diabaikan

10 0 0
                                    

Lana berdiri di depan pintu apartemennya, melambaikan tangan kearah laki-laki bertubuh tinggi dengan rambut cokelat yang baru saja meninggalkan apartemennya. Ben, laki-laki berusia 28 tahun tersebut pulang dari apartemen Lana setelah mereka berhubungan sex panas yang mampu membuat kucing peliharaan Lana sembunyi di bawah sofa. Ben tidak ingin menginap di apartemen Lana, dan Lana yang sudah merengek selama 30 menit akhirnya menyerah dan membiarkan Ben pulang.

Lana menyandarkan punggungnya ke tembok, hembusan nafas gusar dan desiran nyeri di dadanya terasa menyakitkan. namun untuk ratusan kalinya Lana mengabaikan rasa sesak itu. Lana sekarang berjalan melewati lemari kayunya yang memajang buku-buku pelajaran kuliah miliknya dulu.

di sebelah lemari buku tersebut terdapat lemari kaca berwarna putih dengan pintu kaca yang isinya di penuhi dengan skincare, body lotion pencerah kulit, serum wajah pengencang kulit, obat pil kurus, parfum bermerk dari Paris, minyak rambut yang dia pesan khusus dari luar negri dan masih banyak lagi yang bahkan Lana jarang pakai karena terlalu banyak. semua itu Lana pakai hanya untuk membuat Ben terkesan. karena menurut Lana, kecantikan adalah hal utama untuk mempertahankan hubungan mereka agar Ben tetap tertarik padanya.

terkadang Lana merasa kalau apa yang dia lakukan saat ini terlalu berlebihan dan terlalu memaksa. namun perempuan itu takut, dia takut saat Ben mulai mengacuhkannya sebentar. dia takut saat Ben tidak dapat menemuinya, dia takut saat Ben terlalu lelah bekerja sampai Ben tidak ingin berhubungan sex dengannya. semua ketakutan itu memaksanya untuk menjadi perempuan yang klinis, serba sempurna, dan selalu ada untuk Ben sehingga hal itu menjadikannya perempuan yang needy.

"hai Blacky... kamu pasti lapar" Lana sekarang membungkukkan tubuhnya, menuangkan makanan kucing ke dalam wadah silver setelah kucingnya dari tadi merengek minta di perhatikan. Lana tersenyum, dia mengelus punggung Blacky sebentar dan berjalan masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya.

lagi-lagi Lana merasa kosong. Lana mengangkat tangannya, menatap bekas sayatan benda tajam yang pernah dia buat di paha kanannya. sebuah memori buruk, bahkan Lana masih ingat bagaimana dirinya dulu menderita karena mencintai laki-laki. Leo, mantannya saat masih kuliah dulu mampu membuatnya mencintai laki-laki 100% sampai Lana lupa diri. setelah itu, semua laki-laki di matanya hanyalah laki-laki biasa.

namun sejak Ben datang ke kehidupannya, jatuh cinta ala anak ABG tersebut muncul lagi di diri Lana. kupu-kupu memenuhi perutnya, dan Ben membuat Lana jatuh cinta— sampai Lana bodoh. perempuan itu sadar betul kalau usahanya mempertahankan Ben adalah usaha paling bodoh dan paling tidak mencintai diri sendiri yang pernah dia lakukan semasa dia hidup. namun Lana terlalu putus asa, dia terlalu takut kehilangan Ben.

baginya, Ben adalah laki-laki idamannya. siapa yang tidak mau dengan pengacara muda tampan yang sukses dan kaya raya? siapa yang tidak mau dengan Ben, laki-laki tampan dengan tubuh atletis dan bermulut manis? siapa yang tidak mau dengan Ben, laki-laki dengan pengalaman sex yang baik yang mampu membuat kedua kaki Lana bergetar?

tapi semua kesempurnaan itu tidak lagi membuat Lana bahagia. sifat Ben, ego Ben, dan prioritas Ben hanyalah untuk menyakiti Lana. "aku orangnya begini, mau kamu marah sampai gimana pun aku gak bisa berubah... susah... dari dulu memang aku orangnya begini" kalimat lawas dari mulut Ben yang sebenarnya menyakitkan itu masih terngiang di telinga Lana. dan setiap kali Lana mengingatnya, dia pun menyadari kalau hubungannya dengan Ben tidak layak untuk di pertahankan.

Ben
sayang, aku udah di rumah

Lana menatap layar handphonenya, senyumanya mengembang setelah 2 jam dia menunggu kabar dari Ben. jarak apartemen Ben dan Lana tidak jauh, hanya butuh 20 menit ketika macet dan hanya butuh 12 menit untuk sampai di rumah Ben bila jalanan senggang. tapi Lana tidak mau ambil pusing kemana Ben selama 100-108 menit yang lalu. Lana segera membalas pesan Ben saat itu juga, dan sesuai dengan apa yang selama ini Lana terima, Ben tidak langsung membalasnya.

Lana
kamu pasti capek... kabari aku sebelum tidur ya? aku mencintaimu

Lana
jangan lupa makan sayang, soalnya tadi kamu gak mau makan di apartemenku

Lana
mandi juga... aku tahu pasti badanmu sekarang lengket

jam dinding di kamar Lana berdetak, sehening itulah kamar Lana saat ini. Lana menatap layar handphonenya, menunggu balasan dari kekasihnya seperti anak kecil yang menunggu kapan dia bisa keluar dari rumah untuk bermain. Ben adalah sumber kebahagiaannya, dan Lana dengan sukarela menyandarkan hati dan pikirannya untuk Ben.

sedangkan Ben? tidak usah di jawab, semua orang tahu bagaimana dia memperlakukan Lana sedari awal. berhati dingin, seadanya, tidak suka mengejar dan lebih senang mendiamkan Lana berhari-hari ketika Lana membuat kesalahan kecil atau tidak sesuai dengan apa yang Ben mau. Lana sudah jatuh ke dalam genggaman Ben, dan Ben dengan mudahnya mengendalikan Lana sesuka hatinya layaknya boneka mainan.

jam menunjukkan pukul 12 malam. Lana sadar kalau besok pagi dia harus bangun lebih awal untuk berangkat ke rumah sakit lebih cepat karena ada urusan yang harus dia lakukan. namun Lana tidak bisa tidur. kenapa? karena Ben belum membalas chatnya sejak jam 10 malam tadi. Lana gelisah, dia berdiri dan mengambil jaketnya lalu membuka pintu balkon apartemennya. dia menyalakan rokoknya, merokok di depan balkon sambil menatap gedung-gedung pencakar langit yang lampu-lampunya mulai gelap.

'apa aku telfon dia aja? atau, aku harus nunggu?' Lana berperang di dalam hatinya, dan sering kali logikanya kalah melawan keinginan hatinya. seperti malam ini, Lana tanpa pikir panjang menghubungi Ben. suara dering telfon pertama berbunyi... suara dering telfon kedua berbunyi... suara dering telfon ketiga berbunyi... suara dering telfon keempat berbunyi... dan...

"halo?" telefon di angkat, terdengar suara Ben yang terdengar jengkel dari sebrang telefon.
"kemana aja? kok chatku gak di balas?" kali ini Lana mengeluarkan suara manjanya. Ben mendengus kesal "aku capek... aku pengen tidur" jawab laki-laki tersebut dengan ketus."yaudah kalau gitu... maaf ganggu... good night... i love you" ucap Lana.

telefon di tutup oleh Ben tanpa mengucapkan apa-apa. Lana menghembuskan nafasnya dengan pasrah, dia menghisap rokoknya lagi dengan tangan kanannya yang bergetar. untuk kesekian kalinya, Lana terluka oleh sikap Ben yang acuh tak acuh tersebut.

Love Is In The HeadWhere stories live. Discover now