35 || Step Brother

Mulai dari awal
                                    

Alga tidak tau apa-apa soal kehidupan mamanya dulu saat bersama Zayan. Tapi Alga tebak seperti neraka. Zayan benar-benar brengsek. Ia pandai berkamuflase.

Di hadapan orang-orang ia adalah pebisnis sukses yang dikaruniai segalanya. Fisik bagus, otak bisnis yang tidak pernah gagal, serta memiliki calon penerus yang menjanjikan.

Tetapi di depan Alga ia adalah orang tua yang sangat gagal. Alga tidak pernah merasa jika Zayan adalah Papanya. Mereka asing meski berada di tempat tinggal yang sama. Zayan hanya sibuk bersenang-senang. Ia baru menghampiri Alga saat butuh melampiaskan emosi. Mungkin, samsak hidup adalah sebutan yang cocok untuk Alga.

Alga yakin ia pasti akan dibuang sejak lama jika saja tidak terlahir sebagai laki-laki. Zayan butuh penerus, itu sebabnya ia mempertahankan Alga meski setiap hari ada tatapan benci di matanya ketika menatap Alga. Benar, papa kandungnya membencinya.

Pria itu menghela nafas, menunduk, matanya terpejam. Setiap kali memikirkannya Alga merasa marah. Tetapi Alga menjaga emosinya, ia tidak mau menjadi sebrengsek Zayan.

Alga menatap ke kiri, melihat balkon kamar sebelah yang lampunya menyala. Biasanya kamar itu selalu kosong. Mustahil juga istri baru Papanya tinggal di kamar itu. Pertanyaan di kepala Alga terjawab saat pintu di sana terbuka, bokong seorang gadis menjadi hal pertama yang Alga lihat.

"Goyang dumang, eee goyang dumang," seorang gadis kecil bersenandung sambil menari, menggoyangkan semua yang bisa ia goyangkan tanpa menyadari ada Alga yang menatapnya dari balkon sebelah.

Kening Alga berkerut menatap tingkah anehnya. Gadis itu tampak menikmati kegiatannya sambil tertawa sesekali. Sepertinya ia sangat bahagia. Tanpa sadar, Alga terus menatapnya dengan bibir berkedut menahan senyum geli.

Gadis kecil dengan gaun merah muda dan rambut yang terikat dua dengan pita senada. Sangat kekanakan. Alga jadi menebak-nebak umurnya. Mungkin 9 tahun?

Tetapi mustahil anak 9 tahun memiliki penampilan semenarik itu. Kulit wajahnya mulus dan bersih, bahkan ada make-up tipis yang menghiasi wajahnya. Imut tapi juga cantik. Ia membuat Alga betah menatapnya lama-lama.

"Asya! Masuk! Di luar dingin! Sekarang udah jam tidur kamu!" suara Berlin terdengar. Alga sedikit kecewa karena gadis itu sepertinya akan masuk ke dalam.

"Iya, Mama!"

Asya hendak melangkah namun tiba-tiba ia menyadari seseorang di seberang. Kedua matanya melirik dengan pelan, gadis itu mematung. Matanya membulat seperti akan lepas dari tempatnya membuat Alga penasaran ada apa dengan gadis itu.

Sedetik setelah itu Asya berlari masuk. "MAMA ADA SETAN!"

"Huh?" Alga bingung menunjuk dirinya. "Setan? Gue?"

Alga rasa wajahnya tidak semengerikan itu untuk disebut setan. Tapi anehnya ia merasa sedikit terhibur.

****

Pagi ini Alga turun untuk sarapan. Ada sang Papa di meja makan membuat Alga ingin naik kembali. Sekarang hari minggu, Alga lupa akan itu. Sebelum melangkah kembali, ia menemukan seorang gadis mungil dengan rambut terikat dua duduk di antara Berlin dan Zayan.

Kaki panjangnya kembali melangkah. Zayan menoleh saat Alga datang dan menarik kursi di hadapannya. "Sedang apa? Kamu tidak lihat Papa sedang sarapan dengan mama kamu?" sinisnya.

ALGASYA ; STEP BROTHER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang