kilasbalik LanadanBen (2)

0 0 0
                                    

Ben tersenyum, menatap Lana yang tampak cantik dengan dress panjang berwarna biru tua dan riasan tipisnya. Ben membukakan pintu untuk Lana, dan Lana tersenyum malu "tumben?" tanya Lana. "khusus buat kamu yang cantik banget malam ini" jawab Ben. Lana tertawa geli "thank you baby" katanya sambil masuk ke dalam mobil.

perjalanan mereka cukup hening, dan Ben lega karena Lana tidak membahas soal pernikahan yang sempat mereka bahas tadi sore. Ben menarik nafasnya, mencoba menenangkan dirinya dan bersenandung. dia tersenyum kearah Lana "cium pipiku dong" katanya, Lana tertawa kecil dan mengecup pipi Ben "tumben banget sih? kenapa? moodnya lagi bagus ya?" tanya Lana. "gak juga sih" jawab Ben, yang sebenarnya tengah mencoba mengalihkan pikirannya.

"malam ini aku mau makan yang banyak" kata Ben, Lana memutar matanya "katanya mau diet?" tanya Lana. "yaah, kan aku besok bakalan ngegym juga..." ucap Ben sambil menatap menu yang dia pegang.
obrolan demi obrolan mereka bahas malam ini, dan Ben sangat-sangat bersyukur karena mereka tidak membahas soal pernikahan atau mungkin yang lebih awal— pertunangan. Ben bahkan tidak tahu kenapa Lana bisa membahas soal pernikahan dan masa depan mereka. padahal mereka baru pacaran 2 bulan, dan hal itu membuat Ben rasanya ingin menjaga jaraknya dari Lana.

"oh my! lihat itu Ben!" bisik Lana seraya menunjuk kearah meja bundar kecil dimana mereka berdua bisa melihat seorang laki-laki tengah berlutut di hadapan perempuannya dan menunjukkan sebuah cincin. sudah pasti lah laki-laki tersebut tengah melamar pacarnya di restoran, dan hal itu cukup menyita perhatian beberapa pengunjung yang ada di restoran tersebut. beberapa pelayan memainkan musik di panggung untuk kedua pasangan tersebut, dan tentu saja lamaran tersebut di terima. banyak orang yang bertepuk tangan, begitupun Lana yang ikut bertepuk tangan dan tersenyum karena ikut senang dengan apa yang mereka lihat.

"di lamar di restoran bintang 5 tuh emang so sweet banget" celetuk Lana setelah dia menelan minumannya. 'oh shit' batin Ben, dia memperhatikan Lana yang tampaknya gembira, "kamu termasuk orang yang setuju gak dengan lamaran di tempat umum?" tanya Lana yang saat ini mulai memasang wajah serius. 'here we go again' keluh Ben di dalam hatinya dengan malas seraya menelan ludahnya dan menghembuskan nafasnya.

Ben memandangi makanannya, dia tidak nafsu makan lagi karena mendengar pertanyaan Lana dan membayang topik apa yang sekiranya malam ini akan Lana bahas. "Ben? jawab dong" rengek Lana, membuat Ben tersenyum kearah Lana "aku kurang setuju kalau ngelamar perempuan di tempat umum... rasanya aku kayak naruh perempuan itu di posisi yang gak bisa memilih... bisa aja kan perempuan itu belum siap untuk menikah, tapi terpaksa nerima lamarannya karena di lihat banyak orang? apalagi kalau misalnya perempuan itu akhirnya nolak lamaran pacarnya, pasti harga diri si laki-laki terlukai banget karena malu lamarannya di tolak di depan banyak orang" jelas Ben yang saat meneguk minumannya.

Lana tersenyum "yah kalau kamu yang lamar sih, aku gak bakalan tolak" katanya. Ben terbatuk, dia tersedak saat menelan minumannya karena mendengar ucapan Lana barusan. "yaampun... kamutuh" keluh Lana dengan lembut seraya memberi Ben beberapa lembar tissue. "aku shock... kamu sih, udah ngasih jawabannya duluan sebelum di lamar" kata Ben, Lana tersenyum lebar "kan cuman bilang... jadi gak usah khawatir soal aku yang bakalan tolak lamaran mu apalagi sampai ngelukain harga diri kamu" jelasnya.

laki-laki itu tidak menjawab, dia hanya diam dan kembali melahap makan malamnya. Ben melirik kearah pasangan tadi, cincin itu sudah tersemat dengan baik di jari manis kiri perempuannya. 'ck, kok bisa sih orang berkomitmen begitu dengan pasangannya? apa yang bikin mereka jadi yakin ya sama pasangannya?' batin Ben. laki-laki itu pun menelan makanannya, menatap Lana yang saat ini mulai membicarakan soal pernikahan dan pertunangan.

rasanya Ben ingin melepeh daging yang saat ini dia kunyah, pembahasan yang Lana angkat malam ini sungguh memuakkan bagi Ben yang belum siap berkomitmen. laki-laki itu memang sedari awal memacari Lana bukan karena ingin menikah sesegera mungkin. tetapi Ben memacari Lana karena dia memang tertarik dengan wajah cantik dan otak pintar Lana— tidak ada hal lainnya selain itu. selain baginya Lana adalah perempuan pintar dan cantik, Lana juga perempuan yang tidak terlalu dominant. Lana memberi makan ego Ben yang tinggi, Lana juga suka mengalah dan seakan memprioritaskan perasaan dan kemauan Ben. sehingga, Ben jadi di manjakan dengan sifat Lana tersebut.

"menikah itu bagusnya pas kamu udah siap secara mental dan finansial"

ucapan Ben terdengar datar dan dingin, membuat Lana menghentikan mulutnya yang sedari tadi berbicara. "iya sih..." ucap Lana, sekarang Lana kembali melahap makanannya dan Ben menarik nafasnya dengan berat. "menikah itu gak semudah yang kita lihat... kita harus kenalan sama keluarga dari kedua belah pihak, mikirin ke depannya setelah menikah mau bagaimana... belum lagi kalau salah satu dari pihak keluarga ada yang menutut ini itu" kata Ben, Lana mengangguk setuju namun raut wajahnya tidak se antusias barusan.

"sekarang, mending kita jalanin dulu apa yang ada di depan kita... kita kan baru pacaran 2 bulan... sebaiknya kita bahas yang lain" kata Ben, dia mulai bisa merasakan kalau Lana tampaknya lesu dan kehilangan minatnya untuk makan. "iya... maaf" kata Lana, Ben berdecak kecil "gak usah minta maaf... kalau soal cincin sih, aku bisa aja beliin buat kamu... tapi kalau mau bahas tunangan atau menikah, kita bahas setelah kita satu tahun pacaran" jelas Ben.

sepanjang perjalanan pulang, Lana kembali membicarakan soal lamaran yang mereka sempat tonton di restoran barusan. Ben bisa saja mengeluh, tapi dia menutup mulutnya dan terus mengendarai mobilnya dengan baik. sejenak Ben agak menyesal karena dia membahas soal cincin yang dia bisa belikan untuk Lana. tentu saja, niat Ben membahas cincin tadi yang hanya untuk menenangkan Lana, malah di salah artikan oleh Lana.

"aku suka banget sama cincin dengan permata berbentuk oval atau emerald cutting...""

Ben menelan ludahnya "oh ya? masa?" tanya laki-laki itu, Lana mengangguk dengan antusias "kamu tahu kan Jennifer Lopez? dia punya cincin yang cantik banget dari Ben Affleck... Jlo beruntung banget" jawab Lana seraya menatap kearah Ben.

Ben tersenyum, menyembunyikan penilaiannya terhadap tatapan mata Lana padanya yang saat ini terlihat seperti anak kecil yang seakan mengatakan kalau dia ingin di belikan cincin saat itu juga. Ben hanya diam, dia memarkirkan mobilnya dan berjalan menuju apartemen Lana dan sesampainya disana, Ben langsung terduduk di sofa sambil menghembuskan nafasnya dengan lega. perjalanannya mengendarai mobil selama 1 jam sebenarnya tidak membuatnya lelah, namun mendengar celotehan Lana lah yang membuatnya capek.

"sayang? kamu mau ikut mandi?"

Ben menggeleng "kamu duluan aja, aku mau merokok sebentar" jawabnya seraya mengeluarkan sebungkus rokok dari dalam tas pinggangnya yang dia taruh di dekat TV. Lana mengangguk dan masuk ke kamar mandi sambil bersenandung. Ben membuka pintu balkon dan bersandar sambil menatap jalanan yang agak sepi. Ben sedang memikirkan bagaimana cara untuk menjelaskan pada Lana agar bersabar sedikit lebih lama untuk membahas soal pernikahan.

tetapi Ben tidak mau menyakiti Lana dengan penjelasannya nanti, dia takut Lana kecewa. dia sangat menyayangi perempuan itu, sangat. namun pembahasan soal pernikahan yang menurutnya terlalu cepat membuatnya takut. takut dia tidak bisa menikmati masa mudanya di usia 20 tahunan ini. meskipun usianya sekarang sudah 27 tahun dan beberapa orang termasuk ibunya sudah bertanya kapan dia akan menikah, tetapi bagi Ben, saat ini dia masih ingin mengejar karirnya.

Ben menatap layar tabletnya, membaca beberapa kasus milik klien-kliennya dan menghubungi beberapa bawahannya untuk mengadakan diskusi bersama klien ketika Ben nanti selesai dari cutinya. dia ingin mengalihkan pikirannya, tidak ingin memikirkan pernikahan dan rumah tangga yang barusan Lana bahas sepanjang perjalanan pulang di mobil.

Love Is In The HeadTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon