi yaudahlah, aku hanya bisa berdebat dengan batinku sendiri.

Apakah kalian ingin tahu, bagaimana hantu naik bis? Ya, itu sama seperti di film-film. Dia terlihat seperti orang yang terasingkan, namun mememiliki aura yang kuat, dingin, serta menyeramkan. Begitu juga dengan dia, pandangannya lurus ke depan, serta berwajah serius.

Jika aku melihat sekeliling, ada beberapa orang yang bergidik saat melihat ke arahnya. Dan ada juga yang terus-menerus seperti merasakan kehadiran hantu.

Dan, pada saat dia menatapku, aku sedikit bergidik juga. Namun, di detik selanjutnya, aku bisa merasa tenang ketika teringat, bahwa dia bukan lah hantu yang banyak orang ceritakan, seram serta jahat. Dia hanya berengsek, dan banjingan.

"Apa?," kataku, ketika dia menatapku, pada saat aku sedang melihat ke arah jendela yang berada di sebelahnya.

Namun, beberapa detik kemudian, aku tersadar akan sesuatu, dan itu pada bunga yang tengah ku peluk.

Satt....!

Aku malu sialan!

Akhirnya, aku hanya bisa memalingkan pandangan ke arah lain, berpura-pura tidak menyadari apapun.

Yakin banget aku, dalam hatinya pasti sedang mengejekku yang membawa bunga darinya.

"Yah.. dari pada dibuang, kan. Kan sayang," kataku sebagai pembelaan.

Terserah, dengan dia yang mungkin sedang mentertawkanku.

Dan dia tidak mengeluarkan satu katapun. Aku pun, bisa bernafas lega. Tapi bagus juga, dengan begitu, aku tidak perlu mendengar ejekannya.

Bis terus bergerak, pemandangan di luar pun telah berganti dengan sebuah pemukiman padat penduduk. Sepeda motor yang sering menerobos menyalip kendaraan lain tanpa aturan. Dari jauh sana, terlihat kereta api yang tengah melintas. Ini baru setengah perjalanan.

Dan, aku sudah mulai merasakan kantuk. Tubuh yang mulai merosot, bergerak tanpa aturan, mencari tempat nyaman untuk tidur. Hingga tangan seseorang mengarahkan kepalaku untuk bersabar ke bahunya.

Aku ingin menolaknya, karena kami ini dua orang lelaki, dan rasanya kurang pantas melakukan hal itu di depan umum. Hanya saja, saat ini aku benar-benar tidak bisa menolaknya. Bahunya memberiku sebuah kenyamanan, seolah-olah dia telah memberikan hipnotisnya padaku untuk tetap berada pada bahunya.

Aku akan menutup wajahku dengan bunga-bunga ini, agar orang-orang tidak begitu jelas melihatku yang sebagai laki-laki.

Setelah membuat keputusan untuk menutupi wajah dengan bunga, aku segera jatuh tertidur dalam keadaan tenang.

Pada saat aku membuka mata, dan itu sudah sampai. Membuatku bingung sendiri, karena rasanya seperti baru saja tertidur, dan sudah sampai.

Entah, tidrku yang lelap, atau mungkin, bahunya yang sudah membuatku tidur hingga lupa waktu. Tapi apapun itu, aku senang, karena aku telah mendapatkan kualitas tidur yang baik.

Namun, pada saat aku akan turun dari bis, saat aku perhatikan, dia tidak ikut turun, melainkan tetap duduk diam.

"Eh, gak ikut turun?," kataku karena setelah ini sudah tidak ada lagi jadwal bis ini untuk berangkat. Dan akan berangkat lagi nanti malam.

Dia tidak menjawab, dan tetap diam duduk di kursi.

Aku yang mulai merasa jengkel dengan sikap dia yang menjerumus ke arah keras kepala.

Terkadang aku ingin berteriak padanya akan dia yang suka diam seperti ini. Namun, aku tersadar, dia bukan manusia. Dia tidak akan mengerti bagaimana cara manusia menjalani kehidupan yaitu, dengan melakukan komunikasi yang baik.

"Ya udah, terserah!," kataku, tidak bisa bersabar lagi, lalu pergi meninggalkan dia entah apa yang akan dia lakukan di dalam bis.

Dia hantu, mungkin dia ingin menghilang. Maka dari itu, dia butuh ruang sendiri unjuk melakukan hal itu.

Lalu, aku bergegas turun dari bis, karena knek bis sudah meneriaki kami untuk segera turun.

Sebelum melangkahkan kaki untuk turun, aku meliriknya sebentar.

Dia masih diam seperti patung.

Sebenarnya ada rasa yang sangat disayangkan ketika dia masih diam di sana. Kenapa tidak ikut turun bersamaku?

Pada saat kakiku menginjakan kaki turun dari bis, seseorang menjulurkan tangannya di depanku, dan pada saat aku melihatnya, itu adalah dia yang entah sajak kapan sudah lebih dulu turun.

Berada dalam kondisi yang membingungkan, aku kembali melirik ke arah dalam bis, dan di sana sudah kosong, tidak ada satu orang pun.

Ha... gilak!

Aku tidak bisa untuk tidak tertegun ketika melihatnya.

"Eh, kok lo udah ada di sini lagi?," ucapku masih dalam mode kaget.

Aku tahu, dia bisa melakukan hal itu. Kembali lagi pada keadaan, aku manusia biasa. Melihat sesuatu yang manusia sendiri tidak bisa lakukan, aku tidak habis pikir ketika melihatnya.

Seperti yang ku duga, dia tidak menjawab ataupun melakukan sesuatu isyarat dari tubuhnya. Dia tetap diam seperti dia yang sering ku lihat.

Aku yang sadar akan kondisi saat ini, banyak sekali orang. Sehingga uluran tangannya aku tangani sebagai jabatan tangan.

Aku tidak ingin diadili di sini.

Dia juga tidak melakukan hal lain, selain dia. Aku yang berpikir, ingin kembali mengajaknya, akan tetapi kejadian barusan di dalam bis membuatku mengurungkan niat untuk melakukan hal itu.

"Yaudah, gue balik duluan. Sampai jumpa lagi —Caraka," ucapku berpamitan. Lalu, meninggalkan dirinya dalam keramian terminal. Dan sesekali aku meliriknya, hanya untuk melihat, apakah dia sudah pergi atau belum. Namun, sampai aku benar-benar tidak bisa lagi meliriknya, dia tetap berada di sana, diam melihat ke arahku.

Sebenarnya, saat meninggalkan dia seperti itu, rasanya aku seperti benar-benar meninggalkan dia, dan tidak akan pernah kembali. Akan tetapi, dia bukan manusia. Dengannya, semua perasaanku akan berakhir sia-sia. Aku akan segera kembali melihatnya, di waktu yang tak terduga, dan terkadang, di tempat yang tak semestinya..

••••••••

𝐓𝐨𝐮𝐜𝐡 𝐌𝐞 (𝐌𝐢𝐭𝐨𝐬) 𝐌-𝐏𝐫𝐞𝐠Donde viven las historias. Descúbrelo ahora