09

26 3 0
                                    

"Kesedihan dan rasa sakit dari kata-kata itu nyata dan lebih pahit dari luka fisik. Hanya saja, banyak orang yang tidak menyadari, hingga meluahkan dan menyakiti orang lain."

**

"Kok dia bisa beli skincare sama kamu sih, Stev? Padahal dia lho yang duluan ngatain kamu."

Stevy hanya membalasnya dengan sedikit senyuman. Dia nampak dikejar waktu dan berulang kali menatap jam di ponselnya. Satu tangannya terulur untuk kemudian menggenggam jemari Ziva agar mereka bisa langsung bicara pada intinya.

"Enggak usah bahas yang itu, Ziv. Enggak penting. Aku lagi buru-buru banget nih. Kamu mau ngomong apa? Tumben sekali langsung mamperin aku ke Fakultas. Biasanya kita juga janjian dulu kalau mau ketemu."

"Memangnya kamu mau kemana sih?"

"Pokoknya ada." Stevy memberikannya seulas senyum manis yang nampak canggung. Tidak mungkin dia berkata jujur pada Ziva saat ini juga. "Cepat katakan. Ada apa?"

Ziva menghela napas panjang. Dia menarik tangannya dan menyandarkan punggungnya di kursi kelas Stevy yang mereka gunakan untuk mengobrol.

"... Aku punya rahasia yang sangat penting banget, Stev. Dan aku merasa bersalah karena aku diam aja selama ini."

Kening Stevy berkerut dalam. Dia menatap Ziva dengan tatapan tanya. Penasaran terhadap rahasia yang Ziva maksud. Sungguh, dia rasanya ingin sekali mengumpat Orion yang memberikannya waktu sangat sedikit itu. Namun kata-kata buruk dan kasar bukanlah hobby-nya. Terlebih, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam yang juga merupakan figure idola baginya itu, melarang umatnya untuk berbuat demikian.

Allah ta'ala berfirman, "Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela." (QS. Al-Humazah : 1)

Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah." (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47) 

Dalam Riwayat lain, Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam juga pernah bersabda, "Sesungguhnya, Allah Jalla Jalaluh tidak suka dengan perbuatan keji dan kata-kata yang kotor (kasar)." (HR. Ahmad no. 24735). 

"Memangnya apa yang terjadi?" tanya Stevy seraya menatap intens pada Ziva. Tidak peduli jika Orion akan marah-marah padanya nanti.

"Sebenarnya .... Abang aku masih hidup."

"Hah?" Stevy melongo. Dia menggenggam ulang tangan Ziva seperti memberikan kekuatan. "Aku tahu kamu masih sedih, Ziv. Tapi-"

"Aku serius, Stevy!" pangkas Ziva yang membuat Stevy tersentak dan menganga tidak percaya. "Satu bulan yang lalu dia pulang ke Indonesia. Aku sampai pingsan dan enggak percaya. Tapi emang semua itu nyata. Abangku benar-benar masih hidup. Begitupun dengan Kak Malik."

"Jangan becanda, Ziva!" Stevy bangkit dari duduknya seraya membawa serta barang-barangnya keluar dari kelas. Ia tidak ingin mendengar sesuatu yang menurutnya sangat tidak masuk akal ini. "Tidak mungkin Kak Fattah dan Kak Malik masih hidup. Amani bahkan keguguran gara-gara kabar itu. Mana mungkin semuanya hanyalah fiksi. Kita hidup di dunia yang nyata, Ziva."

Ziva ikut bangkit dari sana dan berjalan mengikuti langkah Stevy keluar dari kelas dan menuju parkiran Fakultas.

"Tapi aku enggak becanda."

Tarbiyah CintaOnde histórias criam vida. Descubra agora