dua puluh

1.6K 207 15
                                    

"Aku merindukan mereka. Kadang aku berpikir apakah keputusan kita ini memang tepat." Jiwoong bergumam. Dua minggu terakhir ini mereka sangat mengunjungi Hao dan Yujin, wajar saja kalau Jiwoong merasa hampa.

"Beri mereka waktu, hyung." Ucap Keita. Menurut Keita ada baiknya membiarkan Hao dan Hanbin menghabiskan waktu mereka sebagaimana pasangan pada umumnya.

"Bagaimana dengan Matthew?" Jiwoong menoleh.

"Dia baik-baik saja. Maksudku, dia tidak melanggar ataupun membuat masalah selama jadwalnya dipadatkan." Keita mengangguk, baguslah jika pria itu tidak membuat masalah.

"Tapi aku masih tidak yakin."

"Maksudmu?"

"Dia benar-benar sudah menerima atau justru menyusun rencana lain."

"Kalau begitu, kita harus menemui—"

"Maaf aku terlambat." Sebelum Keita menyelesaikan ucapannya, seseorang menginterupsi.

"Tidak masalah tuan Sung, duduklah."













"Permainan kalian sudah lebih bagus dari sebelumnya. Saya harap kalian bisa lebih mempersiapkan diri lagi sebelum pentas dimulai." Ucap Hao sebelum menutup kelas musiknya.

Sedikit meregangkan tubuhnya, ia kemudian duduk sembari mengetik beberapa hal yang perlu ia masukkan dalam rancangan pembelajarannya.

Menjadi guru musik tidaklah mudah. Bukan hanya modal bermain musik dan mengajarkannya, ia juga harus menyusun rancangan pembelajaran bahkan metode pengajaran agar materinya dapat diterima dengan baik.

Setelah dirasa cukup, barulah ia memeriksa pesan dari daycare Yujin. Untunglah tidak ada masalah sehingga ia bisa menjalani harinya dengan tenang.

Ya setidaknya sebelum sosok lainnya berdiri didepannya.

"Aku ingin bicara."

Hao tersenyum. Ia sudah menduga hal ini akan terjadi

"Kau yakin mau membicarakannya disini, tuan Seok?"












Seok Matthew dengan nekat menemui Zhang Hao yang bahkan baru saja menyelesaikan kelasnya.

Ia benar-benar tak tahan lagi. Jiwoong bisa saja menghalanginya dengan jadwal yang begitu padat. Tetapi bukan berarti dia tidak bisa menemui orang lain.

Kecuali Hanbin. Entah karena kesibukan pria itu atau memang dia sengaja menghindari Matthew.

"Kau tidak mau memesan apapun?" Matthew menggeleng.

"Aku tidak akan lama."

"Kau yakin?"

Seulas senyum Hao membuat Matthew sedikit terintimidasi. Ia tak mengira bahwa Hao sama memukaunya dengan yang terlihat di layar.

Sial! Dimana kepercayaan dirinya saat ingin menemui Hao?

"Kau sudah tahu siapa aku bukan?" Matthew membuka pembicaraan.

"Tentu, aku bahkan sudah menduga kalau kau akan menemuiku." Hao tersenyum, lagi.

Matthew mendesis. Apa Hao memang selalu tersenyum saat menanggapi sesuatu?

"Perlukah aku tegaskan kalau aku kekasih suamimu?" Matthew tersenyum angkuh, ia benar-benar gemas melihat reaksi lawannya yang terkesan santai.

"Lalu? Aku istrinya."

Tiga kata itu sudah cukup membuat Matthew terdiam. Ia mengira bahwa Hao akan terlihat marah atau setidaknya terpancing emosi untuk sesaat. Tetapi ia lagi-lagi hanya mendapat seulas senyum.

Ia tahu pasti bahwa Hao telah mengetahui sejauh apa hubungan Hanbin dengannya.

"Dengar tuan Zhang. Aku tidak ingin berbasa-basi. Aku hanya ingin kau menceraikan Hanbin hyung."

Senyum Hao meluntur seiring dengan senyum yang terbit di wajah Matthew.

"Kenapa—"

"Karena dia mencintaku."

"Jadi? Kenapa harus aku?"

Matthew gelagapan, ia tak menduga bahwa hal ini akan terjadi.

"Dia mencintaimu bukan? Kenapa bukan Hanbin saja yang menceraikanku? Kau membuang waktumu untuk datang menemuiku dengan percaya diri, padahal kau bisa meminta kekasihmu melakukannya."

"I-itu k-ka-karena...." Matthew terbata sejenak.


"Itu karena kau membawa-bawa putramu untuk menahan Hanbin!"

Hao mencelos. Benar, ia yang meminta Hanbin untuk bertahan sedikit lagi karena Yujin. Ia juga yang meminta Hanbin menikahinya karena Yujin.

"Itu tanggung jawab Hanbin. Sudah seharusnya ia bertanggung jawab atas perbuatannya. Lagipula—" Hao menggantung kalimatnya.

Bukan tanpa alasan ia meminta Hanbin untuk bertahan. Ia bisa mengurus Yujin sendirian, tetapi ia tidak bisa membiarkan Yujin merasakan apa yang ia rasakan.

Kekurangan kasih sayang orang tua.

Katakanlah Hao egois, tapi hanya ini yang bisa ia lakukan.

"—ia bahkan menawariku hubungan baru. Kau yakin kalau ia akan melepasku?"

"Maksudmu?" Matthew menyerngit tidak mengerti.

"Kau bisa tanyakan hal itu pada kekasihmu. Aku permisi, suami dan anakku sudah menunggu." Hao tersenyum, menekan kalimat terakhirnya sebelum ia meninggalkan Matthew dengan tangan yang mengepal kuat, menggeram dalam hati.






chapter dua puluh —end



sudah cukup bahagianya, mari kita memulai konflik baru :)

[2] Lie | Binhao [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora