14 | Sandiwara

55 31 7
                                    

"Yahhh! Itu, Nat, yang itu!"

Bahu Nata diguncang beberapa kali ketika Rea menunjuk-nunjuk boneka Pororo ngotot. Awalnya Rea menunjuk boneka Doraemon dalam lemari capit, tapi Nata susah mencapitnya. Walaupun sedikit kecewa, dia tidak berhenti memaksa Nata agar mencapit boneka lain.

Ternyata seru juga ya ngerjain nih anak, haha.

Nata sempat menyerah dan melirik Rea malas karena gadis itu sangat bawel sedari tadi heboh sendiri. Dia kira Rea bukan tipikal gadis yang suka boneka atau pun benda lain yang perempuan banget.

"YESSS!"

Nata tersenyum begitu akhirnya berhasil mencapit boneka Pororo sesuai permintaan Rea. Gadis itu menerimanya dengan senang hati sambil mengucapkan terimakasih banyak-banyak. Kemudian keduanya melanjutkan langkah mengelilingi mal.

Nata melirik Rea yang sedari tadi memainkan boneka Pororonya dengan tawa kecil yang sesekali terdengar. Sekali itu, Nata geleng-geleng geli. "Ternyata lo masih inget kalo lo cewek."

Rea menoleh bingung. "Lah, terus selama ini lo kira gue bukan cewek, gitu?"

Kedua tangan Nata diangkat, mengelak. "Bukan gue, loh, yang bilang gitu."

"Tapi kenyataannya, maksud lo kayak gitu, kan?"

"Elonya aja yang baperan, kan?"

"Gue? Baperan?" Otomatis rasanya seperti ada asap mengepul dari kedua telinga Rea sebelum gadis itu mengalihkan pandang. "Terserah lo, deh. Capek debat mulu sama lo."

"Bercanda," kekeh Nata. Kelima jemarinya kemudian mengacak-acak puncak rambut Rea gemas.

Gadis itu membeku beberapa saat diperlakukan seperti itu. Pandangan Rea akhirnya jatuh pada tempat bowling. Dia mengajak Nata bermain ke sana. Di tengah permainan, selalu ada saja kekonyolan yang diperdebatkan. Selain bowling, mereka juga menikmati beberapa permainan lain. Tidak lupa mereka mampir ke studio photobox. Sebenarnya ide siapa lagi kalau bukan dari Rea? Nata menolak keras, tapi bukan Rea namanya kalau tidak mengeluarkan jurus maksanya.

Lalu keduanya asyik bertanding lagi pada beberapa permainan di Timezone sambil berdebat bodoh, dan sesekali saling menertawakan, begitu pun seterusnya hingga pada akhirnya memutuskan untuk pulang. Belum mencapai eskalator lantai bawah, Rea melirik arloji di pergelangan kirinya. Sementara tangan kanannya sudah membawa beberapa paper bag berisi barang-barang beserta alat kosmetik dan juga aksesoris yang tadi sempat dibeli termasuk boneka tadi.

"Kayaknya masih jam pulang, nih," ucap Rea, sebelum menoleh ke sebelahnya. "Gimana kalo kita nonton?"

Nata menyeruput Starbucknya sampai habis, lalu mengangguk setuju. "Hayuk atuh, mau nonton apa?"

Rea menarik tangan Nata agar lebih cepat sampai ke aula bioskop menuju lantai teratas lagi. Setelah sampai, keduanya mengamati beberapa poster-poster film. "Ini." Rea menunjuk sebuah poster film horor.

Nata memiringkan senyumnya begitu melirik Rea dengan tatapan meremehkan. "Emangnya lo berani?"

Keliatannya cowok itu tidak percaya kalau Rea suka horor. Buktinya waktu meminjam-ralat, lebih tepatnya memalak ponsel Rea, gadis itu marah-marah karena daftar riwayat historinya ada film horor karena ulah Nata sendiri. Ah, mengingat kejadian waktu itu... lucu juga.

"Kalo ada yang nemenin, kenapa enggak?" Rea menarik lengan Nata masuk dengan antusias.

•••

Dalam perjalanan pulang, Rea sempat berpikir, kapan terakhir kali dia duduk di jok belakang ini? Hingga pertanyaan Nata membuyarkan lamunan kecilnya.

NATAREL (SELESAI✔️)Where stories live. Discover now