Chapter 4

11 4 0
                                    

Yuna duduk di dalam mobil Mercedez warna hitam sambil mengamati sudut sudut kota Malang, kota kelahirannya. Dia telah diizinkan rawat jalan oleh dokter dan kini dalam perjalanan pulang ke Surabaya. Di sampingnya duduk Vian yang memegang kemudi. Vian diam-diam melirik Yuna. Dia penasaraan dengan apa yang sedang dipikirkan istrinya itu.

"Vian," panggil Yuna tiba-tiba sehingga membuat Vian terkejut

"Iya?" tanyanya.

"Apa begitu caraku memanggilmu dulu Ataukah Mas Vian?" tanya Yuna.

Vian mengulum senyum. "Tidak, dulu kamu memnanggilku Titi," jelas Vian.

Yuna tertegun. "Panggilan norak macam apa itu?" protesnya. Vian tertawa. "Kamu memang norak," oloknya.

Yuna terdiam sejenak. Dia tampak berpikir keras lalu kemudian bersuara, "Titi."

Vian semakin tergelak melihat ekspresi canggung istrinya. "Jangan memaksakan diri. Kamu boleh memanggilku dengan nama apa pun," kata Vian di sela tawa.

Yuna menggeleng pelan. "Aku harus memanggilmu sama seperti dulu. Siapa tahu dengan begitu ingatanku bisa cepat kembali."

Yuna memutar pandangan mengamati interior mobil mewah yang kini ditungganginya. "Titi, apa kamu orang kaya?" tanyanya Penasaran.

Vian tersenyum kecil. "Nggak, mobil ini aku pinjam kok."

Yuna mengangguk lalu menatap jendela. Mereka baru saja melewati di depan pabrik rokok. Yuna memandang sebuah rumah kosong di seberang jalan. Rumah itu sudah tak terawat, ada banyak tanaman menjalar yang menghiasi pagarnya. Seketika kepalanya berdenyut nyeri. Yuna merintih sembari memegangi kepalanya. "Ah!"

"Ada apa?" Vian terkejut melihat reaksi aneh istrinya. Dia membanting setir ke kiri dan menepikan mobilnya di trotoar. Dia menatap Yuna dengan cemas. "Ada apa? Kamu kenapa?"

Yuna memegangi kepalanya selama beberapa detik, setelah nyeri itu hilang dia menarik napas untuk menstabilkan napasnya. "Tidak tahu, kepalaku tiba-tiba
sakit," keluhnya.

"Apa sebaiknya kita kembali saja ke rumah sakit?" tawar Vian.

Yuna menggeleng pelan. "Aku sudah nggak apa," jawabnya sambil tersenyum lemah.

"Benar kamu nggak apa-apa?" tanya Vian sangsi.

Yuna mengangguk mantap. "Aku nggak bisa membiarkan suamiku bolos kerja terus karena menungguku di sini. Ayo kita
pulang saja."

Sudut bibir Vian membentuk senyuman. Dia lalu menyalakan mesin mobil dan kembali melaju menuju kota Surabaya, habitat aslinya.

"Titi," panggil Yuna.

"Hm?" Vian menoleh pada istrinya sembari tersenyum.

"Kita tinggal di Surabaya, kan? Tapi kenapa aku dirawat di Batu?"

Vian mengembuskan napas berat sebelum menjawab. "Keluargaku memiliki sebuah vila di Batu, dan kamu mengalami kecelakaan disana."

Yuna tertegun, dia teringat pada para polisi yang kemarin mengunjunginya. Kira-kira peristiwa itu adalah peristiwa besar sehingga polisi turut andil. "Peristiwa apa itu?" tanya Yuna penasaran.

Dokter bilang kamu mungkin mengalami trauma karena peristiwa itu, hingga mengalami amnesia," kata Vian gamang, "karena itulah kamu tak perlu buru-buru mengingat."

Yuna bergeming, dia tak bertanya lebih jauh.

***

Yuna terus tidur selama perjalanan dari Malang ke Surabaya. Ketika dia membuka mata, mobil berbelok menuju kawasan perumahan di Citraland. Yuna tertegun memandangi jalan-jalan menuju kawasan elit tersebut.

Back Cover of MemoryWhere stories live. Discover now