[Part 7]

999 107 1
                                    

"Tahun ini olimpiade terbesar akan dilaksanakan, Fajar, Reina dan Talia, kalian ibu pilih sebagai perwakilan kelas ini. Tes olimpiade akan dilaksanakan Minggu ini, dari tes ini, hanya 3 orang yang akan maju untuk mewakili sekolah, ibu harap kalian yang akan terpilih," ucap Bu Lia kepada murid-muridnya, wanita itu menuliskan nama mereka bertiga di buku laporannya.

Masing-masing wali kelas, bertugas memilih siapa yang akan mengikuti tes olimpiade. Yang lolos di tes olimpiade akan mengikuti pelatihan di golden class.

Sementara kelas dengan siswa yang lolos tes terbanyak akan mendapat perhatian lebih. Pintar dan kaya, murid dengan dua kelebihan itu, akan diperlakukan layaknya raja dan ratu. Dan olimpiade adalah satu-satunya jalan untuk menaikkan harga diri mereka di sekolah itu.

Bu Lia membetulkan kacamatanya lantas berniat pergi dari kelas, namun salah satu siswi mengangkat sebelah tangannya, "Iya, ada apa Naya?"

Semua murid kompak menoleh ke arah Naya, cewek itu tampak meringis kecil, kalau saja bukan Regan yang memaksanya untuk mengacungkan tangan tadi, cewek itu pasti tidak mau ikut tes olimpiade .

"Sa--saya mau ikut tes olimpiade Bu."

Seisi kelas tertegun, menatap tak percaya ke arah Naya, sebagian siswa tampak menahan tawa, seorang Naya mengikuti tes olimpiade? Bahkan mungkin cewek itu akan mendapat nilai nol dalam tes seleksinya.

Bu Lia menatap Naya dengan ragu. Padahal nilai raport Naya semester lalu banyak yang merah, lantas kenapa cewek itu bisa se-nekat ini?

"Kamu yakin Naya?"

"NAYA! JAWAB! BILANG SAMA BU LIA, KALO LO MAU IKUT TES ITU!" teriak Regan. Sumpah, baru beberapa hari bersama dengannya, telinga Naya terasa ingin pecah.

"Izinkan saya mencobanya sekali saja Bu, saya mohon," ucap Naya dengan ragu.

Reina memutar malas bola matanya, sebelah kakinya menendang kursi Naya dari belakang meja, "Buang-buang waktu aja, lo blog! Dasar goblok!" bisik Reina.

Naya menunduk menghindari tatapan Reina yang tampak menakutkan, bukan hanya Reina, sesuai kelas kini menatap heran ke arahnya.

"NAY! JANGAN NUNDUK!" teriak Regan sekali lagi, "TATAP BALIK REINA! NGGAK USAH TAKUT SAMA DIA! KALO PERLU LO TONJOK AJA DIA SEKARANG!"

Bu Lia terdiam beberapa saat sebelum wanita itu mengangguk pelan, "Baiklah, saya akan catat nama kamu, jangan lupa tes olimpiade nya Minggu ini, ya Naya?" ucap Bu Lia dengan nada malas, ada rasa malu di dihatinya jika membiarkan Naya ikut tes olimpiade, seakan sudah tidak ada lagi siswa pintar lainnya.

Setelah mengucapkan itu, Bu Lia berpamitan lantas keluar dari kelas, sepeninggal Bu Lia, Talia mengebrak meja dengan keras lalu melangkah cepat ke arah Naya.

"MAKSUD LO APA SIH? MAU MALU-MALUIN KELAS KITA? APA KATA KELAS LAIN KALO LO YANG GOBLOK INI IKUT TES? bangsat... Nyebelin banget! Sumpah," cewek itu berkacak pinggang lalu mengipasi wajahnya yang mulai memerah.

"Udahlah, kita liat, si anjing ini bisa apa..." ucap Reina dengan sinis. Cewek itu menatap remeh ke arah Naya, tangannya melempar pensil miliknya tepat ke kepala Naya, "Iya kan? Nay?"

Naya tak menjawab, dia menunduk menatap buku tulisnya, Regan tampak jengah melihat semua itu, tanpa persetujuan Naya, cowok itu masuk kedalam tubuhnya lagi.

Tatapan Naya menajam, tangannya melempar semua buku Reina ke lantai. Reina tersentak kaget, cewek itu langsung menampar wajah Naya dengan keras.

"BANGSAT LO NJING!"

Naya menjambak rambut Reina lalu mendorong cewek itu ke tembok, sebelah tangannya mencengkram leher Reina, "Jangan ganggu gue," desisnya pelan.

Fajar buru-buru menghampiri Naya dan menarik lengan cewek itu agar menjauh dari Reina, Naya menepis kasar tangan Fajar, "Ketua kelas macam apa lo? Gini kelakuan lo jadi ketua kelas? Diem aja waktu temen sekelas lo dibully?"

Fajar terdiam, cowok itu mengamati ekspresi Naya dengan seksama, sungguh, ini tidak seperti Naya yang mereka kenal, seisi kelas mulai heboh, bahkan ada yang merekam kejadian itu.

Naya tertawa kecil, dia menjilat bibirnya sendiri, Sesuatu yang membuat Fajar tertegun, ekspresi, gerak-gerik dan tatapan Naya mengingatkannya pada seseorang.

Sadar akan raut wajah Fajar yang berubah, membuat Naya langsung menormalkan ekspresinya kembali, cewek itu, Naya kembali menunduk membuka lembaran-lembaran bukunya.

Reina hendak menyerang cewek itu lagi, namun Fajar memberinya isyarat agar tetap diam, seulas senyum tipis terbit di wajah cowok itu.

***

Sore itu, Naya dan Regan duduk di kursi halte sambil memandang langit sore yang dipenuhi warna jingga. Naya mengayunkan kakinya ke depan dan belakang. Tangannya menggenggam es krim yang mulai mencair.

"Makasih Re, Lo udah nolongin gue dari mereka."

Regan terdiam. Dia menghela napas lalu mengangguk pelan, cowok itu mendongak menatap burung-burung yang berterbangan menuju sarang mereka.

"Tapi lo nggak bisa selamanya ngandelin gue. Suatu hari nanti gue pergi, dan lo harus bisa lindungi diri sendiri," tatapan Regan berubah sendu, tanpa persetujuan Naya, cowok itu langsung tidur di pangkuan Naya. Cewek itu tersentak dengan gerakan yang tiba-tiba itu.

"Lo buat baik yang banyak ya Nay."

Naya terdiam, dia menunduk menatap Regan yang kini menutupi kedua mata dengan lengannya, "Jangan pernah berpikir buat bunuh diri. Mati itu nggak lebih enak dari hidup."

Walaupun samar Naya dapat melihat buliran air mata mulai menetes dari kedua mata cowok itu, "Saat ini gue nyesel banget sama hidup gue dulu. Gue nggak cukup banyak bahagiain orang yang gue sayang. Jujur, sampai sekarang gue takut buat ketemu Tuhan gue gak siap. Gue takut banget."

"Gue pengen hidup."

Tangan Naya terangkat hendak menepuk puncak kepala Regan, namun, urung ketika sosok tuyul tiba-tiba meloncat ke perut Regan Naya membulatkan mata sementara Regan langsung terlonjak dan reflek mendorong si tuyul.

"SETAN SIALAN!"

Tuyul itu bangkit dengan sempoyongan, "Apa sih, Om kan juga setan."

"GUE BUKAN SETAN! NGOMONG GITU SEKALI LAGI GUE COR LO PAKE SEMEN! DASAR BOCIL LAKNAT!"

"Aku BOCIL bisa cari duit sendiri. Nggak kayak Om. Beban keluarga."

"DUIT HASIL NYOLONG AJA BANGGA!"

Tuyul itu menjulurkan lidahnya lalu menendang kaki Regan, sosok bertubuh kecil itu lantas berlari menjauh. Regan mengepalkan tangan. Dia berlari mengejar tuyul sambil berteriak memanggil sosok itu.

"SINI LO BANGSAT! SIALAN! GUE MAKAN LO NANTI!"

Naya terdiam. Tampak syok melihat itu. Baru saja mereka menikmati senja, namun semua itu rusak begitu saja.

Sesaat Naya tertawa kecil melihat Regan yang masih kelimpungan mengejar sosok itu. Tidak bisa di pungkiri.

Naya bahagia karena Regan ada.



Gue Bukan Setan!Where stories live. Discover now