16

28 3 0
                                    

“Kalau saja Lo bukan wanita. Udah gue hajar Lo!” sembur Orion kesal yang langsung bangkit dari ranjang dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Meninggalkan Stevy yang masih menatap kepergiannya dengan raut tidak mengerti. “Pergi siapin makanan Gue sana! Gue mau keluar!”

Stevy terdiam dalam beberapa saat. Dia melirik kearah jam alarm miliknya. Dan ternyata waktu telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Matahari sudah cukup meninggi.

“Astagfirullah. Aku kok bisa ketiduran sih?!” gumamnya seraya menepuk jidatnya sendiri. “Padahal tadi subuh lagi asyik murajaah sambil bangunin dia yang enggak bangun-bangun itu. Tapi diri sendiri yang malah keasyikan tidur.”

Panjang sekali Stevy membuang napasnya. Dia menyimpan mushaf di tangannya di atas meja belajar dan langsung bergegas merapikan ranjang dan membersihkan kamar. Dia membuka mukenah miliknya dan bersegera menggunakan hijab untuk kemudian dengan cepat menuju dapur.

Sementara itu, Orion berdiri di bawah shower sederhana milik Stevy. Sebuah botol besar air mineral yang dia ikat ujungnya dengan pipa. Sementara bagian bawah botol dia bolong-bolongkan sehingga air bisa turun dari sana.

“Ini penemuan dari mana shower kayak gini?!” sungut Orion sambil mendongak dengan kening berkerut dalam. “Gadis itu benar-benar aneh bin ajaib. Miskin banget sampai buat shower aja enggak bisa.”

Orion terus menggerutu. Namun tetap saja dia berdiri membersihkan tubuhnya di bawah guyuran shower yang dia katakan sangat aneh itu. Belum lagi dia harus menggunakan sabun batangan baru yang dia buka sendiri.

“Ini kok sabunnya batangan sih?! Susah banget hidup istri Gue!”

Benar-benar sesuatu menurut Orion. Kehidupan Stevy kelewat sederhana. Bahkan bisa dikatakan sangat miskin. Untung saja airnya bersih. Jika tidak, maka dia mungkin saja sudah merobohkan rumah itu dan membuangnya ke rawa-rawa.

“Ini terakhir kalinya Gue mandi di sini. Harus balik rumah pagi ini juga!” putusnya muktamat bahkan tidak sempat meminta pendapat dari Stevy.

Menurut dia, Stevy harus menuruti apapun yang ia katakan tanpa ada penolakan. Itu resiko gadis itu menikah dengan dirinya.

Tidak lama setelahnya, Orion baru saja selesai mandi. Dia hendak keluar kamar mandi namun tidak mendapati ada handuk yang tergantung di sana.

“Sial! Ini kemana handuknya?!”

Orion menghela napas kasar. Tempat tinggal Stevy benar-benar membuat emosi jiwa dan raga. Dia membuka pintu kamar mandi secara perlahan dan melongokkan kepalanya keluar untuk melihat sesuatu.

“Centil!” teriak Orion memanggil.

Stevy yang sedang sibuk memasak itu terpaksa menghentikkan kegiatannya untuk sementara waktu demi memenuhi panggilan suaminya. Sang ayah yang juga baru saja bangun tidak bergerak sedikitpun dari duduknya dan memilih menikmati kopi di pagi hari.

“CENTIL!”

“Iyaa.”

Cepat sekali Stevy mematikan kompor dan berlari masuk ke dalam kamar. Meninggalkan sang ayah yang hanya bisa geleng-geleng kepala dan juga tidak bisa melakukan apapun untuk meringankan beban putrinya yang kini telah menjadi istri dari Orion itu.

Tarbiyah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang