Chapter 21

2 2 0
                                    

"Yuna," panggil Vian. "Bintang yang begitu cantik ini, hanya bisa kita lihat di malam hari. Esok, sinar matahari yang terlalu kuat akan menutupi keindahan mereka. Namun mereka tidak pernah menghilang. Mereka selalu ada di sana. Kita hanya harus menunggu saat malam tiba agar kita bisa menikmatinya lagi."

Vian menatap Yuna kemudian tersenyum manis. "Yuna, perasaanku padamu bukanlah ilusi, dan aku yakin kamu pun begitu. Itulah yang terjadi hingga akhirnya kita memutuskan untuk menikah. Semua kenangan kita juga bukanlah fiksi. Mereka nyata seperti bintang-bitang di atas sana. Kita hanya perlu menunggu sampai kamu bisa mengingat semuanya kembali."

"Seandainya aku tidak bisa mengingat kembali bagaimana?" lirih Yuna.

Suaminya itu tampak tertegun sejenak tapi kemudian tersenyum. "Nggak apa-apa, yang penting aku tetap suamimu dan aku akan tetap mencintaimu."

Yuna terdiam. Tak terasa, air matanya menetes. "Maafkan aku," ucapnya. "Maafkan aku karena telah melupakan semua kenangan kita. Maafkan aku karena tak ingat apa-apa. Aku ini istri yang buruk."

Vian menghapus air mata di pipi istrinya itu kemudian memeluknya. "Jangan bilang begitu, kamu adalah istri terbaik yang pernah aku miliki."

Yuna mendekap erat Vian. Berada dalam pelukan suaminya itu membuatnya merasa begitu nyaman.

"Di sini dingin," ucap Vian. "Ayo kita masuk."

Yuna mengangguk. Mereka lalu masuk ke dalam kamar. Yuna masih sesenggukan setelah duduk di sofa.

"Malam masih panjang ya, apa kamu nggak ngantuk?" tanya Vian sembari memandangi jam dinding yang menunjukkan pukul dua belas lebih sepuluh menit.

Yuna menggeleng. Dia belum bisa tidur dengan rasa bersalah yang sebesar ini pada suaminya.

"Kalau begitu bagaimana kalau kita nonton saja?" tawar Vian.

Yuna berhenti mengusap matanya dan memandang suaminya. "Nonton apa?" tanyanya tertarik.

"Apa ya? Horor bagaimana?" tantang Vian.

Yuna bergidik. Dia paling takut film hantu, tapi sepertinya suaminya itu sengaja. Yuna berpikir sejenak. Biasanya film horor itu bisa menjadi berbagai alasan untuk saling peluk kalau di drama Korea yang biasa ditonton. Mungkin nggak ada salahnya sih nonton juga.

"Besok apa kamu nggak kesiangan kalau kita nonton sampai pagi?" Yuna berusaha berdalih dengan hal lain.

"Bangun kesiangan juga nggak apa, aku kan bos," kekeh Vian sembari menepuk dadanya.

"Justru harusnya bos itu bangun lebih pagi tahu!" olok Yuna.

Yuna dan Vian berjongkok di depan lemari yang ada di bawah TV. Di situ koleksi film-film milik Vian di simpan. Mereka sibuk memilih film mana yang akan mereka tonton

"Titi, sebelum aku hilang ingatan. Mana kamar yang kita tinggali di rumah ini?" tanya Yuna.

"Kamar ini," jawab Vian. "Ini kamar utama memang milik almarhum ayah dan ibuku dulu. Kamar yang aku tempati saat masih bujang di sebelah itu."

Yuna mengangguk-angguk. Dia lalu menoleh ke sekeliling. Pastinya kamar ini menyimpan banyak kenangan tentang dirinya dan Vian. Mungkin saja ketika dia melihat-lihat, ada ada benda-benda yang bisa memicu ingatannya untuk kembali. Sayangnya setelah meneliti setiap sudut kamar dia tak bisa mengingat apa-apa.

"Oh, ayo kita tonton yang ini," usul Vian saat melihat DVD bergambar Nicole Kidman yang membawa lentera.

"Itu film tahun berapa?" tanya Yuna penasaran melihat sang aktris Hollywood yang masih terlihat begitu muda. Seingatnya mantan istri dari aktor Mission Impossible itu umurnya sudah hampir setengah abad.

"Tahun 2001," terang Vian. "Ini horor ringan kok, nggak terlalu serem tapi plot twistnya cetar. Kamu pasti terkejut dengan endingnya."

"Oke." Yuna mengangguk setuju.

***

Votes dan komen guys...

Back Cover of MemoryWhere stories live. Discover now