Pertempuran Kepala

5 2 0
                                    

Genre: HTM
Subgenre: Fantasi

...

Aku memang gila. Itu kesimpulan yang kudapatkan sejauh ini. Daripada tanggung-tanggung dalam hal kegilaanku ini, aku langsung mengeluarkan segalanya. Setelah mengusir Joy dan Tasya agar meninggalkanku seorang diri, aku mulai menggila lagi dengan surat-surat yang tersisa. Lima surat yang tersisa, aku harus menyelesaikan semuanya hari ini juga.

Sudah bodoh, lemah pula. Apa yang bisa dibanggakan dari dirimu itu, Luna?

Haruskah kau mengejanya satu per satu agar bisa menemukanku? Ayolah, memangnya kau anak sekolah dasar?

Hei, kenapa baru membaca suratku sekarang?! Apa aku tidak sepenting itu bagimu? Menyebalkan!

Cukup sampai di sini, batas kesabaranku tak tersisa lagi.

"Apa maksudmu? Kesabaranmu tak tersisa, huh?" kataku disela tawa mengasihani diri sendiri. "Harusnya aku yang berkata begitu! Aku sudah muak membaca semua surat ini!"

Aku tertawa lagi, menjambak surai panjangku usai membaca empat surat yang ada. Kepalaku sungguh pening bukan main. Bagaimana bisa dia tak sedikitpun mengungkap jati dirinya dalam semua surat yang aku terima. Ah ... apakah aku memang sebodoh itu sampai tak bisa menebak pelakunya?

"Satu, dua, empat--"

Kuhitung baru empat surat yang kubaca. Harusnya ada lima, yang artinya masih ada satu lagi yang tersisa. Namun, aku sudah mencarinya di seluruh penjuru kamar hingga tempat sampah sekalipun, benda satu itu tak kunjung kutemukan.

"Di mana dia? Di mana--"

Kamarku benar-benar sudah menjelma menjadi kapal pecah berkat barang-barang yang sudah berserakan di di mana-mana. Buku-buku yang biasanya tertata rapi di dalam rak, kini terbuka tanpa tujuan dan dibiarkan terkapar di lantai tanpa dibaca. Sprei dan selimut itu juga sudah tidak terlipat ataupun membungkus kasur lagi. Tubuhku sudah terduduk di lantai dengan rambut acak-acakan dan tangan terus mengais benda yang muncul di depan mata.

"Sebenarnya, apa yang kau cari? Surat, penulis surat, atau aku?"

Suara itu tiba-tiba muncul dari belakangku membuatku langsung berbalik dan menatap kehadirannya dengan bengis. Lihatlah, dia benar-benar ada, dan masih di dalam rumahku hingga saat ini. Bagaimana bisa Tasya dan Joy tidak melihatnya? Apakah mata mereka yang buta? Atau aku yang benar-benar gila?

Tubuhku dengan sekoyong-koyongnya berdiri, bersiap menjambak rambut panjangnya yang terkucir rapi. Enak saja dia bisa tampil fashionable padahal diriku dilanda kekacauan seperti ini. Tak bisa kubiarkan.

"Eits, apa yang kau lakukan?" Gadis itu bukannya berhasil kutangkap malah aku yang terperosok ke ranjang sebab dia terlebih dahulu menghindar.

Aku bersiap menyerangnya lagi, tetapi sosok yang kulihat di kamar mandi sebelumnya itu langsung menahan tubuhku dengan santainya. Tanganku dicekal dengan pelan, tetapi rasanya seolah ada yang membuat tulangku remuk dari dalam. Sebenarnya, siapa dia?

"Wah, bagaimana bisa Luna yang selalu berpikir konseptual menjadi seagresif ini? Di mana pertimbangan-pertimbanganmu itu?"

Lupakan membicarakan pemikiran konseptual. Bagaimana bisa aku melakukannya, berpikir jernih pun tak bisa kulakukan saat ini. Yang memenuhi kepalaku hanyalah perintah untuk menghabisi gadis yang berdiri di hadapanku saat ini.

"Tunggu dulu, bukankah kau mencari surat ke dua puluh?" Dia yang bertanya, tetapi dia yang tertawa sendiri setelahnya. "Carilah sampai dapat. Hanya ada dua kemungkinan. Kau menemukannya dan menyadari semuanya, atau kau berakhir gila."

Seperti hantu, sosok itu tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Tanpa asap tanpa suara, tanpa pamit tanpa diminta. Padahal aku sama sekali tak mengedipkan mata saat di hadapannya. Aku menoleh ke kanan-kiri, dan benar, dia sudah menghilang dari sana. Pandanganku langsung terkunci pada benda di sudut ruangan.

"Benar, CCTV!"

...

Part ini aneh sekali:)

Ga ada unsur fiksi-fiksinya kan? Aku gatau harus gimana lagi hiks

18/20

Satu surat lagi yang tersisa.

18 Desember 2023
Imeldavrita

Memorandum Redum [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang