18. Down

5.1K 632 21
                                    

.

.

.

Sudah dua hari yang lalu Langit ngga ketemu bundanya.

Bikin hatinya nyeri karena khawatir.

Udah berulang kali dia nelfon bundanya, tetapi panggilannya tak kunjung di angkat.

Dia juga udah ngunjungin RS tempat bundanya kerja, tapi ga ada satupun yang liat wanita satu anak itu.

Saat kunjungannya waktu itu, Langit tak sengaja membaca salah satu dokumen penting di meja kerja Miyara.

Dan ketidaksengajaan itu membuat Langit tau, bundanya menyembunyikan sakit darinya.

"Melv... bunda... dia ilang, gue bingung banget... gimana Melv?" Langit yang suaranya udah lemes banget malah bikin khawatir Melvin.

Cuma Melvin yang bisa di hubungin saat ini.

Dia juga abis ikut lomba ke luar kota mengingat tim nya menang di kejuaraan waktu itu.

Rafa juga ikut Olimpiade tingkat selanjutnya karena dia menang saat lomba waktu itu.

Banyak yang kemarin ikut lomba dan sekarang ga bisa dihubungin karena saking sibuknya.

Dan itu bikin Langit tambah frustasi.

"Penyu, tenang oke...? Gue sekarang mau balik, lo disana jangan ngapa-ngapain. Gue telfonin mami buat kesana" Melvin tampak tergesa di sebrang sana.

Langit yang duduk di lantai kamar dan bersenden pada ranjangnya juga tampak lelah.

Dua hari dia ga makan dan ga tidur mikirin bundanya.

Dia juga udah kunjungi rumahnya Steven juga ga berpenghuni.

Langit lelah, dia tertidur di lantai kamarnya yang dingin.

Menunggu bundanya untuk pulang karena dia tidak mau kehilangan orang yang menyayangi tubuh Langit.

Sekitar dua puluh menit, pintu kamar Langit terbuka.

Menampilkan wajah ayu milik Ibu Melvin yang berprofesi menjadi designer di salah satu brand.

"Penyu?" Dengan khawatir, Bela menghampiri Langit yang tertidur.

Dia mengangkat kepala Langit untuk di sandarkan di pelukannya.

"Hey... ? what's wrong?" Bela menghapus jejak air mata Langit.

Matanya tampak membengkak dan bibirnya pucat.

Bahkan badannya yang dingin sedikit menusuk kulit Bela. Langit seketika terbangun dan menampilkan mata merahnya.

"Tante?" Tangis Langit pecah.

Bela segera memeluk Langit erat untuk memenangkan bocah itu.

Dia tadi di telfon Melvin untuk segera pulang dan menghampiri Langit. Nada anaknya sangat khawatir dan panik. Tentu saja dia langsung menuju kemari.

"Bunda hilang... , tante... tante bantuin Langit cari" Bela mengangguk dan mengecup rambut Langit.

Bela tentu saja kaget. Dia juga bahkan tidak menerima pesan dari sahabatnya itu.

Biasanya jika dia keluar untuk waktu yang lama, Miyara selalu mengirim pesan kepadanya untuk menjaga Langit.

"Yes dear, tapi makan dulu ya?" Bujuknya yang di respon gelengan Langit.

"Gamau, ayo... ayo tante... ayo cari bunda" Bela semakin mendekap erat. Dia bahkan tidak tau jika Langit seperti ini.

Efek dari ibu dan anak memang luar biasa.

Baru kali ini dia melihat Langit yang rapuh. Biasanya dia melihat Langit yang jail dan galak.

"Iya sayang, tapi makan dulu ya? Nanti kalau ketemu bunda pas Penyu belum makan dimarahin loh" Nadanya dibuat kekanakan mungkin berharap Langit bisa tertawa.

Tetapi anak itu bahkan tidak merespon.

Dia malah nangis di pelukan Bela.

Bela mengelus pelan rambut Langit dan membisikkan kata-kata penenang untuknya.

Dia juga melihat Momo yang naik ke tubuhnya dan mencoba menggapai Langit.

Momo sedari kemarin juga mencoba menghibur majikannya. Dia tidak mengeong untuk meminta makan seperti sebelumnya.

Dia terkadang menjilat pipi Langit yang basah karena air matanya.

Bela membuka ponselnya dan mengetik sesuatu disana.

Pesan kepada suaminya untuk mencari keberadaan Miyara.

Mingingat ayah dari Melvin itu seorang Polisi, pasti tidak sulit untuk menemukannya.

-

Melvin datang dengan tergesa-gesa. Ia bahkan belum melepas seragam basketnya.

Bahkan tasnya masih menggantung di punggungnya. "Mi, Penyu--" Bela terus membekap anaknya.

Dia menunjuk pintu kamar Langit dan bocah pemilk kamar yang masih tertidur di kamarnya.

Momo juga sudah di beri makan oleh Bela di samping tempat tidur Langit.

"Oke... kenapa?" Bela saat ini sedang memasak.

"Miya, dia hilang dua hari yang lalu" Kalimat awalnya bikin Melvin kaget.

"Penyu juga udah nyariin kemana-mana tapi tetep aja ga ketemu. Bahkan dia ga makan ga tidur saking frustasinya" Melvin duduk mendengarkan.

"Mami udah suruh papamu buat cari, dan katanya jejak terakhir ada di RS tempat Miya kerja" Melvin mengetuk jarinya.

Belakangan ini dia sangat sibuk latihan basket. Bahkan ia jarang memegang ponselnya.

Tadi entah kenapa dia rindu dengan ponselnya. Juga mendapati ada panggilan dari Penyu untuknya.

"Mi, Noa mau nyamperin Penyu dulu" Melvin langsung lari menuju kamar Langit.

Dia membuka pintu kamar itu pelan dan benar saja, ada Langit yang tertidur disana.

Dia perlahan mendekat dan melihat bagaimana teman galaknya itu tidur tenang.

Melvin duduk di ranjang dan memangku Momo yang menghampirinya.

Dia mengeleus pelan kepala Langit.

Jejak air mata di pipinya juga sangat jelas. Bengkak di matanya juga sangat ketara.

Dia menghela nafas menyesali kenapa dia tidak membuka ponsel lebih awal.

Pipi Langit dia elus pelan mencoba menghapus jejak air mata yang menyakitkan.

Ibu jarinya turun ke bibir pucat itu.

Melvin tersenyum kecil. Dia belakangan ini jarang bertemu dengan cowok galak di depannya yang saat ini sedang masa rapuhnya.

Dengan keberanian yang cukup, dia mendekat ke arah Langit.

Entah dorongan dari siapa dia menempelkan kedua bibir mereka.

Perasaan lembut dan dingin menyapa bibir Melvin saat mencium bibir Langit.

"Sleep Well"

.

.

.

Bersumbang.

Next Hint: Masalah.

--

Apa? g terima? ᕕ(˵•̀෴•́˵)ᕗ

---

btw aku lagi pusing soal Eligible, so dua eps depan aku up nya barengan hehe terus besok End dehh and sorry bgt yg komen ngga bisa aku jawab satu" beneran sibuk soalnya 🥺🥺🥺🥺🥺🥺

Favorite Tritagonis [End]Where stories live. Discover now