[37] Mend A Broken Heart

9.6K 1.5K 1.3K
                                    

"It's amazing how one ending can lead to a beautiful new beginning."

Germany Kent

***



"Semuanya sudah diberesin berarti?" Sambil menyeruput teh dan duduk anggun di tepi ranjang Kumala, Laras menatap sepupu dari kekasihnya yang sedang terduduk di atas lantai sambil menata koper-kopernya.

Kumala mengangguk, dia sempat melirik tajam ke arah Laras yang baru saja datang ke rumah orang tuanya dengan alasan ingin membantunya untuk bersiap-siap sebelum nanti malam Kumala akan berangkat ke Norwegia.

"Ya, menurut, Mbak sendiri gimana?" Kumala menunjuk semua kopernya yang sudah tertata rapi di depannya.

Antara tidak peka atau hanya ingin menggoda Kumala saja, Laras menaikkan kedua bahunya dengan cangkir yang berada tepat di depan wajah wanita itu. "Ya, 'kan, Mbak nggak tahu? Mbak mau bantu, tapi ternyata semuanya sudah beres, kan?"

"Kalau niat mau bantu, harusnya Mbak datang dari kemarin-kemarin, dong?" tanya Kumala, melirik tajam Laras yang terlihat santai menyeruput teh hangatnya.

Yang benar saja, 'kan? Nanti malam Kumala sudah berangkat, dan dengan lugunya Laras bilang akan membantunya bersiap-siap.

Salah satu tangan Laras bergerak mengibas di depan wajahnya, "Kemarin-kemarin Mbak sibuk, La. I really have so much work that it makes me dizzy. Maaf, ya? Kan, yang penting niatnya Mbak buat datang ke sini, bantuin kamu, La," katanya berusaha membela diri.

Kalau saja Laras tidak memberikan tatapan 'ingin mengerjai'-nya, mungkin Kumala tidak akan mau memperpanjang obrolan bantu-membantu ini. Kumala sendiri merasa bisa mengerjakan semuanya sendirian, dan sebenarnya dia tidak begitu ingin dibantu—di mana dia bertemu dengan banyak orang di saat wanita itu akan pergi nanti.

Setelah Kumala tidak menanggapi, suasana di dalam kamar berubah hening. Begitu memeriksa semua perlengkapan yang sudah masuk ke dalam sling bag yang akan dibawanya nanti, Kumala menoleh ke belakang—ke arah Laras yang sedang memasang raut wajah aneh ketika menatap handphonenya.

Bukan cuma memasang raut wajah tidak biasa, bibir Laras juga mengeluarkan ringisan dan makian pelan. "Bagus, deh. Emang cowok model sampah begini harus cepet-cepet diurus, dikasih pelajaran!"

Dilihat dari kesalnya Laras dan kalimat yang keluar dari bibirnya, Kumala menebak kalau kekasih dari sepupunya itu pasti sedang membaca artikel mengenai mantan tunangannya—Johan—yang kemungkinan diulik kembali oleh media.

"Udah liat ini belum?" Mata Kumala memicing, menatap foto yang sepertinya merupakan tangkapan layar dari cctv di handphone Laras yang terarah kepadanya. "Itu, loh, kasusnya Janaka," sambungnya sebelum Laras buru-buru melipat bibirnya ketika menyadari kalau ia salah bicara.

Kening Kumala berkerut, lalu dia menganggukan kepala. "Tahu, kok." Ia sendiri tidak tahu kenapa Laras mendadak terdiam. "Mas Katon sama Mbak Farah sempat cerita," lanjutnya, gantian membuat Laras membelalakkan matanya karena terlalu terkejut.

Setelah memberikan pengakuan 2 hari yang lalu, Katon memang sering mendatangi kediaman orang tua Kumala. Entah itu untuk makan siang, makan malam, atau sekedar mengobrol sebentar dengan Kumala. Dari obrolan bersama Katon itulah, Kumala mengetahui permasalahan yang sempat membuat Katon sampai menangis beberapa hari lalu di hadapannya.

Di depannya, pria itu juga mengaku kalau dia sempat memukul habis-habisan Janaka—adik kesayangannya—karena pria itu melakukan kekerasan ke kekasihnya, Joey.

Berbeda dengan sebelumnya, Katon terlihat biasa saja saat menceritakan hubungan yang dijalin antara adiknya dan mantan kekasihnya itu. Tidak sama seperti saat pria itu berkunjung ke apartemennya untuk menjemput Hestamma, atau di saat pesta kejutan ulang tahun Laras, dan ketika acara makan siang bersama mereka yang berakhir dengan Katon meninggalkannya karena Joey harus dilarikan ke rumah sakit karena alerginya.

LET THE CAT OUT OF THE BAG (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang