Chapter 17

2 2 0
                                    

Bab 9
Tania

Para undangan tahlil telah bubar, Yuna bersama Vian, Zaki dan wanita bernama Tania itu makan bersama di ruang makan. Wanita itu katanya adalah sahabat baik Ulfa sejak kecil. Dulu dia tinggal di sebelah rumah tapi sekarang sudah pindah. Dia baru pulang setelah menyelesaikan studi S2 di Belanda.

Dari hasil pengamatan, Yuna menyimpulkan bahwa wanita itu cantik, berpenampilan menarik dan memiliki fashion style yang oke. Namun, Yuna agak risih karena wanita itu terlalu menempel pada suaminya.

Tentu Yuna tahu bahwa Tania sangat terpukul atas kematian sahabatnya, tapi dia seharusnya dia tahu batas. Mungkin itu karena dia lama di luar negeri. Yuna menghibur dirinya sendiri dalam hati.

"Aku masih nggak percaya Ulfa telah pergi. Rasanya aku baru melihatnya kemarin," kata Tania sambil terisak.

Vian melenggut lalu mengusap-usap puncak kepala Tania. "Kita harus mengikhlaskannya, bagaimanapun dia nggak akan kembali."

Yuna melirik suaminya dengan kesal. Kenapa pula Vian harus melakukan hal semacam itu!

"Mari kita makan," usul Vian. Dia lalu mengambil beberapa lauk dan meletakkan di atas piring.

Yuna tertegun saat melihat Vian tidak mengambil udang saus asam manis yang ada dihadapannya dan malah mengambil kresengan daging sapi yang letaknya jauh. Dia teringat pada perkataan Bi Ina bahwa Vian suka pilih-pilih makanan.

"Kamu nggak suka udang?" tanya Yuna.

Vian tersenyum kecil. "Itu─"

"Paman Vian alergi udang!" seru Tania sebelum Vian selesai menjawab. "Kamu nggak tahu itu?" tanya Tania tampak terkejut.

Yuna terperangah karena nada suara wanita itu yang meremehkan. Wanita itu seperti berkata,"Hello! Masa begini saja nggak tahu? Kamu istrinya bukan, sih?" Dia berlagak seolah lebih mengenal Vian dibanding Yuna dan itu membuat Yuna cukup kesal.

"Dia amnesia karena kejadian itu, Tania," jelas Vian.

"Amnesia?" Tania mengerutkan kening.

"Peristiwa perampokan di Villa itu. Ulfa meninggal sedangkan Yuna selamat, tapi dia kehilangan ingatanya dalam dua tahun terakhir."

Mata Tania membeliak lalu menatap Yuna. Sungguh Yuna tidak menyukai cara Tania memandang dirinya. Entah mengapa Yuna merasa seperti direndahkan. "Dua tahun itu berarti ... apa dia juga melupakanmu, Paman?"

Vian hanya tersenyum kering. Mengapa Tania harus menekankan hal itu? Vian mengambil gelas lalu meneguknya untuk meredakan kekesalannya.

"Luar biasa ya. Seperti di sinetron," cibir Tania.

Zaki meletakkan sendoknya lalu bangkit dengan tiba-tiba. "Terima kasih atas makanannya. Paman, aku rasa aku harus pulang sekarang," kata Zaki. Semua perhatian seketika teralihkan pada pria itu.

"Kenapa buru-buru?" tanya Vian.

"Ada pekerjaan yang harus kuselesaikan," dalih Zaki.

Vian terdiam sejenak lalu bertanya, "Aku dengar dari sekretarismu kamu pindah apartemen?"

Zaki menghela napas. "Aku nggak bisa tinggal di tempat yang terlalu banyak menyimpan kenangan tentang Ulfa."

Zaki lalu menatap sekeliling. "Rumah ini juga, aku nggak bisa sering-sering berkunjung ke sini," keluhnya.

Vian melenggut. "Pulanglah dan istirahat." Vian lalu mengantarkan Zaki menuju pintu.

***

Votes dan komen ya Guys...

Back Cover of MemoryWhere stories live. Discover now