[28] Too Sad For Words

8.3K 1.4K 540
                                    

"What you must understand about me is that I'm a deeply unhappy person."

John Green,

***

It is important to note that the paragraph in italics is part of a past memory.

***










"Rasanya mungkin bakalan kayak terbang?"

"Huh?"

Fira tertawa pelan, "Kalau dibayangin begini nggak bakal sakit, kok." Kumala semakin mengerutkan keningnya. "Daripada di sini, kan?"

"Fira yakin?" Kumala bertanya dengan ragu. Meski ia berjanji ke sahabatnya itu, tapi dia tidak bisa menyembunyikan perasaan takutnya juga.

Kepala Fira mengangguk semangat, "Yakin. Kumala juga yakin, kan?" tanyanya balik.

Dikatai sebegitunya oleh teman-teman sekolahnya, Kumala pikir dengan menahan semuanya sendirian hasilnya akan jauh lebih baik untuk dirinya sendiri. Tapi, semuanya mendadak berbalik jauh dengan apa yang diharapkannya.

Kumala merasakan semua sakitnya sendiri.

There was no one who could help her, and what Fira was giving was far too wild to be true, yet it seemed far more promising than telling everyone around her that she had been suffering all this time.

Sugeng dan Siska sudah pasti tidak akan percaya.

"Halah, dia baru umur berapa, sih? Kula, tuh, ngertinya sekolah, main, shopping sama kamu. Stress dari mananya, sih, dia? Di rumah juga Kula masih kayak biasanya. Ada yang beda gimana, sih, maksudmu?"

Itu yang dikatakan Sugeng—yang juga Kumala curi dengar juga—ketika Siska memberitahu Ayah Kumala tentang keanehan yang dirasakannya ke sosok Kumala.

Karena Kumala masih belum dewasa, Kumala pikir harus menahan semuanya.

Karena kumala masih anak-anak, dia tidak diperbolehkan untuk merasakan perasaan semacam 'menderita' seperti apa yang dirasakannya sekarang.

"Mau, kan?" Fira menyentuh lengannya, membuat Kumala berjengit sebelum ia menganggukan kepala. "Okay!" Senyum gadis itu entah kenapa begitu terlihat menyedihkan. Mungkin sama menyedihkannya dengan senyum yang Kumala ulas sekarang.








Tubuh Kumala meringkuk di atas ranjang dengan air mata yang turun deras dari kedua matanya, ia sama sekali tidak mengeluarkan suara—mungkin sejak kejadian 3 hari lalu di mana dia lepas kendali karena tidak lagi tahan untuk menyimpan semua apa yang dirasakannya sendirian di depan keluarganya.

Tidak pernah Kumala bayangkan akan meledak di depan keluarganya—seperti apa yang terjadi beberapa hari lalu—setelah dia berjanji untuk tidak lagi mau menyusahkan keluarganya dengan sesuatu yang dikatakan aib bagi keluarga besar mereka, wanita itu tidak ingin terlalu terjerumus ke masa lalu yang begitu ingin Kumala damaikan dari hati dan pikirannya.

Tapi, usahanya berakhir sia-sia.

Tiga hari ini, Kumala akhirnya merasakan ketakutannya kembali di tempat yang sama. Ia menetap di masa lalunya, di mana ia masih berumur belasan, duduk dengan Fira di tangga belakang sekolah, berhadapan dengan teman-temannya di sana, kembali mendengar dan menerima olok-olokan dari mereka, menangis di tangga sekolah bersama Fira, lalu menyembunyikan semuanya ketika sampai di rumah. Kumala kembali tertawa, ia melemparkan candaan seakan tidak ada hal buruk yang terjadi, dan kembali menangis diam-diam di kamarnya—sama seperti sekarang.

Dada Kumala bahkan sampai naik-turun karena menahan isak tangisnya agar tidak keluar keras—tidak sampai terdengar ke luar—agar Sugeng dan Siska tidak mendengarnya—sama seperti dulu.

LET THE CAT OUT OF THE BAG (COMPLETED)Where stories live. Discover now