Chapter 13

5 2 0
                                    

Ketika Vian pulang dari kantor sore itu, Yuna menyambutnya di ruang tengah. Wanita itu tersenyum dengan manis padanya.

"Selamat datang suamiku, kamu mau makan dulu apa mandi dulu?" tawar Yuna.

Vian tersenyum melihat penyambutan Yuna yang ala istri-istri di komik Jepang itu. Meski ingatannya hilang, Yuna tetap berjuang untuk melayaninya dengan baik.

"Harusnya kamu masih ada lanjutannya lagi kan kalimat itu?" tegur Vian.

Yuna mengerutkan kening tidak mengerti. "Lanjutan?" tanyanya.

"Selamat datang, suamiku. Kamu mandi dulu, makan dulu, atau mau aku?" kekeh Vian.

Yuna menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Vian terpana melihat telinga istrinya itu yang memerah. "Apa kamu aku?" lirihnya.

Vian tertawa canggung. Wajahnya jadi ikut merona. Dia tidak menyangka Yuna benar-benar mengucapkan kalimat itu.

"Emangnya kalau aku mau, kamu bakal ngasih?" goda Vian.

"I-itu, itu...." Yuna tergagap sembari menunduk.

Vian tertawa melihat tingkah manis bininya itu. "Jangan serius begitu, aku cuman bercanda," aku Vian. Padahal di dalam hatinya tentu saja cowok itu tidak akan menolak kalau dia ditawari hal seperi itu.

Vian duduk di sofa kemudian melepaskan sepatu. Yuna hanya berdiri di sebelahnya dengan canggung. "Kamu mau teh?" tawa Yuna.

"Boleh," angguk Vian.

Yuna segera menuju dapur. Tak lama dia kembali sembari membawa nampan berisi sebuah teko dan dua gelas. Dia meletakkan benda itu di meja lalu menuangkan teh ke dalam gelas dan menyerahkannya pada Vian. Pria itu menerimanya dengan senyuman lebar.

"Aku berasa kayak raja yang layani permaisuri," katanya. "Hari ini apa saja yang kamu lakukan?" tanya Vian sembari meniup tehnya.

"Hm ... Aku hanya melihat-lihat album foto. Terus tadi sempat keluar ke Ramen Setan sama Wanda," cerita Yuna.

"Ramen setan lagi? Apa kamu nggak bosen ke sana terus?"

Yuna tertegun mendengar pertanyaan Vian itu. "Kamu pernah kuajak ke sana?" tanyanya riang.

"Hampir setiap hari. Aku sampai bosan. Terlalu sering makan makanan pedas begitu nggak baik, Yuna, nanti lambungmu bisa bermasalah," nasehat Vian.

Senyum Yuna terkembang. Dia merasa senang. Ternyata tempat makan itu menjadi juga menjadi tempat kencannya bersama Vian. Rasa bersalahnya karena mengingat tempat itu sebagi tempat kenangan bersama Zaki sedikit berkurang.

"Apa ya yang aku lakukan selama aku menikah denganmu? Rasanya aku hampir mati bosan karena nggak ngapa-ngapain di sini. Semua pekerjaan rumah sudah dibereskan," keluh Yuna.

"Hm ... kalau kamu yang dulu sepertinya sibuk dengan online shop-mu," terang Vian.

"Online shop? Aku punya online shop?" tanya Yuna takjub. "Apa yang aku jual?"

Vian mengangguk dia mengambil ponselnya dan menunjukkan akun instagram sebuah online shop bernama "Yuna's Shop." Ada lebih dari lima ratus postingan dengan dua ratus ribu followers. Yuna terpana. Sejak dulu dia memang bercita-cira memiliki online shop, tapi belum pernah terwujud karena kendala modal. Dia tak menyangka impiannya itu kini telah terwujud.

"Aku lupa kasih tahu kamu ya. Ayo kita lihat barang daganganmu di kamar atas."

Yuna hampir tak percaya mendengar cerita Vian. Suaminya bangkit dan menggandeng Yuna, mengajaknya ke dalam sebuah kamar. Yuna terbengong-bengong melihat koleksi baju, sepatu dan tas di ruangan itu. Bahkan ada mesin jahit canggih yang sejak dulu dia impikan. Hanya dalam waktu dua tahun dia telah bertransformasi menjadi emak-emak sosialita yang sejak dulu dia impikan. Ternyata apa yang terjadi salam dua tahun ini tak semuanya buruk.

"Aku bisa punya koleksi sebanyak ini?" ucap Yuna kagum.

"Ini belum semuanya. Kamu juga punya toko offline di DTC. Oh iya, kita belum sempat ke sana ya," kata Vian.

Netra Yuna membelalak. "Dhanuswara Trade Centre?" ulangnya tak percaya. Dia bisa punya stan di Mall bergengsi itu.

Vian mengangguk. "Di sana lokasinya bagus dan sewanya juga cukup murah."

Yuna ternganga. Vian pasti bercanda. Yuna dulu pernah part time menjadi penjaga stan di sana semasa mahasiswa. Bahkan stan kecil yang seukuran kuburan dua kali satu meter saja, harga sewanya dua juta sebulan. Toko kecil tempatnya bekerja itu akhirnya tutup setelah Yuna lulus kuliah.

"Kamu mau ke sana?" tawar Vian melihat mata istrinya yang berbinar-binar.

"Mau!" jawab Yuna langsung.

Vian melirik jam tangannya. "Masih jam tujuh, ayo kita berangkat sekarang."

***
Vote dan komen ya Guys...

Back Cover of MemoryWhere stories live. Discover now