[Part 9]

962 99 2
                                    

"Selamat datang kembali di Golden Class. Tampaknya ada siswa yang baru masuk, jadi saya akan memperkenalkan diri lagi. Saya Arga, guru pembimbing anak olimpiade, salam kenal," ucap guru muda itu sambil menatap Naya.

Pak Arga tersenyum kecil menatap Naya. Dia membetulkan dasinya lalu mengisyaratkan agar para siswa nya itu duduk.

"Nayanika," gumamnya sambil membuka lembar jawaban Naya tadi pagi, "Saya tidak sangka kamu punya otak yang cerdas," ucapnya setengah tertawa, Naya tau guru itu tengah meledeknya, tapi dia bisa apa?

"Kemampuanmu sama seperti Regan, melihat jawaban kamu, saya jadi teringat padanya."

Naya melirik Regan, cowok itu tampak menatap tak suka pada guru pembimbing dihadapannya, sepertinya Regan punya kekesalan pada Pak Arga.

"Gue nggak percaya! Gue nggak percaya sebelum duel sama lo!" sentak Reina yang kini duduk di hadapan Naya.

"Bener tuh pak! Nggak mungkin dong, Naya tiba-tiba pinter! Dia itu peringkat terakhir di kelas pak! Iya kan Fajar? Reina?" tanya Talia, Reina mengangguk cepat, sementara Fajar hanya terdiam.

"Kita nggak bisa ngeremehin seseorang, gue akui lo cerdas Nay. Dan gue percaya kalo semua ini adalah hasil kerja keras lo," ucap Fajar, namun tatapan cowok itu tidak sinkron dengan ucapannya. Tatapan yang sama seperti yang lain. Tatapan meremehkan.

"Zaman sekarang, apa sih yang nggak bisa dibeli dengan uang. Lo bayar berapa buat masuk sini?" tanya Rafa sambil menyikut Vano.

"Tapi dia kan miskin, apa iya sanggup buat beli jawaban?" timpal Vano.

"BITCH!" Stella menggebrak meja. Seisi ruangan menatap kaget ke arahnya, cewek itu berdiri dan berjalan pergi dari tempat itu.

"Semua yang ada di ruangan ini emang kelakuannya kayak anjing," ucap Regan, Naya terdiam mendengar ucapan cowok itu, "Kecuali Gista. Cuma cewek itu yang waras di ruangan ini."

Naya melirik Gista, benar saja, cewek itu hanya terdiam dengan buku ditangannya, tak ada tanda-tanda dia akan menghina Naya, cewek itu juga terlihat biasa saja ketika Naya pertama kali menginjakkan kaki di ruangan ini.

Naya menunduk, baru hari pertama, cewek itu sudah tidak betah berada di kelas khusus ini, rasanya, dia akan frustasi lebih cepat, dan mungkin para pembully itu akan semakin gencar mengganggunya.

"Uwwek!"

Seisi ruangan kompak menatap kaget ke arah Gista, cewek itu menutup mulut dengan kedua tangannya, dia bangkit dengan cepat dan keluar dari ruangan.

Vano yang melihat itu sontak keluar dari ruangan, disusul Regan dibelakangnya.

Gista berhenti di kursi koridor, dia duduk sambil berusaha mengendalikan napas.

"Gista, lo nggak papa kan? Lo kenapa?" tanya Vano, dia terlihat sangat khawatir dengan cewek itu.

Regan menghampiri mereka, dia menatap Vano dan Gista bergantian. Perlahan Gista meneteskan air mata.

"Gista ...." gumam Regan.

"Lo kenapa? Kepikiran Regan lagi?" Vano mengambil posisi di samping Gista, tangannya menepuk pelan punggung cewek itu, "Udah lo tenang aja, Regan udah tenang disana, lo harus ikhlasin dia."

Vano. Setahu Regan, cowok itu tidak pernah memperlihatkan kepeduliannya kepada siapapun, baru kali ini Regan melihat cowok itu respect pada orang lain.

Vano mendekat, perlahan dia memeluk Gista, hati Regan berdesir perih melihat pacarnya yang kini terisak di pelukan orang lain, seharusnya dia yang ada di posisi itu. Bukan Vano.

Gista mendorong Vano perlahan, cewek itu bangkit dari kursi, namun Vano menahan tangannya, Gista melepas tangan Vano.

"Gue sayang sama lo Gista, gue udah dari dulu sayang sama lo, bahkan sebelum lo pacaran sama Regan. Please. Jadi pacar gue. Gue lebih dulu sayang sama lo, gue yakin bisa bahagiain lo lebih dari Regan."

Regan terdiam mendengar ucapan Vano. Tatapannya menajam. Tangannya terkepal kuat.

"Kenapa lo gini Van? Bahkan Regan belum lama pergi, kenapa lo tega sama sahabat lo sendiri?"

"Gista ...." panggil Vano tangannya naik meraba paha Gista.

"JANGAN SENTUH DIA BANGSAT!" teriak Regan dengan mata yang kian memerah, namun semua itu sia-sia, mereka tidak akan pernah mendengar suaranya.

Gista segera beranjak pergi dari tempat itu, sementara Vano terus menatap cewek itu sampai benar-benar menghilang dari pandangannya.

****

Sepulang sekolah anak-anak olimpiade akan berkumpul di Golden class untuk  kelas tambahan, untuk yang pertama kalinya Naya merasa tidak nyaman sama sekali berada di dalam kelas, terdapat tatapan-tatapan tajam itu terus penghujan ini tanpa henti.

Melihat Naya yang tidak bisa mengendalikan ekspresi takutnya, Regan menawarkan diri untuk masuk ke tubuh cewek itu lagi. Naya mengangguk. Regan mulai masuk ke tubuh Naya. Dia tersenyum miring menatap Reina dan teman-temannya.

"Materi kita kali ini berhubungan erat dengan materi kita kali ini, sekarang kita akan belajar dengan tentang reaksi fusi. Ada yang bisa menjelaskan apa itu reaksi Fusi?"

Seisi ruangan mulai mencoretkan jawaban di kertas mereka masing-masing. Naya tersenyum kecil, dia mengangkat sebelah tangannya membuat teman-temannya yang lain kompak menatap ke arahnya.

"Reaksi fusi terjadi karena adanya penggabungan dua inti ringan menjadi inti yang lebih berat dan partikel-partikel elementer yang  disertai pelepasan sejumlah energi, Deuterium bereaksi dengan Deuterium atau Tritium untuk menghasilkan helium-4 dan melepas sejumlah energi.
Contoh reaksi fusi adalah reaksi dari matahari," Naya menunjukkan deretan reaksi di kertas miliknya.

H1+H1 ----> H2+e+ E

H2 + H2 ---->2H4 + E

Pak Arga tertegun dengan penjelasan Naya, cewek itu mampu menjelaskan dengan cepat tanpa perlu banyak berpikir, "Luar biasa, silahkan tepuk tangan untuk Naya."

Seisi ruangan terdiam, tak ada yang mau bertepuk tangan, mereka semua tampak mengacuhkan Naya dan menganggap cewek itu tidak pernah ada.

Ting!

Ting!

Ting!

Deretan pesan beruntun terdengar dari hp Gista, Naya yang kini duduk di samping cewek itu melirik ponsel Gista.

...
Vgowkcmwpcpvkuqtg.

Naya menyipitkan mata menatap pesan di pop up ponsel Gista. Pesan yang dikirim oleh kontak seseorang yang hanya ditandai titik tiga. Regan yang berada di tubuh Naya itu kini berpikir keras, sepertinya dia pernah melihat pesan itu semasa dia hidup dulu.

Gista segera mematikan ponselnya, cewek itu kembali fokus mendengarkan penjelasan Pak Arga di depan kelas.

Pelajaran terus berlangsung sampai jam 03.00 sore setelahnya mereka keluar kelas satu persatu.

"Stella saya mau bicara sama kamu, bisa kamu disini sebentar?"

Stella yang sudah di ambang pintu, menoleh ke arah Pak Arga, cewek itu mengangguk kecil dan kembali duduk di kursinya.

Begitupun Naya, dia keluar dari kelas dan berjalan pelan menyusuri koridor, sesaat matanya tertuju ke arah gudang sekolah, dia tersenyum kecil dan memasuki gudang yang tak pernah dikunci itu.

Tempat ini masih sama seperti terakhir kali dia ke sini, di sana ada kursi dan meja rusak juga sebuah piano berdebu. Karena sudah retak di beberapa bagian pihak sekolah meletakkan piano itu di gudang.

Dia mulai menekan tuts piano itu satu persatu dan menghasilkan suara indah yang dia ciptakan sendiri dulu, semua itu sangat menenangkan, dengan suara indah ini dia berhasil menyatakan cintanya pada Gista semasa dia hidup dulu.

"Lo bukan Naya."

Naya tersentak dia menoleh ke arah menatap Fajar yang kini bersandar di ambang pintu.

"Lo bukan Naya kan? Regan. Lo Regan kan?"






Gue Bukan Setan!Where stories live. Discover now