Extra Part.

2.6K 112 3
                                    

"Kau adalah anak yang kuat. Jangan bersedih. Jika membutuhkan sesuatu, katakan saja pada paman dan bibi."

"Sebisa kami, kami akan membantumu, Leysen." Leysen tidak menjawab ucapan kaisar yang berkata demikian. Ia tidak peduli dengan rasa hormat.

Kaisar timur menghela nafas, "Datanglah ke istana. Pintu istana terbuka lebar untukmu." Permaisuri mengelus suara lebat milik Putra Duchess Laurent.

"Benar, datanglah. Laurent ingin menjadikanmu sebagai kesatria bukan? Maka datanglah ke istana. Disana kau akan dilatih keras. Mengerti?" Leysen tidak membalas.

Permaisuri melirik kaisar, kaisar menggelengkan kepalanya. "Kalau begitu kami pergi dulu."

Kaisar dan permaisuri pergi dari sana bersama beberapa prajurit yang dibawanya.

Tubuh Leysen yang awalnya kering terasa lembab karena air hujan yang mengguyur tubuhnya. Payung yang digunakannya pun audah dibuang entah kemana.

Lanny dan Livia merasa panik saat Tuan mudanya terguyur air hujan sudah sedikit lama.

Keduanya takut, tuan mudanya akan sakit.

"Tuan mudaa,"

"Tuan muda kembalilah."

"Kembalilah Tuan muda,"

"Anda bisa sakit jika diguyur hujan terus-menerus. Kembalilah." Suara Lanny terdengar membujuk sosok yang tengah berdiri tepat disebelah gundukan tanah dengan hujan yang mengguyur tubuhnya tanpa henti.

Lanny menghela nafas, "Tuan muda Duchess akan sedih melihat anda seperti ini---"

"Ibu tidak akan sedih melihat aku seperti ini. Ibu justru senang karena aku dapat kuat akan dinginnya air hujan." Bibirnya sudah membiru dan tangannya sudah keriput dikarenakan terlalu lama terguyur air hujan.

"Tuan muda mar---"

"Pulanglah sendiri Lanny." Lanny bungkam tidak berani mengucapkan apapun. Lanny melirik Livia, Livia menganggukkan kepalanya.

"Setidaknya jika anda tidak ingin pulang, pakailah payung tuan muda." Saran Livia. Livia hanya takut, tuan mudanya akan sakit karena terlalu lama diguyur air hujan yang dingin.

Leysen tidak menjawab. Tatapan matanya mengisyaratkan kesedihan yang mendalam. Ibunya pergi meninggalkannya sendiri didunia ini.

Leysen menatap kearah nisan milik Duchess Laurent. Ia tersenyum tipis saat membaca nama sang ibu. Ia lalu melirik gundukan tanah sang ibu. Senyumnya luntur bersamaan dengan suara aduan giginya.

"Bahkan disaat ibu tiada, tua bangka itu tidak hadir dalam pemakaman ibu." Lanny dan Livia saling melirik. Tua bangka?

"Wanita sialan yang melahirkanku juga bahkan tidak melirik korban dari perbuatannya." Lanny dan Livia membulatkan kedua mata mereka.

"Tuan muda anda---"

"Bukan putra Duchess Laurent? Aku tau itu Livia. Aku bukan putra dari Duchess. Namun aku adalah putra dari jalang Duke." Lanny meneteskan air matanya.

"Mereka berdua adalah penyebab kematian ibuku. Lalu mengapa keduanya tidak turut hadir dipemakaman ini? Apa mereka tidak memiliki hati?" Suara itu terdengar penuh kebencian dan pilu.

"Mereka sungguh tidak tau diri,"

"Saat diakademik, banyak anak-anak yang memuji si Tua bangka sialan itu dengan kebijaksanaannya dan lain-lain. Tetapi rupanya si tua itu sangat bodoh. Mereka salah menilai."

"Tidak ada seseorang yang bijaksana menghamili 2 orang gadis sekalipun. Dengan tidak tau dirinya, ia membawa selingkuhannya ke kediaman De'Noulven."

"Bukankah seperti itu awal mula si tua Nave membawa Tilly jalang itu?"

Leysen tertawa miris, "Haha, aku lah anak jalang itu. Mengapa kalian selalu menghormatiku disaat kalian tau aku adalah anak jalang itu?!" Livia dan Lanny terdiam. 

"Kenapa kalian tidak memberitahu Duchess jika aku bukanlah anaknya?" Kini Leysen bertanya dengan suara yang terdengar putus asa. Livia dan Lanny masih terdiam seakan berfikir, 'beritahu tuan muda apa tidak?'

Livia menarik nafas, ia lalu mulai menjelaskan. "Tuan muda, jika anda bertanya demikian," Livia menjeda kalimatnya.

"Maka Duke lah yang tau jawabannya." Itu bukanlah jawaban yang Leysen inginkan. Leysen ingin tau, kenapa Duke merahasiakan ini semua?!

Leysen tau jika Livia dan Lanny tau sesuatu. Hanya saja keduanya tidak ingin memberitahukan sesuatu padanya.

"Aku tau kalian mengetahui sesuatu. Namun baiklah, itu hak kalian tidak menjawab pertanyaanku." Leysen melangkahkan kakinya pergi dari sana.

Livia dan Lanny menatap punggung kecil itu yang perlahan sudah menghilang.

Lanny menghela nafas, "Ini semua untuk kesehatan mental Duchess, Tuan muda." Lirih Lanny.

Lanny tau, Duke ingin yang terbaik untuk Duchess. Hanya saja cara yang digunakan Duke salah!

~o0o~

"Kita harus segera kembali, Tilly." Tilly yang tengah membaca buku ditangannya melirik ke arah Duke Nave dengan bingung.

Bukankah tugas pria itu belum selesai?

"Ada apa? Setahuku tugasmu belum selesai, Nave." Duke Nave menganggukkan kepalanya.

"Laurent----" Tilly menatap penasaran,  kearah Duke Nave. "Ada apa dengan Duchess duke? Ada apa?" Tanya Tilly dengan cepat. Sudah lama Tilly tidak mengetahui kabar Duchess Laurent, ia ingin tau kabar wanita hebat itu.

"Laurent, telah tiada." Tilly terdiam dengan raut wajah terkejut. A-apa? Duchess---- TIDAK MUNGKIN!

"Nave jangan bercanda! Ini tidak lucu sama sekali!"

"Aku tidak bercanda Tilly." Tilly meneteskan air matanya, kenapa dewa memberikan nasib yang sangat buruk untuk Wanita sehebat Duchess Laurent?

"Ayo Duke, kita harus kembali!"

Duchess LaurentWhere stories live. Discover now