Extra Part.

2.6K 146 3
                                    

Di kediaman Noulven.

"Mengapa kalian datang?" Suara dingin itu menyambut kedatangan Duke Nave dan Tilly.

Tilly menatap wajah putranya dengan prihatin. Apa yang dilakukan Duchess Laurent pada putranya sehingga putranya memiliki banyak bulu ditubuhnya?

"Leysen ada apa dengan tubuhmu?" Tanya Tilly dengan raut wajah khawatir.

Leysen tidak menjawab, justru ia kembali mengulangi pertanyaan. "Mengapa kalian datang?" Tilly menghela nafas, Tilly melirik Duke Nave.

"Aku turut bela sungkawa atas kematian Laurent, Leysen. Maaf karena kami tidak bisa hadir dalam acara pemakaman Laurent. Kami---"

"Tuan Duke yang terhormat. Aku memang anak kecil, namun sayangnya pikiranku berjalan tidak sesuai dengan umurku."

"Anda pergi melakukan suatu tugas bukan? Aku sudah tau itu. Pertanyaanku satu, siapa istrimu? Mengapa kau mengajak nyonya satu ini?" Tilly merasa hatinya sakit saat putranya sendiri memanggil dirinya 'nyonya'

Duke Nave terdiam. Dapat ia lihat, jikalau tatapan putranya ini penuh kebencian menatap kearahnya.

"Tidak seharusnya kau bertanya seperti itu saat tengah bela sungkawa, Leysen." Ujar Duke Nave sembari menatap datar Putranya.

Leysen mengangkat sudut bibirnya hingga membuat seringai sinis, "Kau pikir aku peduli? Apa tujuanmu bersama dia datang ke kediaman ini?" Tanyanya dengan sinis.

Tilly semakin dibuat sakit akan ucapan putranya. Putranya terlihat enggan memanggilnya dengan sebutan ibu. Mengapa? Mengapa?!

"Rupanya kau to the point juga. Baiklah bagus, tidak yang mengurus mu. Kembalilah ke kediaman De'Noulven." Leysen mengangkat sebelah alisnya. Tilly menatap wajah Putranya, Duke Nave dengan Leysen amatlah mirip. Leysen layaknya Duke Nave saat kecil, benar-benar mirip.

"Anda mengajakku kembali ke neraka berkedok rumah itu? Yang benar saja Duke," Duke Nave mengangkat sebelah alisnya, bingung.

"Apa maksudmu, neraka?" Leysen tidak menjawab. Ia hanya terkekeh pelan, "Anda tau sendiri apa artinya kalimatku." Ucapnya sembari melirik Tilly.

Leysen bertanya dalam benakan nya. Apakah Tilly tidak merindukannya?  Apakah Tilly benar-benar tidak menginginkannya?

Bagaimanapun juga, Leysen hanyalah seorang anak pada umumnya. Anak yang membutuhkan kasih sayang ibunya. Anak yang selalu membutuhkan pelukan ibunya. Leysen membutuhkan itu semua.

Ia hanyalah anak kecil yang naif.

Apakah wanita itu tidak ingin memeluknya? Jujur saja, Leysen ingin merasakan pelukan ibu kandungnya. Sekali saja. Tidak dapatkah ia mendapatkannya?

"Kembalilah. Aku tidak akan pernah kembali. Dan kata anda tidak ada yang mengurusku, anda salah besar. Aku dapat mengurus diriku sendiri. Ketegasan yang diajarkan Duchess berhasil membuatku menjadi orang yang mandiri."

"Tidak perlu mencemaskanku. Pergilah." Leysen melirik kearah lain. Enggan menatap kearah keduanya.  Lebih tepatnya kearah Tilly, ia enggan menatap wanita itu.

"Leysen, kembalilah nak. Tidak ada yang merawat mu disini, aku akan merawat mu---- seperti Putraku sendiri." Leysen tertawa sinis dalam diam.

Dalam kata lain, Tilly tidak mengakui jika ia adalah putarnya. Leysen mengepalkan tangannya. Semiris itukah nasibnya?

"Aku---"

"Tidak perlu anda berbaik hati padaku. Silahkan pergi, pintu sudah terbuka lebar." Duke Nave menghela nafas. Jelas sekali ucapan Putranya ini mengusir mereka.

Duchess LaurentWhere stories live. Discover now