[33] Eat Humble Pie

8.1K 1.2K 263
                                    

"Yeah, I just said that. Welcome to my brain. You may want to buckle up."

Dan Pearce,

***



"Orang tua lo baru aja balik." Joey bergeming, setengah bersandar di ranjang perawatannya ketika Jeremy menarik salah satu kursi agar dia bisa duduk di samping ranjangnya. "Gue nggak bilang apa-apa ke orang tua lo, sama kayak yang lo mau," ucapnya yang diangguki Joey lega. "I still find it hard to believe...," gumam pria itu, dan di dalam hati Joey ikut menyetujui ucapan Jeremy barusan.

Apa yang terjadi kemarin—yang dialami Joey sendiri—masih begitu sulit ia cerna, sangat sulit untuk dipercayainya kalau saja wanita itu tidak mendapati bekas kebiruan di lengan tangan dan juga sakit yang dirasakan seluruh tubuhnya sampai sekarang.

Joey pikir keduanya masih bisa membicarakan semuanya baik-baik, ia kira semuanya tidak akan seburuk ini kalaupun semuanya terbongkar terlambat. But what had happened made everything clear, and Joey was confused because she was partly responsible for Janaka's anger, even though she did not approve of her boyfriend's behavior toward him.

"Pak Hestamma mau bawa masalah ini ke kepolisian, itupun kalau lo setuju." Joey yang tadinya menunduk langsung mengangkat kepalanya, menatap Jeremy dengan kedua mata yang membelalak lebar. "I and Firman, Pak Narendra's team were assigned to solve your problem, and I and the others also watched the CCTV footage yesterday." Kepala Jeremy menggeleng, "I know I don't have the right to interfere, but if I can give you some advice as a close friend of yours, you should report this to the police, because what Janaka has done to you is violent, Joey."

Melewatkan saran yang diberikan Jeremy, Joey malah memfokuskan segala pikirannya tentang ide Hestamma dan bantuan dari Narendra soal masalah yang sedang dihadapinya sekarang.

"Pak Hestamma?" tanya Joey ulang, seakan dia salah mendengar sebelum Jeremy menganggukan kepalanya. "Kenapa sampai Pak Hestamma segala ikut turun tangan? Lo yang ngasih tahu?"

"Lo pikir orang tua lo tau dari mana?" Jeremy berdecak, menyadari lambatnya Joey dalam berpikir sekarang. "Lo itu juga bagian tanggung jawab dari Pak Hestamma, Joey. And what Janaka did to you was really an outrageous thing to do," sambungnya, masih membahas soal alasan kenapa Joey bisa ada di rumah sakit sekarang. "Jujur, waktu gue sama Firman liat rekaman cctv—gue nggak tahu lagi harus ngomong apa...," ujar Jeremy sambil menggelengkan kepala.

Joey membenarkan sandarannya, dia lalu menghela napas panjang sambil menatap jari-jari tangannya. "Aku benar-benar bodoh..."

"Huh?" Jeremy menyahut pelan.

"I was also a part of it, even though I didn't approve of Janaka's rudeness toward me, but what he did to me was also because I was mean to him," tutur Joey, mencoba mencari kesalahan semacam apa yang sudah dilakukannya sampai Janaka bisa semarah itu dengannya.

Joey sejak awal sudah salah.

There is no way that Joey's timing could be the result of the heartbreak and frustration of the end of her relationship with Katon, dan di saat yang bersamaan Janaka muncul mengobati lukanya.

Janaka muncul seperti angin segar bagi kehidupan Joey, pria itu menawarkan banyak hal—kebahagiaan—yang belum pernah dia dapatkan karena itulah tanpa pikir panjang Joey berpikir untuk mencoba menerima Janaka.

Alasannya sederhana. Joey ingin merasa bahagia sekali saja. Dan bersama Janaka—meski belum lama—Joey merasa bahagia. Komitmen keduanya yang begitu membuat Joey terharu, kepedulian pria itu, usaha Janaka, kerja kerasnya—semuanya Joey syukuri. Tapi, dia dibuat lupa soal sesuatu yang coba ia sembunyikan dari Janaka—yang ia simpan—dengan kemungkinan suatu hari nanti pasti Janaka akan tahu juga.

LET THE CAT OUT OF THE BAG (COMPLETED)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant