37. Kunjungan dan Maaf

26 7 0
                                    

“Ekhem …!”

Suara deheman dari beberapa manusia yang ada di sana tentu saja membuat ruangan tersebut menggema dan seketika mengejutkan dua sejoli yang masih berpelukan erat. Keduanya menoleh ke asal suara dan tanpa melepaskan pelukan mereka.

“Lepas dulu kali itu pelukannya, gak bakal ada yang ngambil.” Jarvis meledek abangnya yang masih memeluk Kalya.

Kalya tersadar jika Agam masih memeluknya dan langsung menepis tangan laki-laki tersebut. Kalya tersenyum canggung pada mereka, ia terasa seperti tertangkap basah oleh mereka semua.

“Kalian dari kapan udah di sini?” tanya Kalya menatap heran lima orang yang entah sejak kapan sudah berada di ambang pintu.

Kalya sedikit malu karena terciduk berpelukan dengan Agam. Apa lagi tadi ia disaksikan oleh Jarvis—adik Agam dan Eliva temannya. Namun, Kalya tidak masalah jika yang melihatnya adalah tiga sekawan yang dulu menghinanya, biarkan itu menjadi jawaban pada Ansel, supaya pemuda itu tidak berharap bisa kembali mengambil hatinya.

“El, lo ke sini bareng curut-curut ini?” Kalya beralih bertanya pada sahabatnya yang datang bersama empat sekawan tersebut.

“Nggak, tadi jumpanya pas di parkiran,” balas Eliva.

Sekarang masih ada tiga pemuda yang juga datang bersama Eliva dan Jarvis, yang masih terdiam di tempat. Mereka baru saja melihat bagaimana seorang Kalya dipeluk begitu erat oleh abang temannya.

Ansel yang tadinya datang dengan penuh semangat. Begitu tiba di sana, ia sudah disuguhi dengan pemandangan yang begitu menyayat. Jatuh cinta memang indah, tetapi sangat sakit jika cinta tak terbalaskan dan ditambah dengan patah hati di waktu yang bersamaan.

Ansel yang masih ingin berusaha memperjuangkan Kalya, meskipun beberapa hari lalu sempat dipatahkan oleh Kalya. Namun, hari ini semakin terasa patah, karena abang sepupunya yang ikut andil dalam penghancuran hatinya.

“Kal, lo, kok, suka sama abang sepupu gue, sih? Kenapa gak sama orang lain aja, jangan sama dia,” protes Ansel pada Kalya, karena jika Kalya bersama Agam maka dirinya akan selalu melihat kemesraan orang yang dicintainya.

“Suka-suka Abang, dong,” sahut Agam yang masih duduk melihat semua interaksi yang ada di ruangan tersebut.

“Makanya jangan mandang fisik. Rasain, kan, sekarang temen gue biar sama dosen aja, ganteng mapan lagi,” ledek Eliva ikut menimpali. Ia sudah dari lama geram dengan Ansel. Namun, baru hari ini ia bisa mengutarakan marahnya pada pemuda tersebut.

Miris banget gue, batin Ansel meringis sakit, karena cintanya tak mungkin akan terbalaskan.

“Sel, kata gue, sih, lo nyerah aja,” kata Dimas menatap miris temannya yang masih berkeinginan untuk memperjuangkan Kalya.

“Bener, Sel. Lo liat aja, tuh, abangnya si Jarvis sayang banget sama Kalya,” lanjut Panji ikut menimpali, agar temannya yang satu itu segera mengikhlaskan Kalya untuk Agam.

Baik Jarvis, Panji, dan Dimas tertawa melihat ekspresi kecewa seorang Ansel Pratama. Takdir Kalya memang sudah bersama Agam. Oleh karena itu, lebih baik Ansel cara yang lain saja dan jangan berharap lagi pada hati Kalya, karena Kalya mulai sekarang Kalya sudah berpawang.

Kalya menghampiri Eliva, karena ia ingin membawa temannya itu untuk menemui mamanya. Belum lama setelah mereka datang, Sari terjaga dari tidurnya karena kebisingan yang mencuri keheningan telinga.

“Halo, Tante,” sapa Eliva tersenyum pada Sari.

Sari membalas Eliva dengan senyuman. “Duduk di sofa, Nak.”

“Eh, gak papa, Tan, di sini aja.” Eliva menolak duduk di sofa, karena dirinya kemari memang untuk berbicara dengan mama Kalya.

“Ini dia, Ma, teman yang sering aku ceritain,” ujar Kalya menunjuk Eliva.

“Makasih, ya, Nak Eliva, sudah membantu Lia,” tutur Sari tulus, akhirnya ia bisa mengucapkan terima kasih pada orang-orang yang membantu putrinya.

“Iya, Tan, aku seneng, kok, bisa bantu Kalya,” balas Eliva tersenyum dan lalu melihat Kalya yang berdiri di sampingnya.

Kalya tersenyum ketika mamanya tampak sangat senang bertukar cerita dengan Eliva. Sesekali mereka tertawa kecil saat Eliva menceritakan Kalya yang menangis di saat perjalanan diet Kalya. Hingga tiba di mana tiga sekawan datang dan menghentikan perbincangan perempuan tersebut.

Jarvis memberi isyarat pada Kalya, jika Ansel, Panji, dan Dimas ingin berbicara pada mamanya. Tentu saja Kalya akan memberi ruang pada tiga pemuda tersebut.

“Tante, gimana kondisinya?” Panji mulai menyapa Sari.

“Alhamdulillah, masih seperti biasanya,” balas Sari tersenyum pelan.

Panji dan Dimas mendorong Ansel, agar laki-laki itu yang berbicara dengan mama Kalya.

“Tante, sa-saya mau minta maaf. Eh, maksudnya kami mau minta maaf sama, Tante.” Ansel mengutarakan maksud ketiganya.

“Minta maaf kenapa? Ini teman Kalya juga?” tanya Sari lagi, ia merasa banyak sudah teman putrinya. Padahal ketika putrinya SMA, tidak ada satu pun yang Kalya perkenalkan padanya.

“Iya, Ma, mereka teman SMA aku juga.” Kalya yang membalas pertanyaan mamanya.

Ansel dan kedua teman laki-laki lainnya mengalihkan pandangan mereka pada Kalya. Mereka bisa mendengar ucapan m Kayla yang benar-benar sangat tulus ketika menyatakan jika ketiganya adalah teman.

“Maaf, Tante, kami dulu sering hina dan buat malu anak Tante. Sekarang kami mau berubah, Tan. Kami janji gak bakalan gitu lagi,” kata Ansel meminta maaf dan langsung diangguki oleh Panji dan Dimas.

Sari terkejut mendengar penuturan seorang pemuda sebaya anaknya dan anggukan kedua laki-laki yang lain. Ternyata selama beberapa tahun terakhir orang yang sering dikeluhkan oleh putrinya, kini ada di depannya. Merekalah yang menghina dan membuat malu putrinya.

Ibu mana yang tega jika anaknya dihina. Tentu saja Sari sakit hati dan kesal dengan perbuatan mereka. Namun, satu hal yang membuat Sari salut dengan mereka, yaitu mereka mau mengakui kesalahannya dan berani meminta maaf atas itu. Hal tersebutlah yang membuat Sari langsung tersenyum mengiyakan permintaan maaf tiga pemuda tersebut.

“Makasih banyak, Tante. Tante baik banget, semoga cepat sembuh, ya,” celetuk Dimas menangkupkan tangannya di depan dada.

“Iya, jangan ulangi perangai buruk kalian,” pesan Sari dan langsung diangguki oleh ketiganya.

Ketiganya mengangguk paham dengan pesan yang diberikan oleh Sari. Mengapa hanya mereka bertiga, sedangkan Jarvis tidak? Karena yang sering mempermalukan Kalya ketika masa SMA memang hanya mereka bertiga, sementara Jarvis tidak pernah ikut bersuara, karena laki-laki itu begitu menjaga perasaan seseorang. Oleh karena itu, ia tidak sembarangan mengeluarkan suaranya.

“Kal, lo sama gue aja, ya.” Ansel meminta Kalya agar mau kembali padanya.

Agam mendengar ucapan Ansel, laki-laki itu langsung bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati brankar Sari yang sedang dikelilingi oleh pemuda-pemudi yang umurnya terpaut sembilan tahun di bawahnya.

“Mundur aja, sih, kata gue. Lo liat itu pawangnya udah kayak mau nerkam lo,” bisik Dimas meringis.

“Dahlah, kagak usah ada drama-drama lagi!” seru Jarvis ingin menghentikan pendramaan cinta abangnya dan sepupunya. “Lo kalah aja, Sel.”

Celetukan akhir Jarvis seketika mengundang tawa semua orang. Sari yang masih tidak mengerti dengan topik para muda-mudi tersebut, hanya ikut tertawa pelan terbawa suasana.

Fatty Love (END)Where stories live. Discover now