chapter 12

32 4 1
                                    

“Cepetan!” Aku berteriak kepada Elin, menyuruhnya menyelesaikan makan dengan cepat supaya aku bisa segera menyuci piringnya. Hari ini giliranku menyuci piring bekas makan siang. Tersisa Elin saja di meja makan. Dia memang lamban ketika makan.

“Buru-buru banget sih. Mau ke mana?”

Aku tidak menjawabnya. Aku segera meraih piring Elin begitu gadis itu menyelesaikan suapan terakhirnya.

Selesai mencuci semua piring, aku berjalan ke depan cermin di sebelah rak buku milik ayah, mengecek penampilan. Aku akan ke rumah Eiji siang ini. Dia sudah pulang kemarin malam. Aku menahan diri untuk tidak ke rumahnya kemarin malam atau tadi pagi agar laki-laki itu bisa istirahat dulu.

“Gue keluar!” Teriakku kepada siapa pun yang ada di rumah, terutama kepada Elin yang sudah merebahkan diri di sofa. Aku sempat mendengar gadis itu menggumam sebelum aku keluar dari rumah.

Sinar matahari siang ini tidak terlalu panas. Hujan mengguyur kota beberapa hari yang lalu. Apakah musim hujan akhirnya datang di akhir tahun ini?

Aku melangkah dengan riang di gang rumah Eiji. Sudah tiga hari aku tidak melangkahkan kaki di gang ini. Sampai di depan rumah Eiji, aku tersenyum kecil melihat pintu yang terbuka.

“Eiji,” panggilku sambil mengetuk pintu.

Laki-laki itu muncul beberapa saat kemudian. Tapi wajahnya tidak seperti orang yang senang setelah liburan. Rautnya tampak marah, dahinya mengerut, rambutnya juga berantakan. Senyumku menjadi luntur. Biasanya tampilannya juga begini, tapi aku tahu ada yang tidak beres.

“Oh, Jira. Bentar, oleh-olehnya ada di dalam.” Sebelum aku membuka mulut, Eiji sudah berbalik masuk kembali ke dalam rumahnya.

Aku menganga tidak percaya. Aku kemari tidak untuk meminta oleh-oleh. Ada apa dengannya?

Eiji kembali lagi ke hadapanku dengan membawa kantong plastik putih. Aku menatapnya dengan tatapan lelah. “Lo kenapa? Bukannya lo senang habis liburan?”

Eiji balik menatapku setelah sejak tadi menghindari mataku. Kacamatanya yang tidak pernah lepas itu bahkan miring. “Gue cuma capek, Ra.”

Aku menggeleng. “Bilang aja, enggak apa-apa.”

Laki-laki itu menggosok lengannya, tampak tidak nyaman dengan desakanku. Aku menelan ludah. Wajahnya menakutkan. Dia sedang dalam suasana hati yang tidak bagus. Apa aku boleh menggangunya seperti ini?

“Nyan sakit setelah gue titipin ke teman gue.”

Aku menghela napas. Ah, rupanya tentang Nyan.

“Terus, kenapa enggak lo titipin ke Eristine Paws aja? Bukannya lebih meyakinkan kalau nitip di sana?”

Eiji mendecak. “Gue khawatir kalau nitip di sana.”

“Kenapa lo nggak percaya sama karyawan mama lo sendiri?” Aku melipat tangan di depan dada. Eiji terkejut dengan perkataanku, wajahnya terlihat bertanya-tanya. Aku mengetahuinya dari ibu, bahwa Eristine Paws adalah milik mamanya Eiji. “Eiji, bisa hilangin rasa khawatir berlebihan lo terhadap Nyan itu?”

Aku salah memilih kata-kata. Rahang Eiji mengeras, wajahnya semakin menakutkan. “Lo pikir ini masalah sepele?” Tanyanya.

“Coba lo percaya sama orang lain. Mereka nggak seburuk itu buat jagain Nyan.”

“Dan lo lihat hasilnya? Nyan sakit, Ra.” Eiji menepuk tengkuknya, berusaha meredam rasa marah. Matanya memandangku nyalang. “Ternyata lo benar. Kita nggak dekat. Lo nggak akan ngerti masalah gue.”

Aku memandangnya tidak percaya. Kata-katanya membuatku kecewa. Aku berusaha untuk tidak memukulnya. Baru kali ini aku begitu marah kepada Eiji. “Makanya, lo bilang, Eiji. Cerita ke gue biar gue tahu masalah lo, biar gue paham rasa khawatir lo. Gue udah menahan diri buat nggak penasaran karena gue tahu lo nggak suka orang yang kepo sama hidup lo. Lo suka gue yang menahan diri, tapi nggak semudah itu. Gue benar-benar penasaran sama lo, Eiji.”

Aku mengalihkan pandangan, tidak memedulikan bagaimana ekspresi Eiji setelah melihatku mengeluarkan segala kekesalan.

“Gue … masih ragu buat cerita ke lo,” kata Eiji dengan lirih.

“Ya, karena kita masih belum dekat.” Aku meraih kantong plastik yang berada di genggaman Eiji. “Tenangin pikiran lo dulu. Gue mau balik. Makasih oleh-olehnya. Semoga Nyan cepat sembuh.”

Aku membalikkan badan, pergi dari rumah Eiji dengan raut yang masih kesal. Padahal aku datang kemari untuk melihat wajah senangnya setelah liburan. Aku sudah berharap kami bisa membicarakan cosplay di bulan Januari yang belum dibahas sama sekali. Aku harap aku bisa segera mendengar ceritanya.

≽^⩊^≼

Jadi, aku nggak bisa ngikutin jadwal update tiap Sabtu. Aku pengen segera namatin ini biar timing akhir tahunnya pas. Semoga bisa tamat 31 Desember nanti.

Don't Approach Nyan✔Kde žijí příběhy. Začni objevovat