Maverick menjauh dari keluarganya lalu berbisik di telinga Edwin."kamu cari tahu siapa itu Aveline ophelia sylphrena, jika sudah menemukan informasi tentangnya, segera beritahu saya!"titahnya.

"Gadis yang bertengkar dengan tuan rainer, ya?"tanya Edwin.

"Iya, kamu cari tahu secepatnya, saya tunggu."

Seorang wanita paruh baya keluar dari sebuah mobil, diikuti dengan tiga pemuda dibelakangnya."Ada apa, sayang, kamu ada masalah?"tanya wanita itu.

"Itu tadi ada gadis yang persis namanya sama kembaran, Rai. wajah dia juga mirip rainer, mom."

"Kok bisa?sekarang dia dimana?"tanya Ervin–sang pewaris  laki-laki kedua di keluarga Lucerne.

"Tadi dia pergi, gak tau kemana."

Maverick berjalan ke arah keluarganya dengan langkah tegap nan pasti. "kamu tau perdebatan Rainer tadi?"tanya Kyler–mommy dari Rainer.

"Tau."

"Dia dimana sekarang, aku mau lihat"ujar kyler merasa penasaran.

"Aku juga lagi nyari tahu, siapa dia sebenarnya sayang,"ujar maverick mengecup kening wanita itu lembut.

"Kamu harus cari tahu  identitas dia secepatnya. Aku merasa ada desiran aneh, seolah aku memiliki ikatan sama gadis itu."

"Yes baby, aku akan cari tahu"mereka kembali masuk kedalam mobil, dan bergegas pergi dari tempat itu.

...o0o...

Ave sedikit lagi sampai kerumahnya, gadis itu terus saja mengoceh tidak jelas sepanjang perjalanan, dan ia terus menghentakkan kakinya ke aspal. Dia merasa sangat kesal, sebab hari yang seharusnya dia jalani dengan baik, malah harus bertemu Rainer–pemuda aneh yang memiliki pemikiran tak masuk akal.

"Orang kenapa ngeselin banget sih?!"dumelnya.

Ia masuk kerumah dan menutup pintu dengan sedikit kencang. 'brukk' suara pintu ditutup dengan kencang membuat semua atensi mengarah kekamar Aveline.

"Ave, kamu kesurupan apa?pulang-pulang udah kayak orang kesetanan nutup pintunya!"ujar ibunya memegang dadanya.

"Iya, kesurupan gara-gara tadi ketemu orang gila, bu!"sahut Aveline dari dalam kamarnya.

"Saja saja ada kamu ini."

"Terbalik bu, aja aja saja"jawab Bayu menambahi.

"Keluarga ini pelawak semua, cuma Ave yang beda sendiri!"tegur fariel–ayah Aveline.

"Gak usah nyindir deh, yah. Ayah juga dulu sebelum ketemu ibu pendiem banget, kan?ya sama!"ujar ave mendengar ucapan usil dari fariel.

Ave membaringkan tubuhnya."Salah gue keluar hari ini, seharusnya gue dirumah aja terus. Eh, tapi dia juga harus diurus, kan?"ujarnya mengingat sesuatu.

Ave mengirimkan sebuah chat ke griffin, tetapi pesannya tak kunjung di buka, sepertinya griffin tidak membuka handphone.

Ave segera menelpon griffin, dan benar saja, griffin tidak sadar kalau ada pesan chat yang masuk ke handphonenya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ave segera menelpon griffin, dan benar saja, griffin tidak sadar kalau ada pesan chat yang masuk ke handphonenya.

"Halo"ujar griffin dari sana.

"Gak buka handphone, ya?"tanya Aveline berbasa-basi.

"Hehehe, iya bos"ujar griffin cengengesan. 

"Dia gimana?udah dimasukkin kan?"tanya Aveline lagi.

"Udah bos, santai aja."

"Kita vidio call aja, saya mau lihat dia"ujar Aveline mengubah posisi handphone miliknya.

Aveline memutuskan telepon suara itu dan menelpon kembali dengan vidio call. Terpampang seorang pria yang sedang terduduk bersimbah darah, pria itu tengah meringis  kesakitan.

"Grif, nyalain loud speaker nya."

Griffin lekas menyalakan loud speaker, dan ia segera berjongkok menyamakan tingginya dengan pria itu."Hai, kasian ya kesakitan gitu?"ujar Aveline dari sebrang sana.

"Bangsat lo!lepasin gue, kalau lo mau gue mati, bunuh gue sekarang juga!"bentak pria itu memegangi perutnya yang tertembak.

"Sorry, lo gak akan mati semudah itu."

"Lo cuma nyiksa gue tau gak!"teriak pria itu melepaskan rasa emosi yang menyeruak dalam dada.

"Lo liat wajah gue?ada rasa perduli?"ujar ave mengembangkan senyum smirknya.

"Dasar gadis kejam!gue masih punya keluarga yang harus gue biayain, jadi lepasin gue sekarang!"bentak pria itu menatap tajam.

"Gue nggak peduli. Kasian ya, nanti anak lo bakal nyesel, punya bapak pembunuh kayak lo!"ujar Aveline.

"Lo yang seharusnya sadar diri, lo juga pembunuh!"teriak pria itu.

"Not bad, pembunuh nggak pernah bilang dia pembunuh. Saya akan bikin kamu tersiksa seumur hidup seperti tahanan saya yang lain."

"Grif, jaga dia dan jangan biarin dia mati sebelum gue kembali kesana."

"Siap, saya akan jaga dia disini."

Ave mematikan telepon dan kembali membaringkan tubuhnya, ia memejamkan matanya, sekejap kemudian dia tertidur pulas.

Dia berada di taman bunga seperti biasa, ia memetik bunga camelia bunga kesukaannya.  'Dorr' seketika tempat itu penuh dengan darah. Di sana Aveline hanya anak kecil yang sedang tersenyum gembira, tetapi keadaan berubah begitu saja.


Aveline kecil berteriak sekencangnya di mimpi itu, ia menutup telinga serta matanya. Seperkian detik suara berisik itu hilang. Dia kembali membuka matanya dan ia melihat jasad sepupunya.

"Queena"ujar ave kecil menangis meraung-raung.

"Balaskan dendamku, Ve"ujar sepupunya itu.

Ave terbangun, ternyata semua itu adalah mimpi, sekaligus kilas balik pembunuhan sepupunya. Semua membawa dampak besar baginya, dia yang trauma akan darah, dan sekarang menjadi menyukai darah, sebab orang yang tak tahu terima kasih itu.

"Gue bakal balas dendam lo, queen,"ujarnya dengan dada yang masih sesak diiringi tangis tanpa suara darinya.












TBC



















Reactance [ TERBIT ]Where stories live. Discover now