kilasbalik LanadanBen (4)

0 0 0
                                    

"kau tahu? aku malah membelikan Lana cincin di mall dengan batu moissanite... dan pas aku pulang kerja dan aku tanyain dia lagi ngapain, dia bilang dia lagi lihat-lihat gaun pengantin di Pinterest" ucap Ben.
"no way!" sangkal Philip dengan shock, raut wajahnya bahkan tidak bisa dia kontrol. tetapi Ben mengangguk lagi sambil memajukan bibir bawahnya, menandakan kalau apa yang dia barusan ucapkan adalah betul. "shit Ben... kamu beliin cincin setelah dia membahas pernikahan? apa yang kamu pikirkan?" tanya Philip dengan heran, "aku pikir setelah aku belikan cincin itu, dia akan tutup mulut dan berhenti membicarakan soal pernikahan... aku pikir dia akan duduk manis dan diam, berhenti membahas pernikahan"

jawaban Ben membuat Philip tak percaya dan tertawa mengejek "ada satu hal yang harus kamu tahu" ucap Philip, Ben memajukan tubuhnya dan memasang kupingnya dengan baik. "perempuan punya cara berpikir yang berbeda dengan laki-laki... dan Lana tidak sepemikiran denganmu... kamu pikir setelah kamu kasih dia cincin, dia akan diam... tapi bagi Lana, cincin itu adalah bukti bahwa kamu bakal nikahin dia secepatnya" lanjut Philip.

Ben menghembuskan nafasnya dengan berat, sementara Philip menertawakan Ben. Ben kehilangan akalnya, dia mulai memesan beer lagi dan Philip membiarkan temannya itu agak mabuk malam ini. rasanya Ben semakin ketakutan, dia merasakan kedua tangannya mulai dingin dan fokusnya hilang.

"kamu pernah beliin pacarmu cincin?" tanya Ben, dia mulai mengalihkan obrolannya karena sudah mulai mabok dan frustasi dengan penjelasan Philip tadi. Philip mengangguk "pernah... aku membelikannya cincin karena aku tahu dia suka cincin dan karena aku tahu dia suka beli cincin di toko online... dan sesekali dia memakai cincin dariku, tapi dia tidak pernah membahas pernikahan setelah aku membelikannya cincin... tanpa kami komunikasikan, kami sama-sama tahu kalau cincin yang ku belikan waktu itu adalah cincin biasa, bukan cincin seformal cincin tunangan... yahh, gak promise ring juga sih... cuman kayak hadiah aja" jawab Philip dengan santai.

"ck sial! kenapa aku malah bertemu Lana?" keluh Ben sambil memijat keningnya.
mendengar itu Philip berdecak dan menepuk pundak Ben "heh! jangan ngomong gitu, Ben... Lana itu perempuan yang baik, cintanya tulus ke kamu... kamu hanya tinggal bilang kalau membahas pernikahan saat ini adalah hal yang tidak tepat karena kalian baru 2 bulan pacaran dan kamu masih ingin berkarir" kata Philip dengan serius. Ben berdecak, "tapi aku kesal, Phil... dalam seminggu dia bisa membahasnya lebih dari 5 kali dan rasanya aku muak dan ingin muntah" jawab Ben dengan frustasi.

Philip mengangguk mengerti dan mengusap dagunya dengan pelan "coba mulai jaga jarak dari Lana, mulailah sering lembur dan sibukkan dirimu di kantor... hal itu akan menghindarimu dari Lana yang sering membahas pernikahan... dan Lana perlahan akan sadar dengan sikap kamu... dia akan mengurangi topik pembahasannya soal pernikahan dan akan perlahan mengerti..." saran dari Philip membuat Ben menelan ludahnya dengan berat.

"emangnya menghindar dari Lana gak membuat sakit hati?" tanya Ben, Philip menaikkan kedua bahunya tanda tak tahu.
"mungkin dia akan kesal, tapi sedikit... tapi dia pasti akan sadar dan mulai menahan dirinya untuk membahas soal pernikahan... atau kamu bisa saja berterus terang... kamu yang tentukan, kan kamu yang paling tahu pacarmu sendiri" jawab Philip.

setelah pertemuan Philip dan Ben, sudah 2 minggu lebih Ben sering lembur di kantornya. sementara di tempat lain, Lana putus asa dan sering menangis di apartemennya karena merindukan Ben. bukannya Ben tidak pernah main ke apartemen Lana atau bukannya Ben tidak pernah mengajaknya berkencan keluar. tapi bagi Lana, saat ini Ben seakan mengurangi waktunya untuk Lana. seakan Ben sedang mengurangi frekuensi bertemunya untuk menghabiskan waktunya bersama Lana. Lana mengelap air matanya, menatap layar handphonenya yang tengah menelfon Ben tetapi Ben sama sekali tidak mengangkatnya.

Lana terisak, dia melempar handphonenya ke atas kasur dan terduduk di lantai. cincin yang Ben belikan selalu terpasang rapih di jari manis tangan kirinya. Lana tidak tahu harus berbuat apa agar Ben mau lebih banyak menghabiskan waktu lebih dengannya. sebab setiap kali Lana complain, Ben selalu menghindari topik tersebut dan mendiamkan Lana jika Lana mulai mengomel.

Lana menatap layar handphonenya, menghitung gajinya dan mulai berdiri seraya mengambil tasnya. hari ini Ben harus ke kantor meskipun hari ini hari minggu, dan Lana tidak mau menghabiskan waktunya seperti perempuan gila di apartemennya sendiri sambil berharap Ben akan mengajaknya kencan. Lana punya tabungan yang cukup untuk shopping, dan hari ini dia berencana untuk shopping sendiri.

Lana mengendarai mobilnya, pergi ke sebuah mall besar di dan mulai menggunakan uangnya dengan impulsive untuk membeli berbagai skincare dan hair care. dan saat tangannya sudah penuh dengan kantong belajaan, matanya saat ini tertuju pada sebuah toko underware. Lana langsung berjalan ke toko tersebut, memilah-milah lingerie yang sekiranya cocok dengan tubuhnya dan warna kulitnya.

'seterbuka mungkin' batinnya seraya memilah-milah lingerie dan baju dalam yang sangat tipis.

Lana menelan ludahnya, dia sadar betul kalau underwear yang saat ini dia pegang adalah underwear yang bahkan hanya sedikit menutupi payudara dan daerah kewanitaannya. tapi dia tidak perduli, dia terlalu putus asa untuk membuat Ben konsisten datang ke apartemennya dan tidur dengannya. Lana membeli beberapa lingerie dan underwear tanpa memperdulikan sudah berapa juta dia habiskan untuk shopping hari ini.

Lana tidak puas juga, dia kembali masuk ke dalam mall setelah menaruh belanjaannya yang sangat banyak ke dalam bagasi mobil. Lana pergi ke toko sabun, membeli sabun mandi dan shampoo yang sekiranya wanginya enak, membeli beberapa lilin aromaterapi. 'mungkin ini bisa di gunakan saat nanti aku dan Ben berhubungan sex... membuat aroma kamar lebih harum' batin Lana seraya menghirup lilin aromaterapi yang menurutnya cukup mahal.

jam menunjukkan pukul 9 malam, Lana menghembuskan nafasnya karena tabungannya mulai menipis. belanjaannya cukup banyak, Lana sampai bingung harus menaruhnya kemana. handphonenya berdering dan ada telefon dari Ben. Lana dengan antusias mengangkatnya dan menarik nafasnya seraya mengatur detakan jantungnya yang tidak karuan.

"hai sayang, dimana?" tanya Ben dengan suara lesu.
"aku di apartemen, sayang... kamu sudah pulang?"
"untungnya udah... boleh gak aku ke apartemenmu? aku pengen tidur di tempatmu" jawab Ben.
"boleh dong sayang... aku akan buatkan makanan untuk kamu" kata Lana seraya berdiri.
"gak usah, aku bakal beliin burger sama kentang goreng untuk kita berdua... aku lagi pengen makan makanan fast food malam ini" mendengar itu Lana menghentikan langkahnya.
"okay sayang..." jawab Lana dengan lembut.

Love Is In The HeadWhere stories live. Discover now