kilasbalik LanadanBen (3)

0 0 0
                                    

"pagi sayang... kita hari ini pergi ke mall yuk?" ajak Lana, Ben mengerang dan menatap Lana yang saat ini menyandarkan kepalanya ke dada Ben. "hmm? ngemall? mau beli apa?" tanya Ben dengan heran sambil bangkit dari tidurnya, "pengen ngemall aja..." jawab Lana sambil memasang wajah cemberut yang di buat-buat. Ben tersenyum, dia menarik tangan Lana dan memeluk perempuan itu "iya sayang... tapi sarapan dulu ya? terus, nanti malam aku mau ngegym" kata Ben.

Lana selalu menggandeng tangan Ben selama mereka mengitari mall. sebenarnya Ben agak kurang suka mengumbar kemesraan mereka di tempat umum seperti bergandengan tangan atau berpegangan tangan di depan orang-orang. namun dia tahu sifat Lana yang manja itu, dia pernah menolak permintaan Lana untuk berpegangan tangan selama jalan di mall dan Lana menjadi diam sepanjang mereka menghabiskan waktu berdua. jadi Ben tidak ingin merusak mood Lana, dan Ben hanya bisa pasrah saat Lana yang saat ini malah berjalan ke sebuah toko perhiasan.

"sayang? yakin mau kesini?" tanya Ben dengan ragu, dia perlahan melepas genggaman tangan Lana dan membuat Lana menoleh ke arahnya "iya... aku pengen lihat-lihat" jawab Lana dengan riang. Ben hanya diam dan berjalan di belakang Lana, mengekori perempuan itu yang tampaknya antusias.

"lihat! cincinnya cantik-cantik"

Lana sekarang mulai mengelilingi toko tersebut, sementara Ben dengan pikirannya yang entah kemana, mengarahkan raganya untuk membuntuti Lana. Ben hanya memberikan sedikit komentar, dia sebenarnya cukup kagum dengan perhiasan yang ada disana. tapi Ben takut kalau-kalau kekagumannya terhadap perhiasan disana di salah artikan lagi oleh Lana. jadi Ben hari ini berperilaku sehati-hati mungkin agar Lana tidak salah sangka.

"kau suka itu? sepertinya cocok" tanya Ben saat Lana mencoba sebuah cincin simple dengan batu moissanite mengitari cincinnya. "yeah, cincin ini sangat cantik... tapi sayangnya ukuran cincin ini terlalu besar" jawab Lana dengan sedikit kecewa. mendengar itu Ben memanggil seorang pegawai yang berdiri tidak jauh dari mereka "permisi, apakah cincin ini ada ukuran yang cocok untuk jari manis pacar saya?" tanya Ben pada pegawai tersebut.

Lana tersenyum, dia sekarang menunggu pegawai tersebut kembali dengan cincin yang ukurannya sesuai dengan ukuran jarinya. "oh! ini pas!" ucap Lana dengan girang, Ben tersenyum kecil "saya akan ambil ini" kata Ben pada pegawai tersebut. mendengar itu Lana sumringah, dia tampak sangat senang dan Ben tersenyum lega. dia lega karena Lana senang dengan hadiahnya tersebut, dan Ben kali ini berharap agar Lana menutup mulutnya dan berhenti membahas soal pernikahan.

🫶🫶

"sayang? kamu sudah dirumah?" tanya Lana melalui telefon saat Ben baru pulang kerja. "aku sudah di rumah... kamu dari rumah sakit langsung pulang?" tanya balik Ben sambil melepas sepatu dan menaruh tasnya ke atas meja. "enggak, aku mau bersantai di balkon apartemenku" jawab Lana dengan santai, terdengar suara Lana tengah menghisap rokoknya.

"kamu lagi ngapain?" tanya Ben, laki-laki itu terduduk di pinggir tempat tidurnya sambil menempelkan handphonenya ke telinganya. "aku lagi lihat-lihat gaun pengantin di Pinterest..."

mendengar itu, Ben menelan ludahnya "okay?" jawab Ben dengan ragu. "aku hanya iseng melihat-lihat... kayaknya aku bakalan cantik kalau pakai gaun putih panjang" kata Lana dengan santai. Ben menghembuskan nafasnya, dia memijat keningnya dengan frustasi dan tidak tahu harus berkata apa. "anyway, thank you sayang untuk cincinnya... aku sangat suka cincin ini" kata Lana, "syukurlah kalau kamu suka cincin itu... aku mau mandi dulu" kata Ben, dia berusaha untuk mengakhiri perbincangan mereka.

"okay, bye sayang... love you Ben"
"bye sayang, i love you" ucap Ben seraya mematikan telefon.

dan saat ini untuk Ben, mimpi buruknya baru saja di mulai. membelikan Lana cincin di toko perhiasan kemarin adalah keputusan yang salah, dan Ben tidak tahu harus berbuat apa agar Lana bisa berhenti memberinya kode tentang pernikahan yang bahkan Ben belum siap untuk bahas. Ben menghembuskan nafasnya, dia meraih handphonenya dan menghubungi sahabatnya untuk bertemu malam ini. Ben benar-benar frustasi, dia mana mungkin bisa mengabaikan topik pembahasan itu sementara Lana terus membahasnya setiap kali mereka berkomunikasi.

Ben dan Philip duduk bersebelahan di sebuah bar yang tidak jauh dari kantor mereka. Philip tidak tahu kenapa Ben mendadak mengajaknya pergi ke bar. Ben bukan tipikal laki-laki yang suka ke bar dengan kemauannya sendiri, Ben hanya akan ke bar jika teman-teman kuliahnya atau teman-teman dari kantornya mengajaknya untuk pergi ke bar. Ben lebih suka minum di rumahnya, menikmati obrolan di tempat yang sepi dan tidak banyak orang.

"kenapa Ben? kamu keliatannya lesu akhir-akhir ini?" tanya Philip yang mulai menyadari kalau Ben memang akhir-akhir ini lebih banyak diam. "kamu bisa cerita... apakah ada klien yang complain atau menyusahkan?" pertanyaan itu di balas dengan gelengan kepala Ben, "ini soal Lana" jawabnya dengan pelan.

"Lana? kenapa? kalian bertengkar? bukannya kalian baru cuti dan jalan-jalan bareng?" tanya Philip dengan heran, "justru sejak libur itulah aku jadi tertekan" jawab Ben. Philip tidak mengerti, tetapi Philip hanya diam dan menunggu Ben untuk angkat bicara. "aku ingin tahu, apa yang bisa membuatmu pacaran bertahun-tahun dengan Karen tanpa merasa ketakutan" ungkap Ben dengan nada serius.

Philip mengerutkan keningnya "ketakutan? apa maksudmu?" tanyanya lagi, "apa Karen pernah membahas soal pernikahan?" tanya Ben. Philip menelan ludahnya dan mengangguk kecil "kami hanya membahas soal pernikahan satu sampai dua kali" jawab Philip.

"apakah saat kamu dan Karen membahas soal pernikahan, kamu jadi takut?" lagi-lagi Ben bertanya.

"enggak sih, aku malah semakin yakin kalau aku mau menikahinya" mendengar jawaban itu, Ben menatap Philip dengan heran "kok bisa?" tanya Ben. Philip menghembuskan nafasnya "Karen bilang, dia ingin menikah ketika dia sudah siap... dan ketika dia sudah siap, dia juga masih ingin memikirkan pernikahan itu dengan matang... dia gak mau terburu-buru, gak mau gegabah dan ceroboh mengambil keputusan yang resikonya sekali seumur hidup... dia masih ingin berkarir... mengingat kedua orangtuanya pun dulu bercerai saat Karen masih berusia 16 tahun".

Ben mengangguk kecil, ada harapan di hatinya kalau Lana memiliki pola pikir yang sama dengan Karen. tetapi tentu saja Ben tidak bisa mengatakannya dengan terus terang soal hal itu kepada Philip.

"jadi? Lana membahas pernikahan? setelah kalian baru pacaran selama 2 bulan?" tanya Philip dengan tidak percaya, Ben menganggukkan kepalanya dan Philip tertawa. "oh man, aku pasti akan kabur saat itu juga jika Karen membahas soal pernikahan di saat kami baru pacaran 2 bulan" ucapan Philip membuat Ben mengangguk tanda setuju, sebab hal itulah yang terjadi pada dirinya sekarang.

Love Is In The HeadWhere stories live. Discover now