muntahanemosi

1 0 0
                                    

Lana memejamkan matanya sebentar sambil mencoba menahan tetesan air matanya yang seakan tidak mau berhenti. hatinya terlalu sakit, bahkan tubuhnya saat ini pun ikut menunjukkan rasa kesedihan tersebut dengan air mata Lana malam ini. dia menarik nafasnya dengan berat dan membuka matanya sambil melihat Ben yang masih menatapnya dengan tatapan datar seakan Ben sudah mati rasa dengan Lana yang saat ini jelas-jelas terluka oleh sikap Ben.

"berbulan-bulan aku mencoba menjadi orang yang baik untukmu, Ben... aku selalu ada untukmu, memberimu waktu ketika aku tidak memilikinya, memberimu energi ketika aku sudah kehabisan energiku sendiri... aku berusaha keras untuk menyenangkanmu, mengikuti keinginanmu, menuruti kemauanmu, tapi semua usahaku tampaknya tidak pernah membuatmu puas..." ucap Lana dengan suara yang parau. mendengar itu Ben menelan ludahnya dan menatap Lana dengan tatapan lebih berempati.

"ingat baik-baik Ben... aku tidak pernah jahat padamu, sekalipun tidak... aku hanya berusaha untuk mempertahankan hubungan ini, aku berusaha membuatmu tetap menyukaiku dan tetap mencintaiku... aku tahu, aku gak seperti perempuan di internet yang selalu kau pandangi, dimana mereka punya dada besar dengan kulit putih seperti yang kau nikmati lewat matamu... aku tahu bagaimana kau mengagumi perempuan bertubuh plastik di luar sana dan kau mulai dengan senangnya membandingkan mereka denganku... dan aku sadar kalau aku tidak semenarik itu untukmu... jadi tolong, mulai sekarang, jangan datang lagi padaku... pergilah, cari perempuan yang menurutmu sesuai dengan kriteriamu dan sesuai dengan keinginanmu"

Lana menghembuskan nafasnya dengan gemetar, dia bisa merasakan air matanya yang menetes lebih deras dari biasanya dan nafasnya yang sesak. "aku menyayangimu, Ben... tapi gara-gara itu, aku sampai lupa mencintai diriku sendiri... dan aku gak bisa melangkah lebih jauh lagi untuk mencintaimu... aku sudah terlalu lelah dan sakit untuk jalanin hubungan ini sendirian" lanjut Lana dengan suara yang serak akubat nyeri di kerongkongannya karena menahan isak tangis sedari tadi.

"jadi? kamu mau kita putus?"

pertanyaan bodoh itu kembali keluar dari mulut Ben, dan Lana sekarang mengangguk sambil menundukkan kepalanya. Ben menghembuskan nafasnya, dia menelan ludahnya dan menatap Lana.

"maafin aku, Lana... ku akui, aku emang bosan sama kamu... dan aku sudah mencoba untuk menyingkirkan perasaan bosan itu, tapi sulit... kamu terlalu baik, kamu selalu memaksakan dirimu untuk menjadi apa yang ku mau dan aku benci hal itu... kadang aku mikir, kemana Lana yang dulu? yang selalu berterus terang sama kemauannya dan apa adanya?" ucap Ben, mendengar itu Lana hanya diam dan menatap kearah lain tanpa menatap kearah Ben sedikit pun.

Ben memakai jas hitamnya, "aku masih sayang kamu... sampai saat ini rasanya aku masih cinta, tapi jujur aja, aku gak tahu caranya supaya gak bosan lagi sama kamu... mungkin break lebih baik daripada putus karena aku masih cinta sama kamu".

Lana tersenyum perih, dia menggeleng "gak... putus aja... gak ada gunanya mempertahankan hubungan kayak gini... berbulan-bulan aku jalanin hubungan ini sendiri, ngusahain hubungan ini sendirian... sedangkan kamu? kamu sibuk sama dunia kamu sendiri, kamu seakan lupa kalau kamu udah punya aku..." tangis Lana dengan suara yang serak. Ben mengeraskan rahangnya dan sekarang mengalihkan pandangannya, dia tidak sanggup menatap Lana yang tengah hancur karena sifatnya sendiri.

"kamu kira aku gak tahu kalau kamu pernah selingkuh sama teman satu kantor kamu?"

mata Ben melebar, dia menoleh kearah Lana yang tengah mengelap air matanya "aku tahu, Ben... aku lihat sendiri dengan mata kepalaku, 3 bulan yang lalu! kamu jalan sama perempuan lain di mall sambil bawain barang belanjaan dia!" seru Lana. "AKU SENGAJA GAK LABRAK KAMU DISITU, KARENA AKU GAK MAU BIKIN KAMU MALU!!" nada bicara Lana meninggi, membuat Ben saat ini menghampiri Lana dan mencoba menenangkan perempuan itu.

"Lana, maafin aku... beneran, aku gak ada hubungan apa-apa sama Siska"
"jadi namanya Siska?! KAMU BISA NEMENIN DIA JALAN DAN BAWAIN BELANJAANNYA DIA! sedangkan kamu ke aku?? kamu pegangin tas aku sebentar aja kamu marah-marah!"

tangisan Lana makin menjadi-jadi, Ben mencoba untuk memeluk Lana namun Lana meronta dan mendorong tubuh Ben agar menjauh darinya. Ben menarik nafasnya dengan perih, hatinya sekarang ikut terluka karena melihat perempuan yang dia cintai menangis karena ulahnya. malam ini Ben baru sadar kalau semua tindakannya selama ini sudah menyakiti hati Lana. dan Ben tidak pernah menyiapkan dirinya untuk menghadapi Lana yang menangis di hadapannya seperti saat ini.

"aku gak bisa... aku gak bisa jalanin hubungan ini lagi! aku gak mau jalanin hubungan ini sendirian lagi! udah cukup, Ben! mau sampai kapan kamu nyakitin aku? kamu gak akan pernah bisa berubah, kamu yang dulu bilang sendiri... dan aku gak tahan lagi"

mata Ben berkaca-kaca, dia bisa merasakan nyeri di kerongkongannya yang membuatnya kesulitan untuk menelan. dia berlutut di hadapan Lana, memeluk kedua kaki perempuan itu dengan erat "maafin aku, Lana... tolong, kasih aku kesempatan lagi". Lana mendorong lagi tubuh Ben, menjauh dari laki-laki itu dan menangis lagi dengan sedih.

"PERGI!!" Lana menjerit dalam isakannya sambil memeluk dirinya sendiri. namun Ben bersikeras, dia tidak ingin meninggalkan perempuan itu seorang diri. "PERGI BEN!! ATAU HUBUNGAN KITA BENAR-BENAR SELESAI!!" mendengar itu Ben menelan ludahnya dengan berat dan menundukkan kepalanya.

Ben berjalan keluar dari apartemen Lana. Lana mencoba menenangkan dirinya, dia cepat-cepat mengunci pintu apartemennya dan menangis di lantai dapur. dadanya terasa sesak, namun perasaannya lega setelah sekian lama dia memendam semua itu sendirian. akhirnya Lana bisa menangis dengan kencang, dan dia harap tangisannya malam ini adalah tangisan terakhirnya untuk Ben.

Lana merasa bodoh, saat ini otaknya terbuka dan pikirannya seakan baru berjalan dengan baik. dia akhirnya bisa meluapkan semua emosinya, memuntahkan semua yang dia pendam selama ini termasuk perselingkuhan Ben yang pernah dia lihat sendiri. tapi Ben malah ikut membicarakan perasaannya, Ben malah memberitahunya kalau Ben pun sudah jenuh dengan perempuan tersebut.

saat ini Lana merobek gaun tidur pendek satin yang dia kenakan, dia membiarkan tubuhnya telanjang di dalam apartemen. tangannya meraih handphonenya dan Lana berjalan ke kamar mandi untuk mengisi bath tubnya.

Lana masih menangis, namun tangisannya tidak semenyakitkan barusan. tangannya yang bergetar sekarang menyentuh air hangat yang sudah terisi setengah di dalam bathtub. Lana masuk ke dalam bathtub, dia membasahi wajah dan tubuhnya dengan air hangat dan menarik nafasnya dengan gemetar. dia menghentikan tangisannya dan menarik nafasnya lagi dan lagi.

Love Is In The HeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang