Chapter 36

3 2 0
                                    

Tania membawa dokumen AMDAL di tangannya. Di bertemu dengan Bu Karmila sekretaris Vian. Janda beranak satu itu menyapanya dengan ramah.

"Hali, Tania, selamat pagi."

"Pagi Bu Mila, Presdir ada? Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan terkain dokumen AMDAL untuk proyek A."

"Oh, sayang sekali, beliau sedang tidak ada di tempat," jelas Bu Mila.

Mata Tania melebar. "Sedang dinas ke luar?" tebaknya.

"Tidak, dia mengambil cuti untuk tiga hari. Yang aku dengar sih, dia mau bulan madu lagi dengan istrinya," terang Bu Mila.

Tania tercengang mendengar ucapan Bu Mila itu. Bulan madu? Setelah Vian mendengar kecurigaan Tania tentang Yuna. Pria itu malah mengajak istrinya itu bulan madu. Apa sebenarnya yang ada di pikiran Vian! Tania ingin memaki tapi tidak pada tempatnya. Dia berpamitan pada Bu Mila dengan senyuman manis yang dibuat-buat lalu melangkah cepat-cepat kembali ke ruang kerjanya. Dia sunggug tidak mengerti dengan tindakab Vian ini. Apa sebenarnya rencana pria itu? Apakah dia sudah benar-benar dibutakan oleh cinta sehingga mengabaikan fakta bahwa istrinya itu adalah tersangka utama dari tewasnya Ulfa?

Bukti. Gumam Tania. Dia harus mencari bukti yang memberatkan Yuna. Bukti yang membuat wanita itu tak dapat mengelak lagi bahwa dia bertanggung jawab atas kematian Ulfa. Tania harus mendapat bukti itu. Bagaimana pun caranya.

***

"Jadi aku emang nggak diterima kerja di perusahaanmu, kan?" kejar Yuna. "Pasti begitu, buktinya postinganku ini galau baget di hari ini," tegasnya.

Yuna dan Vian duduk di dalam mobil. Mereka melaju entah ke mana. Yuna enggan bertanya.

Vian yanb sedang mengemudi tersenyum kecil. "Kadang kamu itu suka underestimate sama diri sendiri ya, Yuna, kamu itu banyak kelebihan kok. Akhirnya kamu tetap aku terima kerja di bagian staf marketing. Ya, awalnya hasil wawancaramu emang nggak menarik. Namun ada faktor eksternal yang akhirnya membuatku memanggilmu setelah interview."

"Faktor eksternal apaan?" tanya Yuna penasaran.

Vian melirik istrinya lalu melengkungkan bibirnya. "Rahasia," ucapnya dengan nada manis.

Yuna memberengut. "Apaan sih! Kenapa nggak kasih tahu aja sih!" rajuknya.

"Tujuan kita napak tilas ini kan biar kamu cepet ingat sesuatu, Yuna, barang kali aja hal-hal kecil kayak gini bisa membuat memorimu kembali, kan?" dalih Vian.

"Ah, nyebelin! Kamu kayaknya menikmati kan ngerjain aku kayak gini!" tuduh Yuna.

Vian tergelak. "Nggaklah, Yuna, aku juga sangat ingin kamu ingat. Emangnya siapa di dunia ini orang yang ingin dilupakan begitu saja oleh orang yang mereka cintai?"

Yuna tertegun mendengar ucapan Vian. Itu satu fakta yang tak terbantahkan. Dia telah melupakan Vian, suaminya. Yuna menyandarkan punggung pada kursi.

"Dulu aku pernah baca novel judulnya Winter in Tokyo. Ceritanya tentang cowok yang hilang ingatan dan melupakan kekasihnya yang baru dia kenal sebulan terakhir. Aku pikir cerita itu konyol dan melebih-lebihkan. Nyatanya, sekarang aku mengalami hal yang sama. Terus aku harus bagaimana? Apa yang akan terjadi kalau aku nggak bisa ingat apa-apa." keluh Yuna.

"Kamu akan ingat, Yuna, aku yakin suatu saat kamu pasti ingat," ucap Vian menenangkan.

Yuna memandangi suaminya yang begitu lembut. Pria itu begitu sabar menghadapinya. Vian melebarkan senyuman, pria itu lalu menggenggam tangannya.

"Seandainya kamu nggak bisa ingat. Kita bisa tulis ulang semua kenangan itu lagi. Yang penting bukanlah ingatan itu, tapi perasaanmu padaku. Apa sekarang kamu sudah mulai suka padaku?"

Yuna terdiam. Vian adalah pria yang sangat baik dan juga suami yang baik baginya. Namun perasaan itu belum tumbuh di dalam hatinya. Karena sampai saat ini pun dia belum bisa melupakan Zaki.

"Belum ya?" Vian memutuskan sendiri karena Yuna tak juga menjawab.

Yuna terkejut. Apakah dia telah menyakiti hati suaminya dengan mengaku bahwa perasaannya saat ini bukan untuknya. Wanita itu menundukkan kepala dengan sedih.

"Maaf," ucapnya lirih.

"Nggak apa," jawab Vian enteng sembari memandangi lalu lintas yang mulai padat ketika memasuki pertigaan Aloha.

"Kita akan mulai semuanya dari awal lagi. Kita mulai pelan-pelan saja."

Yuna tersenyum kecil. Dia sangat bersyukur karena Vian mau memahami dirinya. "Jadi sekarang kita mau ke mana?" tanya Yuna saat sadar mobil mereka berbelok menuju jalan ke Bandara Juanda.

"Bali," jawab Vian singkat.

Mata Yuna melebar. "Bali?" tanyanya takjub. "Kok nggak bilang mau ke sana sih? Aku kan nggak ada persiapa apa-apa nih, nggak bawa baju juga. Mau berapa hari di sana?" cerca cewek itu langsung heboh.

Vian hanya terkekeh. "Santai aja," katanya, "Ntar bisa beli di sana."

Yuna tetap memberengut. Dia sungguh tidak terima. Kalau tahu mau ke bali dia pasti mempersiapkan barang-barangnya dengan lebih baik. Sekarang dia hanya membawa satu buah baju ganti. Nggak bawa sunblock dan juga perlengkapan lainnya. Jadi cewek itu memang serba ribet. Terlebih sepertinya sekarang tamu bulanannya sedang datang.

Ini namanya liburan berdua dengan suami. Ke bali lagi. Jadi mungkin mereka akan melakukan itu kan? Kalau di rumah Yuna masih bisa menghindar, tapi kalau wisata macam ini nggak mungkin kan mereka pesan dua kamar. Nanti pasti sekamar. Gimana ya ... Uh tamu sialan! Kenapa dia harus datang di saat begini!

Yuna berteriak-teriak dalam hati.

***

Back Cover of MemoryWhere stories live. Discover now