1 | Kerusuhan

172 60 33
                                    

Selamat membaca💓


.
.
.

Teriakan pecah mengomando puluhan remaja untuk menyerang terdengar riuh memecah kesunyian malam di tempat sepi yang jauh dari jalan raya. Ada sekitar puluhan remaja tanpa senjata—dua kubu yang bertarung sengit saling beradu pukulan, saling tendang, tonjok, banting, seolah lupa dirinya manusia. Tanpa senjata apapun karena tidak ada rencana sebelumnya. Hantam-hantaman keras, suara-suara pukulan, erangan beberapa orang membuat suasana malam semakin gempar.

Salah seorang cowok menarik kasar jaket musuhnya dengan sorotan tajam. Netra tajamnya saling beradu dengan netra kelam milik musuhnya yang tersenyum sinis, seolah sama sekali tidak ada rasa takut-takutnya dihabisi sampai babak belur seperti itu, seolah rasa sakitnya tidak seberapa dibandingkan dendam yang belum terbayar, bahkan dia tampak sangat puas.

"Masih nggak mau terima kekalahan, hah?!"

Dia Gavin, mantan ketua geng motor yang seharusnya bubar dari dulu. Tapi, karena insiden salah satu anggotanya pernah membuat salah satu anggota geng musuhnya itu masuk rumah sakit, musuhnya kembali menantang tidak terima. Padahal, dua hari yang lalu, penyerangan ini juga sudah terjadi.

Dengan kemarahan yang memuncak, emosi membeludak, Gavin membanting Rio untuk kesekian kali, hingga sekarang cowok itu terbaring lemas tak bertenaga. Wajahnya babak belur sana-sini. Beberapa teman Gavin yang lain juga masih asik berperang. Kebisingan di jalanan semakin menjadi-jadi.

Musuh tidak ada yang angkat tangan tanda menyerah. Dengan keadaan yang babak belur, mereka berusaha berdiri, dan lagi-lagi kubu Gavin tentu saja menang walaupun dengan lebih sedikit anggota. Kini sang mantan ketua membungkuk di atas perut Rio, tangan mengepalnya menarik kasar kerah jaket Rio dengan tatapan tajam. Kebencian mengalir di dalam nadi masing-masing. Tanpa disadari, kelima jemari Rio meremas pasir di sebelahnya. Di detik yang sama, terdengar suara sirine polisi mendadak bersahutan—seolah suara itu bagaikan sihir—mampu membuat seluruh rombongan itu menghentikan aksi.

"POLISI, POLISI!! KABUUUR!!!"

Kesempatan bagi Rio saat Gavin menoleh, tertarik dengan suara Arnold, Rio dengan cepat melempari matanya dengan pasir yang diremas tadi, lalu mengambil kesempatan untuk kabur. Sontak Gavin mundur, mengerang, mengucek matanya yang sialnya dilempari pasir tadi. Cowok itu mengumpati Rio. Kakinya berusaha berlari ke manapun dengan mata sayup-sayup melihat jalanan yang ditepaki, berusaha menghindari polisi yang nyaris sampai di lokasi.

"CEPET!!! CABUT, CABUT, CABUT!!"

Terdengar suara-suara deru motor saling bersahutan beriringan dengan suara sirine polisi yang sudah dekat. Rombongan itu berlarian sana-sini sambil menyeret motornya masing-masing melindungi diri. Tepat saat itu, seorang pengendara motor KLX hijau-putih baru saja hendak melintas di tempat kejadian. Salah satu teman Gavin yang kerap disapa 'Nata' mencegatnya dengan nafas ngos-ngosan.

Seseorang berhelm full face dengan motor KLX itu mengerem mendadak sewaktu cowok itu mencegatnya. Bibir robeknya yang sedikit berdarah justru menambah paras tampannya dengan satu tangan memegang perut. Tapi, Nata sama sekali tidak menampilkan raut kesakitan, seolah hal itu sudah biasa.

"JANGAN KE SANA! SUARA POLISI DARI SANA! CEPET, IKUTI GUE!"

Cowok jangkung berjaket kulit itu menarik paksa lengan orang yang baru saja melintas. Terasa ringan dan mudah. Laki-laki itu cepat-cepat mematikan mesin dan mencabut kontak pengendara itu, menyeretnya bersama si pengendara dengan paksa, lalu mengamankannya ke suatu tempat.

Suara dua kali tembakan peluru di udara milik salah satu polisi membuat suasana makin tegang. Hingga perlahan, suara-suara kebisingan tadi mulai menghilang bersama tembakan. Keadaan jadi hening.

NATAREL (SELESAI✔️)Where stories live. Discover now